Adityawarman menatap ke arah Maghadasura yang mengenakan zirah api neraka. Iblis itu turun dan menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika lantai ibukota emas yang ia injak langsung meleleh. "Widura, apa aku boleh melawan iblis ini?" Adityawarman bertanya menggunakan kontak batin. "Silahkan, tapi bila kau butuh bantuan, katakan saja." Widura masih memperhatikan medan perang lainnya. Di tempat lain, Raktabija telah hangus menjadi abu. Asura meratapi kematian adik perempuan kesayangannya. Ia meminta Dewi Sari Kencana untuk mendoakan adiknya dan memohon untuk mengampuni nyawanya."Ia hanya pion yang diperintah oleh Indrajit Maghanada. Aku mohon kepadamu, maafkan adikku itu." Asura menoleh ke arah Dewi Sari Kencana. "Aku mengerti. Kalau begitu kita harus pergi untuk memburu Indrajit dan Aji Kala Karna." Dewi Sari Kencana menatap Asura dengan tekad yang bulat. "Aku tahu ia di mana, sebaiknya kita segera pergi!" Asura langsung melesak
Dewi Sari Kencana terduduk pilu dengan kesedihan atas kehilangan Aditywarman. Tangis pun pecah, bersamaan dengan teriakannya. Asura belum mengerti apa yang terjadi. Ia mencoba menghibur temannya dan berusaha menenangkan dirinya. "Apa yang terjadi?""Kenapa kau tiba-tiba menangis seperti ini?""Dewi?"Asura memeluk erat temannya itu. Ia masih mencoba menenangkannya. "Adityawarman, ia sudah tewas.""A–Aku seharusnya mempercayaimu untuk membantunya melawan Maghadasura. Namun aku terlalu bodoh karena percaya dengan kemampuannya!" Dewi Sari Kencana merasa ini adalah salahnya. "Jangan salahkan dirimu. Maghadasura sangatlah kuat. Ia dijuluki sebagai dewa perang dari neraka karena suatu alasan." Asura menepuk-nepuk punggung Dewi Sari Kencana. "Aku harus membalaskan dendam Adityawarman! Bukan, begitu?!" Dewi Sari Kencana berusaha berdiri. Ia melepaskan pelukan Asura. Asura melihat ada dendam yang mengalir dan terpancar di kedua mata Dewi Sari Kencana. Wanita itu bahkan mencabut pedangnya
Aji Sangkala telah sampai di tempat raja Swarnabhumi. Meski pun sang raja masih berada di tengah perjalanan menuju ke benteng besar perak, namun Aji Sangkala tetap menemuinya. Ia meletakkan mayat dari Adityawarman dan berusaha menutup luka dari mayat itu dahulu. Aji Sangkala juga meletakkan Patih Widura Sri Mada di depan raja Swarnabhumi. Ia segera menggunakan energi miliknya untuk menutup luka Widura. "Anakku!" Raja Swarnabhumi menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kembali kematian anaknya. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga pangeran Adityawarman." Widura berusaha bangkit dan menundukkan kepalanya ke arah raja. Ia merasa bersalah.Raja telah diberi pengertian oleh Ki Janggan Nayantaka. Ia tahu bila perang ini akan merenggut banyak nyawa. Dan tidak menutup kemungkinan juga akan merenggut orang-orang yang ia sayangi. "Berdirilah Widura. Bantu aku untuk membawa tubuh Adityawarman ke benteng besar perak. Kita harus memakamkannya di sana." "Ini adalah perang. Aku harus memakluminya. L
Bola api melesak cepat ke arah Arya Santanu. Bila bola api tersebut sampai menghantam ibukota emas, maka seluruh wilayah di ibukota emas, termasuk istana, juga akan musnah. Dengan membentuk sebuah busur panah di tangan kirinya, ia melepaskan satu anak panah cahaya menuju ke bola api raksasa. WUSH!!!"Pindahlah!" Arya Santanu bicara dalam hatinya sambil tersenyum. Tatapan kedua matanya pun sangatlah biasa. Ia seperti tidak terlalu menakuti bola api raksasa tersebut. Dan ketika anak panahnya bersentuhan dengan bola api tersebut, seketika bola api raksasa menghilang dengan cepat. "Apa?!""Ke–ke mana bola api milikku?!" Maghadasura merasa terkejut. Ia tidak merasakan energi besar dari bola api tersebut. DUUUM!!!DUUUAR!!!Namun tidak lama kemudian dari arah lautan, di mana semua kapal milik Kalimanthana bersandar, ledakan besar terjadi hingga menciptakan arus gelombang air laut dan gelombang kejut yang besar. Embusan udaranya pun sampai terasa ke tempat Arya Santanu dan Maghadasura
Aji Sangkala segera berpindah tempat dengan kekuatan petirnya. Ia muncul kembali di tengah-tengah kedua iblis itu. Aji Sangkala segera membawa keduanya pergi dengan teknik dimensi miliknya. Sambil melontarkan senyum ke arah Arya Santanu, ia berpamitan dengan muridnya. "Di–di mana ini?" Vritra terkejut. Tiba-tiba ia sudah berada di tempat yang berbeda. "Kau! Ke mana kau membawa kami pergi!" Rahvana menunjuk Aji Sangkala dengan kesal. "Selamat datang di dimensi milikku. Di tempat ini, aliran waktu sangatlah unik. Seratus tahun di tempat ini sama dengan sepuluh menit di dunia sana. Tapi sebenarnya relatif juga, intinya itu semua tergantung pada diriku sebagai penguasa dimensi ini. Jadi, kita bisa menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat ini." Aji Sangkala tersenyum. Vritra merasa kesal dengan aksi tiba-tiba Aji Sangkala yang berani sekali membawanya ke tempat lain. Ia tidak lagi berbasa-basi, Vritra yang merupakan iblis dengan wujud asli seekor naga langsung menyerang Aji Sangkal
Aji Sangkala membawa Vritra ke dunia dimensi yang dipenuhi oleh lembah, hutan dan gunung-gunung tinggi. Di sepanjang mata memandang semuanya terlihat hijau. Dan ditengah-tengah daerah tersebut adalah wilayah kosong yang tidak ditumbuhi oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. "Setelah aku mengalahkanmu, aku akan segera menghabisi Indrajit Maghanada bersama dengan saudaraku sendiri, Aji Kala Karna." Aji Sangkala telah mengucapkan sumpahnya. "Jadi, kau adalah saudara kandung dari Aji Kala Karna?"HAHAHAHA!!!"Kalian sangat berbeda sekali!" Vritra tertawa tiada henti. "Tertawalah sepuas hatimu. Aku akan mengubahnya menjadi tangisan dan darah." Aji Sangkala tersenyum ke arah Vritra. Mendengar hal itu, Vritra menjadi naik darah. Ia memanggil empat naga penguasa empat elemen dasar. Vritra adalah sang raja naga iblis, ia bisa memanipulasi dirinya sendiri menjadi beberapa bayangan diri. Setiap bayangan bisa berubah menjadi naga yang ia inginkan. Dalam perang seratus tahun yang lalu, Vritra b
Serangan tinju milik Banasura berhasil mengenai Arya Santanu, namun serangan itu ditahan oleh satu kepalan tangan milik Arya Santanu. Bhasmasura yang lelah menunggu akhirnya juga ikutan menyerang pemuda itu. "Apa?!" Arya Santanu terkejut ketika ia menyentuh pukulan dari Bhasmasura. Tangannya langsung terbakar dan hangus menjadi abu hitam. Ia segera mundur ke belakang, namun Bhasmasura berhasil menyusul dan menusuk punggung dari Arya Santanu menggunakan tangan kanannya. JLEB!!!Ia tidak menyangka bila iblis tersebut memiliki kemampuan unik seperti itu. "Manusia bodoh! Kau sudah terlalu besar kepala!" Bhasmasura langsung menarik keluar tangannya dari tubuh Arya Santanu. Seketika tubuh pemuda itu terbakar hangus menjadi abu. "Cih! Apa hanya segitu saja?" Banasura meremehkan Arya Santanu yang ia anggap telah tewas oleh Bhasmasura."Hmm… benar juga. Apa hanya segitu saja?" Tiba-tiba Arya Santanu ikut menimpali ucapannya Banasura. Ia berhasil selamat dengan mengandalkan bayangan diri
"Akan sangat bahaya bila tombak tersebut sampai menghantam permukaan tanah!""Aku harus melakukan sesuatu!"Arya Santanu menciptakan tombak tandingan yang lebih kecil seukuran dirinya. Tombak tersebut berasal dari elemen cahaya miliknya. Setelah ia menciptakan tombak tersebut, Arya Santanu segera melemparkan tombak tersebut ke arah tombak Gundalana. WUSH!!!Selagi tombak melesak, Arya Santanu langsung menciptakan busur cahaya dan menarik tali busur tersebut dengan begitu cepat. Ia menciptakan sebuah anak panah cahaya yang diselimuti oleh kilatan petir putih. "Terbanglah ke langit, anak panahku!" Arya Santanu melepaskan anak panah itu. Dengan cepat, panah tersebut melesak cepat ke atas dan menembus awan dengan kecepatan cahaya. Dan disaat tombak cahaya milik Arya Santanu bersentuhan dengan tombak Gundalana milik Banasura, seketika kedua tombak tersebut menghilang tanpa jejak. "Hi–hilang?!" Banasura