Pagi yang cerah diawali dengan sang surya menyingsing di ufuk Timur serta kicauan burung-burung riang bertengger di atas dahan, di lembah sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi terdapat sebuah rumah. Melihat bangunan rumah yang cukup besar itu sepertinya belum lama dibuat dan ada beberapa bagian dindingnya masih belum terpasang, di belakang bangunan rumah itu ada sebuah bangunan berukuran kecil tak berdinding hanya disekat kayu-kayu seukuran lengan orang dewasa. Dari bentuknya mirip sebuah kandang namun yang ada di dalam bukanlah binatang melainkan seorang lelaki berbadan cukup kekar sebaya dengan Panglima Kerajaan Malayu, di luar bangunan kecil itu terdapat beberapa orang lelaki dari bentuk pakaiannya mereka adalah orang-orang Padepokan Singa Putih. Cukup lama lelaki yang berada di dalam bangunan itu hanya duduk bersandar dengan raut wajah lemas, tak jauh di depannya duduk terlihat dua buah sisir pisang matang dan seruas bambu berisi air. “Jika kau bersikeras tidak makan dan minu
Tutur Rambi Singo diiringi tawannya, lalu ia memerintahkan para anak buahnya yang bertugas di sana untuk mengeluarkan Adipati Tampati dan membawanya ke arah belakang dari ruangan penyekapan itu... Dua orang anak buah Rambi Singo menggiring Adipati Tampati menuju ke tempat yang diinginkan Ketua mereka, awalnya Adipati Tampati terlihat tenang-tenang saja meskipun dipikirannya timbul rasa penasaran tentang maksud Ketua Padepokan Singa Putih membawanya ke belakang ruang penyekapan itu. Namun ketika beberapa orang anak buah Rambi Singo yang lain menggeser 9 buah batang bambu kering yang sengaja dilintangkan sejajar di tanah dan di atasnya terdapat unggukan jerami, terbelalaklah mata Adipati Tampati saat melihat tak jauh di depannya itu terdapat sebuah lubang yang cukup besar dan dalam. Lubang yang menganga itu lebih besar dari lubang sebuah sumur, mengenai dalamnya sampai saat ini tak seorang pun yang mengetahuinya begitu pula dengan ada tidaknya air di dasar atau pula makhluk lain yang
Arya juga melihat sebagian besar para anak buah Rambi Singo memang berada di kawasan padepokan itu, sementara yang menyebar di kawasan penduduk hanya beberapa orang saja. “Lalu apa yang musti aku lakukan sekarang setelah melihat dan mengetahui keberadaan Padepokan Singa Putih itu? Aku percaya jika Adipati Tampati memang disekap di sana, sebaiknya aku kembali ke rumah Idrus dan menunggu laporan darinya serta para pemuda Sikabau yang saat ini tengah memberi tahu para penduduk tentang rencana melawan orang-orang Padepokan Singa Putih itu.” Setelah berkata dalam hati, Arya melesat ke bawah lalu secara sembunyi-sembunyi pula kembali ke rumah Idrus. ****** Di dalam sebuah ruangan yang berada di bangunan Padepokan Singa Putih, tampak Rambi Singo duduk bersama Adipati Tampati serta orang anak buah Ketua Padepokan Singa Putih itu yang berdiri di belakang mereka duduk. “Sekarang katakan apa yang musti saya lakukan, Rambi?” Adipati Tampati memulai percakapan dengan bertanya. “Seperti yang
Rumah kediaman Adipati Tampati yang dalam beberapa hari yang lalu tak berpenghuni, sekarang telah terlihat seperti sediakalanya. Selain Adipati Tampati di sana terlihat juga anak dan istrinya serta dua orang pembantu, selama Adipati Tampati dalam penyekapan orang-orang Padepokan Singa Putih mereka tinggal di rumah kedua orang tua istrinya itu yang tidak jauh dari kediaman sosok yang ditunjuk mengepalai daerah Sikabau itu. Anak dan istri serta kedua pembantunya tentu saja tidak mengetahui penyebab dibebaskannya Adipati Tampati, karena memang Adipati Tampati merahasiakan perihal perjanjiannya dengan Rambi Singo itu. Dengan menggunakan seekor kuda yang biasa jadi tunggangannya, Adipati Tampati berkeliling keseluruh kawasan para penduduk. Tentu saja kehadiran Adipati Tampati di sana mengundang tanda tanya bagi para penduduk, Hamdan salah satu penduduk Sikabau yang memang memiliki sedikit keberanian dibandingkan para penduduk lainnya saat bertemu dengan Adipati Tampati langsung melontark
“Ada apa Randa? Kok kalian seperti dikejar-kejar datang terburu-buru begitu?” Tanya Arya yang masih merasa terkejut akan kedatangan Randa dan para pemuda Sikabau ke pendopo itu. Randa tak segera menjawab, ia terlebih dahulu mengatur napasnya yang tersengal-sengal karena memang sejak tadi berlari menuju pendopo rumah Idrus itu. “Sebaik kalian duduk dulu dan tenangkan diri kalian, setelah itu baru ceritakan apa yang sebenarnya terjadi.” Sambung Arya mengajak Randa dan para pemuda untuk duduk di pendopo. “Bahaya..! Bahaya sekali, Pendekar..!” Dengan napas yang belum teratur sempurna Randa bersuara. “Bahaya? Bahaya bagaimana? Idrus di mana, kok tidak kembali bersama kalian?” Arya kembali terkejut kali ini disertai rasa penasarannya akan perkataan terkesan mengantung yang baru saja diucapkan Randa. “Uda Idrus masih berada di pemukiman para penduduk, dia baik-baik saja begitu pula dengan kami.” Ujar Randa. “Lalu apa maksudnya dengan bahaya yang tadi kamu katakan itu?” Tanya Arya
Cukup lama Arya hanya terdiam dengan sesekali menggaruk-garuk kepalanya, semua itu karena begitu rumit untuk menerka-nerka apa sebenarnya yang terjadi dengan diri Adipati Tampati dan semua keputusannya itu. “Bagaimana kalau saya bertemu dengan Adipati Tampati di kediamannya, apakah salah seorang dari kalian bisa mengantar saya ke sana?” Akhirnya Arya bersuara, Idrus dan Randa saling pandang serta para pemuda Sikabau yang ada di pendopo itu. “Maaf Pendekar, kenapa Pendekar ingin menemui Adipati Tampati? Apakah nanti tidak akan terjadi hal-hal yang membuat Adipati Tampati tersinggung lalu marah?” Tanya Idrus kuatir. “Hemmm, kalian tidak perlu kuatir. Saya ingin menemui Adipati Tampati di kediamannya bukan untuk bertanya atau pula menyinggung kebijakannya yang telah ia sampaikan pada para penduduk tadi, melainkan hanya ingin meminta izin untuk tinggal beberapa hari di sini sebagai tamu.” Tutur Arya diiringi senyumnya. “Oh, kalau begitu saya yang akan antarkan Pendekar ke sana. Apa
“Sama-sama Arya, moga saja di salah satu Kerajaan itu kamu bisa menemukan Ibumu.” Harapan Adipati Tampati, Arya pun terlihat gembira..... Seorang wanita setengah baya datang ke ruang tamu di mana di sana Adipati Tampati tengah bercakap-cakap dengan Arya dan juga Idrus, wanita itu membawa beberapa cangkir minuman hangat berupa air jahe dicampur gula merah serta panganan ringan di atas sebuah talam. Setelah menaruh minuman dan makanan itu di atas meja, wanita yang diduga pembantu Adipati Tampati itu pun mohon diri untuk kembali ke ruangan belakang. “Mari silahkan diminum dan dicicipi makanannya!” Tawar Adipati Tampati begitu ramahnya pada Arya dan Idrus. “Terima kasih Tuan Adipati.” Ucap Arya dan Idrus bersamaan lalu mereka pun meminum dan mencicipi yang disuguhkan di meja itu. “Wah, minuman ini sangat nikmat dan segar sekali. Saya pikir minuman ini hanya ada di Pulau Jawa saja, ternyata di kediaman Tuan Adipati juga tersedia.” Puji Arya. “Hemmm, minuman air jahe ini memang be
Melihat hal itu tentu saja Arya dan juga Idrus terkejut, mereka bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi hingga Ketua pemuda Sikabau itu menghampiri saat mereka baru saja tiba di halaman rumah depan pendopo itu. “Ada apa Randa? Apa yang terjadi?!” Idrus yang bertanya. “Tidak ada apa-apa Uda Idrus, kami hanya kuatir saja pada Uda dan Pendekar karena sudah malam baru kembali. Makanya begitu saya melihat kalian, secara tak sadar saya berlari menghampiri.” Jawab Randa, Idrus dan Arya pun tersenyum lega. “Saya pikir tadi ada sesuatu yang terjadi di sini.” Ulas Arya. “Ya, saya juga berfikir demikian. Mari kita ke pendopo, kami akan menyampaikan hasil pertemuan kami dengan Adipati Tampati!” Ajak Idrus, Randa pun mengikuti langkah mereka menuju pendopo. “Jadi Uda Idrus dan Pendekar benar-benar sudah yakin jika semua yang berkaitan dengan kenaikan upeti 2 kali lipat itu bukan kebijakan dari pihak Kerajaan Malayu?” Tanya Randa begitu mereka telah duduk bersama-sama di pendopo. “Ben
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa