Prabu Sembara terdiam mendengar laporan ke 4 permaisurinya, tak ia kira Remibara kini sudah jadi remaja jangkung dan sangat tampan.“Hmm…jadi Ki Jenggot yang terluka dia bawa..?” ke empat permaisurinya mengangguk.Prabu Sembara dan ke empat permaisuri nya saat ini berada di kadipaten Kuala, yang berjarak 2 minggu perjalanan dari Kotaraja Bajama, dan kini mereka beristirahat di sebuah villa kerajaan.Saat itu ke empat permaisuri sedang berjalan-jalan dengan menunggang kuda, walaupun tanpa pengawalan yang ketat, siapa yang berani menganggu istri-istri maharaja ini, karena ke empatnya memiliki kesaktian yang sangat tinggi.Tentu saja banyak warga Kuala yang kagum melihat kecantikan ke 4 permaisuri ini, dan yang membuat mereka suka, ke empat bangsawan tinggi sangat ramah dan selalu duluan menegur warga yang lalu lalang.Ini sebuah pemandangan langka, kalau dulu, jangankan menyapa mengangat wajah saja warga tak berani, saking sungkannya.Tak disangka saat menyusuri jalanan yang agak sepi m
“Kanda…ternyata ini alasan Remibara melarang kami membunuh Ki Jenggot!” terdengar suara lembut, ternyata Putri Padmasari sudah berada di sisi Prabu Sembara.Putri Padmasari ternyata diam-diam mendengar semua ucapan Remibara, dia ikut terkejut, ternyata remaja tampan itu sangat marah dengan suaminya, yang juga ayahanda Remibara sendiri.Sebelumnya saat tahu suaminya mengejar Remibara, atas seizin 3 permaisuri yang lain, Putri Padmasari langsung menyusul diam-diam.Permaisuri Ranina lah yang meminta langsung. “Kayaknya Remibara lebih hormat ke kaka di bandingkan dengan kami, jadi kaka susullah, aku khawatir terjadi apa-apa terhadap ayah dan anak itu,” itulah ucapan Ranina, yang diiyakan Putri Soha dan Putri Amanda.Setelah Prabu Sembara dan Putri Padmasari pergi, barulah Permaisuri Ranina membuka alasannya. “Kalian mau tahu seperti apa wajah Putri Remi, ibunda Remibara?” Soha dan Amanda saling pandang, lalu menggeleng.“Wajahnya bak pinang di belah dua dengan Putri Padmasari, walaupun t
“Ibuku…Putri Remi…ayah…mohon maaf Ki Talang, aku tak bisa mengungkapkannya, karena aku sendiri…belum pernah berjumpa dengannya!” Ki Talang malah tersenyum, Remibara tak tahu kalau Ki Talang orang yang sudah kenyang pengalaman, tapi kakek tua ini tak mendesaknya, dia mengangguk-angguk maklum saja.Namun sejak saat itu Ki Talang tak pernah lagi bertanya soal ayahnya, juga tentang riwayat Remibara, hingga remaja ini makin senang. Setelah makan dan beritirahat, bahkan kini di angkat kembali oleh Remibara ke teras pondok, keduanya ngobrol akrab.Padahal tadi pagi Remibara ingin mengajaknya bertarung, Remibara sebenarnya tak mau, cuman karena terlanjur berjanji saja dengan Ki Jenggot, sehingga ia mengiyakan saat itu.Karena Remibara tahu, Ki Talang adalah tokoh golongan bersih, beda dengan Ki Jenggot yang menyeleweng karena sakit hati istrinya di perkosa musuh besarnya puluhan tahun yang lalu.“Remibara…aku ingin melihat kamu bersilat, apa saja yang sudah di pelajari bersama si Jenggot ata
Dua minggu kemudian Remibara sudah sampai di sebuah kampung yang rame, Remibara merasa lapar.Saat akan menuju ke sebuah rumah makan yang mewah, dan terlihat rame, Remibara kaget saat melihat dua orang berpakaian ala kadarnya terlihat di usir dua penjaga.“Disini tak boleh masuk bagi yang pakainnya seperti kalian, sono cari rumah makan sederhana,” usir dua penjaga berwajah kejam dan kumis melintang.Remibara lalu ingat kitab peninggalan pendekar asmara, di sana tertulis cara dan gaya sang pendekar flamboyan itu, yakni suka sekali pakaian-pakaian mewah dan perlente juga suka pakai harum-haruman.“Gini-gini kan aku juga turunan bangsawan, walaupun aku benci ayahku…tapi mau gimana lagi!” batin Remibara, ia lalu memegang kantong uangnya dan ternyata masih banyak keping emas pemberian Ki Jenggot dulu.Remibara tak jadi menuju rumah makan itu, dia malah menuju ke sebuah toko pakaian terbesar yang ada di kota ini.Melihat ada pria rupawan yang berbaju sederhana celingak-celinguk melihat-liha
“Ahaiii…ada pangeran tampan nyasar ke sini, heeee tampan, pergi sono, ini bukan urusan kamu, sayang wajah tampan kamu yang kayak cewek itu bonyok kalau kena pukulan geledekku,” si kepala rampok ini tergelak sampai perutnya yang agak tambun terguncang.Tiba-tiba ada teriakan minta tolong, saat seorang perampok menarik keluar seorang wanita cantik dari dalam kereta, lalu keluarlah seorang lelaki agak tua dan perut gendut hampir sama dengan perut si kepala rampok, terlihat memohon-mohon agar wanita muda yang cantik itu jangan di culik.“He-he-he, si lintah darat ini punya bini baru lagi, ini yang ke berapa hahhh,” bentak si kepala rampok ini.“Haiyaaa…ini yang ke 7 tuan pelampok, kalian ambil saja halta owe, tapi bini owe jangan di bawa yaa…ini balu 3 bulan owe jadiin bini!” sahut si gendut yang ternyata seorang warga keturunan, yang terkenal sebagai pedagang sekaligus rentiner ini.“Ha-ha-ha…dasar gendut, bini aja sampai 7, bawa istrinya itu, bawa juga semua hartanya di kereta!” perinta
Liong Balado kaget bukan main menerima laporan ART nya itu, dia lalu mengecek kamar istri ke 7 nya, namun kamar istri ke 7 nya terkunci. Apalagi saat ART nya ini secara apa adanya bilang terdengar jelas suara Nyai Tari seperti keenakan dan mendesah-desah.Bukan main marah dan cemburunya Liong Balado ini, belum selesai ART nya ini bercerita, dia bergegas menuju ke kamar istrinya itu, dan kini sudah di depan pintu kamarnya tersebut.Liong Balado lalu berteriak-teriak, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan istrinya terlihati menguap, seperti orang habis bangun tidur.“Ada apa sih koh, pagi-pagi sudah ribut saja, aku masih ngantuk tahu nda, mengganggu saja!” Nyai Tari kelihatan sangat kesal, ART itu langsung melongo, sampai menepuk-nepuk pipinya.“Nggak…nggak apa-apa Nyai hanya…anu-anuu…hei Picin, kamu bilang apa sih tadi, nih liat si Nyai ada di kamarnya sendiri?” Liong Balado mendelik marah pada ART nya ini, yang tadi menggebu-nggebu memberi laporan padanya.“Emank si Picin ngomong apa sih
Seminggu kemudian, Remibara yang sudah jauh kabur meninggalkan kampung di mana Liong Balado dan istri-istrinya tinggal, kini hanya bisa menyesali kelakuannya.Ada rasa malu dan juga sesal di hatinya, kenapa sampai nekat menggauli Nyai Tari, padahal itu jelas-jelas istri orang.Arya dan Arjun yang setia menemani sungkan bertanya, mereka hanya mengikuti kemana tuan mudanya ini pergi.Mereka sampai di sebuah kota yang sangat rame, apalagi kota pelabuhannya, hilir mudik kapal besar dan kecil, dan ketiganya seperti biasa mencari rumah makan untuk mengisi perut, uang keping emas sekantong yang diam-diam Remibara ambil dari lemari penyimpanan uang milik Liong Balado, membuat ia tak sungkan menuju rumah makan mewah ini.Remibara tak sadar ini merupakan wilayah Kadipaten Pangsa, yang beberapa tahun lalu sempat bikin heboh, karena sang kepala Kadipatennya mendirikan Kerajaan Pangsa pisah dari Kerajaan Hilir Sungai.Namun niat Ki Basarah berhasil di tumpas Prabu Sembara dan puluhan ribu pasukan
Putri Gea lalu memasukan lagi pedangnya ke dalam sarung, karena dia melihat Remibara tidak menggunakan senjata.“Hmm…belum pernah aku melihat pria se-ganteng dia, mana pakaiannya bagus lagi, siapa sebenarnya si Remibara ini,” batin Putri Gea.Melihat Remibara malah berdiri saja tidak menyerangnya, Putri Gea langsung gemes, dia lalu melancarkan serangan pertama, yakni pembukaan Jurus Bangkui.Jari-jari lentiknya yang sudah terisi tenaga dalam membentuk cakar dan langsung mengarah ke wajah dan lambung Remibara.Remibara tentu saja kaget bukan main, jurus pembuka ini sudah sangat ganas dan menimbulkan angin dingin.Tapi Remibara dengan mudah bisa menghindar, merasa jurus pertama mudah dielakan Remibara tanpa menyerangnya. Putri Gea merasa remaja ini menganggapnya remeh, dia pun memperkuat seranganannya, dan lagi-lagi gagal, sudah lebih 5 jurus semuanya dengan mudah dielakan Remibara. Bukan main panasnya hati Putri Gea.“Keparat!” serunya marah dan kembali jurusnya menyerang dengan gerak