Di saat Gajah Angin dan Risang Kukang sedang berhadapan dengan para prajurit Nuswapala, Banyu Samudra meladeni undangan dari Raktabija. Ia mengumpulkan energi alam untuk memperkuat dirinya. Banyu Samudra adalah anggota Bhayangkara yang menggunakan elemen air. Namun dirinya tidak bisa mengubah air menjadi es seperti yang dilakukan oleh Dewi Sari Kencana."Kalau begitu, maju dan lawan aku!" Raktabija bicara dengan lantang. Banyu Samudra melapisi kedua tangannya dengan selubung air. Di kedua kakinya tersemat selimut energi berwarna biru yang membuat dirinya bisa mengubah uap udara di sekelilingnya menjadi lapisan air tipis yang bisa diinjak saat dirinya bergerak. "Teknik tinju air; Braja Banyu!"Banyu Samudra bergerak cepat dengan berpijak di lapisan air yang tersebar di udara. Ia mengayunkan tinju miliknya dan membuat tubuh dari Raktabija berlubang hanya dengan sekali pukulan. Darah dari wanita iblis itu berceceran di tanah. Namun anehnya, iblis tersebut justru tertawa dan seperti ti
Ayunan pedang darah milik Raktabija mengenai dada Asura. Namun saat pedang itu menyayat dada sang iblis api, tubuh Asura justru meleleh menjadi cairan lahar yang panas. "Apa?!""Ia menipuku?" Raktabija langsung menoleh ke sana kemari. Ia mencari keberadaan Asura di mana. "Kau mencariku?" Asura berada jauh di belakang Raktabija. Sosoknya yang menjadi seorang pria tampan dengan rambut pendek dan pupil mata berwarna merah tua serta mengenakan pakaian seperti jubah berwarna merah tua, membuat dirinya begitu mempesona. Ia terlihat begitu santai menghadapi adiknya."Kau tidak memiliki niat sama sekali untuk melawanku?!" Raktabija menunjuk Asura dengan pedangnya. "Tidak ada. Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin melawan kalian semua, kecuali Indrajit Maghanada. Ia harus dikasih pelajaran serius mengenai keterlibatan bodohnya dengan dunia manusia." Asura menatap Raktabija dengan mata sayup ke bawah. "Kenapa?! Apa kau mengasihani kami?!" Raktabija mulai jengkel dengan gaya sok keren mil
Para Buto milik Raktabija berhasil mengacaukan formasi dan membunuh para prajurit di garis depan. Macan Ireng bahkan harus mundur ketika mereka berhasil menerobos tebalnya dinding emas. Bersama dengan beberapa prajurit tersisa, Macan Ireng mencoba untuk menghalau laju para Buto untuk lebih jauh memasuki wilayah ibukota emas. "Elemen api sangat susah dilakukan. Aku tidak memilikinya sama sekali." Macan Ireng berusaha keras untuk berpikir. "Di lain tempat, Widura ingin agar Adityawarman membantu Macan Ireng untuk melawan pilihan Button yang sudah memasuki ibukota emas. "Pangeran tolong bantu Macan Ireng. Dan apakah raja sudah bersiap untuk pergi?" Widura Sri Mada menoleh. "Ia sudah dikawal oleh anggota Bhayangkara lainnya. Ayahku sudah pergi sedari tadi. Meski cukup berat katanya meninggalkan makam ibu ratu, namun ia akhirnya paham dan mengerti." Adityawarman merasa tidak sanggup saat melihat tetesan air mata ayahnya tertumpah ke lantai. "Perang ini akan berakhir bila sang raja tew
Adityawarman menatap ke arah Maghadasura yang mengenakan zirah api neraka. Iblis itu turun dan menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika lantai ibukota emas yang ia injak langsung meleleh. "Widura, apa aku boleh melawan iblis ini?" Adityawarman bertanya menggunakan kontak batin. "Silahkan, tapi bila kau butuh bantuan, katakan saja." Widura masih memperhatikan medan perang lainnya. Di tempat lain, Raktabija telah hangus menjadi abu. Asura meratapi kematian adik perempuan kesayangannya. Ia meminta Dewi Sari Kencana untuk mendoakan adiknya dan memohon untuk mengampuni nyawanya."Ia hanya pion yang diperintah oleh Indrajit Maghanada. Aku mohon kepadamu, maafkan adikku itu." Asura menoleh ke arah Dewi Sari Kencana. "Aku mengerti. Kalau begitu kita harus pergi untuk memburu Indrajit dan Aji Kala Karna." Dewi Sari Kencana menatap Asura dengan tekad yang bulat. "Aku tahu ia di mana, sebaiknya kita segera pergi!" Asura langsung melesak
Dewi Sari Kencana terduduk pilu dengan kesedihan atas kehilangan Aditywarman. Tangis pun pecah, bersamaan dengan teriakannya. Asura belum mengerti apa yang terjadi. Ia mencoba menghibur temannya dan berusaha menenangkan dirinya. "Apa yang terjadi?""Kenapa kau tiba-tiba menangis seperti ini?""Dewi?"Asura memeluk erat temannya itu. Ia masih mencoba menenangkannya. "Adityawarman, ia sudah tewas.""A–Aku seharusnya mempercayaimu untuk membantunya melawan Maghadasura. Namun aku terlalu bodoh karena percaya dengan kemampuannya!" Dewi Sari Kencana merasa ini adalah salahnya. "Jangan salahkan dirimu. Maghadasura sangatlah kuat. Ia dijuluki sebagai dewa perang dari neraka karena suatu alasan." Asura menepuk-nepuk punggung Dewi Sari Kencana. "Aku harus membalaskan dendam Adityawarman! Bukan, begitu?!" Dewi Sari Kencana berusaha berdiri. Ia melepaskan pelukan Asura. Asura melihat ada dendam yang mengalir dan terpancar di kedua mata Dewi Sari Kencana. Wanita itu bahkan mencabut pedangnya
Aji Sangkala telah sampai di tempat raja Swarnabhumi. Meski pun sang raja masih berada di tengah perjalanan menuju ke benteng besar perak, namun Aji Sangkala tetap menemuinya. Ia meletakkan mayat dari Adityawarman dan berusaha menutup luka dari mayat itu dahulu. Aji Sangkala juga meletakkan Patih Widura Sri Mada di depan raja Swarnabhumi. Ia segera menggunakan energi miliknya untuk menutup luka Widura. "Anakku!" Raja Swarnabhumi menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kembali kematian anaknya. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga pangeran Adityawarman." Widura berusaha bangkit dan menundukkan kepalanya ke arah raja. Ia merasa bersalah.Raja telah diberi pengertian oleh Ki Janggan Nayantaka. Ia tahu bila perang ini akan merenggut banyak nyawa. Dan tidak menutup kemungkinan juga akan merenggut orang-orang yang ia sayangi. "Berdirilah Widura. Bantu aku untuk membawa tubuh Adityawarman ke benteng besar perak. Kita harus memakamkannya di sana." "Ini adalah perang. Aku harus memakluminya. L
Bola api melesak cepat ke arah Arya Santanu. Bila bola api tersebut sampai menghantam ibukota emas, maka seluruh wilayah di ibukota emas, termasuk istana, juga akan musnah. Dengan membentuk sebuah busur panah di tangan kirinya, ia melepaskan satu anak panah cahaya menuju ke bola api raksasa. WUSH!!!"Pindahlah!" Arya Santanu bicara dalam hatinya sambil tersenyum. Tatapan kedua matanya pun sangatlah biasa. Ia seperti tidak terlalu menakuti bola api raksasa tersebut. Dan ketika anak panahnya bersentuhan dengan bola api tersebut, seketika bola api raksasa menghilang dengan cepat. "Apa?!""Ke–ke mana bola api milikku?!" Maghadasura merasa terkejut. Ia tidak merasakan energi besar dari bola api tersebut. DUUUM!!!DUUUAR!!!Namun tidak lama kemudian dari arah lautan, di mana semua kapal milik Kalimanthana bersandar, ledakan besar terjadi hingga menciptakan arus gelombang air laut dan gelombang kejut yang besar. Embusan udaranya pun sampai terasa ke tempat Arya Santanu dan Maghadasura
Aji Sangkala segera berpindah tempat dengan kekuatan petirnya. Ia muncul kembali di tengah-tengah kedua iblis itu. Aji Sangkala segera membawa keduanya pergi dengan teknik dimensi miliknya. Sambil melontarkan senyum ke arah Arya Santanu, ia berpamitan dengan muridnya. "Di–di mana ini?" Vritra terkejut. Tiba-tiba ia sudah berada di tempat yang berbeda. "Kau! Ke mana kau membawa kami pergi!" Rahvana menunjuk Aji Sangkala dengan kesal. "Selamat datang di dimensi milikku. Di tempat ini, aliran waktu sangatlah unik. Seratus tahun di tempat ini sama dengan sepuluh menit di dunia sana. Tapi sebenarnya relatif juga, intinya itu semua tergantung pada diriku sebagai penguasa dimensi ini. Jadi, kita bisa menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat ini." Aji Sangkala tersenyum. Vritra merasa kesal dengan aksi tiba-tiba Aji Sangkala yang berani sekali membawanya ke tempat lain. Ia tidak lagi berbasa-basi, Vritra yang merupakan iblis dengan wujud asli seekor naga langsung menyerang Aji Sangkal
Benteng besar perak dan semua penduduk, pasukan serta raja Swarnabhumi yang terhapus oleh jarum waktu milik Indrajit Maghanada telah kembali hidup. Mereka semua saling melihat satu sama lain dengan tatapan bingung."Raja? A–apa yang terjadi? Kenapa kita semua kembali hidup?" Tanya seorang prajurit."Arya Santanu, apa ini perbuatanmu?" Raja Swarnabhumi masih sangat bingung.Yang Maha Kuasa telah mengembalikan orang-orang itu, namun ia tidak bisa mengembalikan mereka yang tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan teknik ruang dan waktunya. Beberapa daerah yang hancur oleh sepuluh Rakshasa Buto juga kembali pulih. Namun tidak dengan orang-orangnya yang tewas akibat kejadian itu. Dewi Sari Kencana dan Larasati juga tidak bisa dihidupkan kembali karena mereka tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan elemen waktu.Yang Maha Kuasa memisahkan dirinya dari tubuh Arya Santanu. Pemuda itu kembali mendapatkan dirinya dan berubah menjadi Arya
"Menakjubkan! Akhirnya kau datang juga!" Indrajit Maghanada sangat menunggu kehadiran Yang Maha Kuasa."Ada apa? Kau terlihat senang sekali dengan kehadiranku? Yang Maha Kuasa merasa Indrajit aneh."Aku akhirnya bisa membunuh-Mu! Aku bisa menjadi Yang Maha Kuasa dan menduduki takhta tertinggi dari seluruh penciptaan!" Indrajit Maghanada menjadi begitu bersemangat."Tunggu sebentar, kambing gila! Kau berpikir bisa mengkudeta diriku?" Yang Maha Kuasa merasa pikiran makhluk kotor satu ini sudah tidak bisa dibersihkan.Indrajit Maghanada mencengkeram tubuh Yang Maha Kuasa dengan elemen ruang dan membuatnya tidak berdaya melawan gravitasi super kuat yang mengekang tubuh Dzat nomor satu di multisemesta itu. "Aku adalah pengendali ruang dan waktu. Aku yang lebih pantas memimpin multisemesta dan para dunia bawah dan dunia para dewa!" Indrajit Maghanada mengulurkan tangan kirinya ke depan. Dari telapak tangannya, ia menciptakan sebuah j
Kedua mata Indrajit Maghanada mengeluarkan cahaya hijau terang. Iblis itu terus berteriak sangat keras hingga membuka ribuan portal dimensi ruang dan waktu di sekitarnya. Ribuan varian atau wujud diri dari Indrajit Maghanada dari berbagai dimensi waktu dan alam semesta berkumpul di sekitar Arya Santanu."Apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali Indrajit Maghanada?" Arya Santanu terkejut akan kemunculan mereka."Sudah kubilang, aku tidak akan mati!" Indrajit Maghanada meminta kepada para dirinya yang lain untuk menyumbangkan jiwa mereka.Satu per satu, para Indrajit itu melebur dirinya dan memberikan jiwa serta kekuatannya kepada Indrajit Maghanada yang sedang dicekik oleh Arya Santanu. Kekuatan besar mengalir deras secara terus-menerus ketika para Indrajit lainnya mulai menyatu dengan Indrajit gila itu. Cengkeraman tangan dari Arya Santanu semakin melemah, tubuh dari Indrajit menjadi lebih tinggi dan lebih besar dari sebelumnya.
Hati Arya Santanu seperti baru disiram oleh air sejuk. Ia tertegun untuk sesaat dan menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Untuk sesaat dirinya seakan hanyut dalam sebuah penantian panjang yang akhirnya telah ia temukan jawabannya. "Kau…?" Arya Santanu menatap Ki Janggan Nayantaka."Akhirnya kau tersenyum. Bagaimana bila kita berpindah tempat," ucap Ki Janggan Nayantaka. Ia menjentikkan jarinya.SNAP!!!Dalam sekejap keduanya berpindah ke tempat yang lebih terang dan seluruhnya hanyalah berwarna putih. Ki Janggan Nayantaka merubah kembali wujudnya ke dalam bentuk cahaya terang. "Maaf, aku tidak mengenalimu sama sekali," ucap Arya Santanu."Aku tidak apa-apa. Yang terpenting orang yang telah melupakan-Ku tidaklah melupakan dirinya. Banyak dari mereka yang kehilangan arah setelah melupakan-Ku, lalu perlahan mereka juga melupakan diri mereka sendiri. Bukankah itu adalah hal yang mengerikan?" Yang Maha Kuasa akhirnya menunju
Arya Santanu tidak membalas perkataan dari Indrajit Maghanada. Ketika asal hitam mengepul keluar dari mulutnya, ia seakan telah menghilang dari tubuhnya dan tinggal hanya tersisa sebuah cangkang kosong saja. Rasa sakit dari masa lalu pun hadir kembali. Adik tercintanya yang tewas di desanya membuat ia mengenang genangan darah dari tubuh anak kecil yang telah hidup bersama dirinya, meski pun ia hanyalah saudara tirinya. Lalu rasa sakit lainnya ketika ia harus menguburkan teman yang ia temui diperjalanan membuat dirinya semakin tersudut di ujung ruangan. Larasati tidak sepantasnya mati dengan cara seperti itu. Arya Santanu merasa bersalah atas perginya wanita itu. "Aku tidak bisa menerima kematian lagi…." Arya Santanu bergelut dengan pikiran negatifnya di sudut terdalam alam bawah sadarnya. "Dewi Sari Kencana, Asura, Ki Janggan Nayantaka, dua adikku yang tercinta, Larasati, ayah… dan ibu." Arya Santanu terus memikirkan semua orang-orang itu. Pik
"Sangat disayangkan, tapi kali ini aku akan menang," ucap Indrajit Maghanada sambil tersenyum kecil. "Terserah kau saja!" Arya Santanu waspada dengan apa yang akan dilakukan oleh iblis itu.Indrajit Maghanada bergerak dengan menarik ruang dan waktu ke dirinya. Dengan begitu, ia bisa muncul di hadapan Arya Santanu dan menyentil dahi pemuda itu dengan segenap kekuatan yang ia miliki.PLAK!!!Alhasil, Arya Santanu terlempar ke belakang hingga menghantam permukaan tanah berkali-kali. Ia terhempas sangat jauh hingga menghantam tebing tempat Aji Sangkala bangkit. Arya Santanu tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya untuk menahan atau menghentikan laju tubuhnya. Ia seperti terseret oleh arus udara dan tidak bisa melawan energi besar dari sentilan tangan Indrajit Maghanada."Bagaimana? Inilah kekuatanku yang asli. Begitu tak terbatas!" Indrajit Maghanada muncul kembali di hadapan Arya Santanu."Yah, sentilanmu sangat menyakit
"Kita harus melakukan sesuatu dengan bola energi itu!" Ucap Asura."Bila kita melawannya dengan kekuatan, ledakan besar dari bola energi itu bisa meluluhlantakkan seluruh daratan Swarnadwipa," ujar Aji Sangkala."Lalu apa yang harus kita lakukan?" Arya Santanu membidik bola energi itu menggunakan panah petir hitam miliknya. "Lemparkan bola itu ke angkasa!" Aji Sangkala memiliki ide bagus."Aku mengerti," jawab Arya Santanu.Ia segera mengubah panah petir hitam menjadi panah cahaya. Arya Santanu menembakkan satu anak panah ke arah langit, lalu ia menembakkan satu anak panah lagi ke arah bola energi tersebut. WUSH!!!Ketika bola energi para Rakshasa Buto menghantam panah cahaya milik Arya Santanu, bola energi menghilang dan berpindah ke tempat panah cahaya yang melesak ke angkasa berada. Bola energi tersebut dipindahkan Arya Santanu ke angkasa untuk menghindari dampak ledakan yang sungguh luar biasa. Dan bebera
Sepuluh persen kekuatannya meningkat secara drastis. Energi tersebut meluap dan terlihat seperti sebuah selubung asap putih di sekitar tubuh Arya Santanu. Namun yang paling jelas dirasakan adalah udara dan permukaan tanah disekitar dirinya yang seakan terangkat dan terus mengalirkan angin lembut.Arya Santanu melipat keempat jari kanannya dan hanya membiarkan satu jari telunjuk saja yang menunjuk. Ia memusatkan energi cahaya yang begitu besar di satu jari tersebut. "Hancurlah!" Arya Santanu berpindah tempat dengan sangat cepat. Ia langsung mengayunkan telunjuk kanannya ke arah dada kanan Indrajit Maghanada. WUSH!!!DUUUM!!!DUUUAR!!!BRUUUAR!!!Serangan tersebut menembakkan sebuah energi besar yang terlempar dari satu jari Arya Santanu ke arah depan. Seketika permukaan tanah terbelah dan menggulung menjadi dua bagian. Tercipta sebuah kawah besar seperti aliran sungai yang panjangnya mencapai sepuluh kilometer
Dengan cepat rantai-rantai tersebut menarik jiwa milik Arya Santanu dan membaginya menjadi ratusan buah. Seluruh jiwa Arya Santanu tersebut ditarik paksa menuju ke dalam cermin dimensi dan disegel sepenuhnya. "Bagaimana rasanya mati dengan cara jiwamu dimutilasi hingga ratusan bagian!" HAHAHAHA!!!Indrajit Hitam tertawa sangat keras ketika melihat tubuh dari Arya Santanu perlahan menjadi lapuk dan membusuk. Pemuda itu sudah tidak bergerak. Ia mati sepenuhnya. "Apa ia sudah mati?" Tanya Indrajit Putih."Tentu saja! Aku pastikan ia mati dan tidak akan berkoar lagi!" Indrajit Hitam merasa senang dengan rencana itu. Sayangnya, ia yang menguasai dunia peralihan tidak bisa dibunuh dengan mudahnya. "Kau mungkin belum kuberitahu tentang apa itu dimensi peralihan. Maaf, itu salahku." Tiba-tiba Arya Santanu kembali muncul di belakang kedua Indrajit tersebut. Ia kembali dari kematian, atau lebih tepatnya melakukan trik kotor u