Enam orang Padepokan Singa Putih yang diberi tugas di bagian paling ujung Selatan daerah Sikabau tampak berjalan beriringan, sepertinya mereka satu kelompok setelah dibagi dari beberapa kelompok lainnya. Setiap kelompok yang terdiri dari 6 hingga 7 orang itu biasanya akan berpencar di kawasan yang ditugaskan itu untuk mengawasi para penduduk Sikabau, baik itu yang berada di pemukiman maupun di lahan persawahan. Tak jauh di belakang mereka terlihat Adipati Tampati, rupanya pemimpin daerah Sikabau itu hendak menuju kawasan sebelah Selatan daerah itu juga. Adipati Tampati berada di dalam kereta kuda yang dikendalikan satu orang kusir dan satu orang pengawal, ketika laju kereta kuda itu melambat karena jalan yang dilalui terdapat batu-batu kasar tiba-tiba berkelebat sosok bayangan putih melintas cepat di depan mereka. “Berhenti..!” Seru Adipati Tampati pada kusirnya begitu melihat sosok bayangan putih yang melintas di depan lalu menghilang ke dalam hutan di sebelah kanan posisi kereta
Sosok lelaki berpakaian putih memakai topeng itu tampak menggaruk-garuk kepalanya mendengar jawaban Adipati Tampati, di hatinya muncul rasa geram akan tetapi berusaha ia tahan. “Baiklah jika kamu bersikukuh untuk tidak mengatakan penyebab sebenarnya, saya akan tinggalkan kamu dalam keadaan tertotok seperti itu. Di hutan ini saya mencium banyak terdapat binatang buas dan berbisa, barang kali kamu memilih untuk mati digigit atau juga dilahap binatang-binatang itu!” Habis berkata lelaki bertopeng itu pun melesat meninggalkan Adipati Tampati yang tubuhnya kaku dalam keadaan tertotok. “Hei, tunggu..! Jangan tinggalkan saya dengan keadaan seperti ini..!” Adipati Tampati berseru, sosok lelaki berpakaian putih memakai topeng yang tadi terlihat melesat ke balik rimbun pepohonan tiba-tiba saja berbalik dan sekarang berdiri tegak di hadapan pemimpin daerah Sikabau itu. “Hemmm, rupanya kamu takut mati juga Adipati Tampati. He..! He..! He..! Sekarang katakan apa penyebabnya hingga kamu tega m
Maksud Adipati Tampati hendak bertemu dengan para penduduk di sebelah Selatan daerah Sikabau tadinya, dibatalkan setelah menyepakati semua yang diusulkan Arya. Pemimpin daerah Sikabau itu memilih kembali ke kediamannya setelah tiba di kereta kuda, sementara Arya yang tadi secara sembunyi-sembunyi mengawasi serta mengikuti Adipati Tampati pun memutuskan kembali ke rumah Idrus. Karena pergi sedari pagi buta hingga matahari telah condong ke ufuk Barat, tentu saja Idrus dan para pemuda serta beberapa penduduk Sikabau yang berkumpul di rumah dan sebagian lagi di pendopo terkejut melihat Arya berjalan santai di halaman menuju kediaman Idrus itu. “Pendekar telah kembali..!” Seru salah seorang pemuda yang berada di pendopo, mendengar seruan itu secara serentak baik yang berada di pendopo maupun di dalam rumah Idrus menyongsong Arya. “Dari mana saja Pendekar? Kami semua di sini cemas karena sejak pagi tadi Pendekar pergi tanpa memberi tahu.” Idrus yang bertanya. “Hemmm, maafkan saya jika
Karena mengetahui jika sang pendekar memandang ke arah mereka, Idrus dan Randa menganggukan kepala pertanda apa yang akan diputuskan Arya nanti akan mereka setujui. “Apakah tadi sebelum Adipati ke sini orang-orang Padepokan Singa Putih yang berada di rumah Adipati ada yang tahu?” Arya bertanya pada Adipati Tampati. “Hemmm, tentu saja tidak. Saya merahasiakan pertemuan kita ini dari mereka, saya mengatakan akan pergi menghadiri hajatan salah seorang penduduk yang berada di kawasan sebelah Utara sana.” Jawab Adipati Tampati yang terlebih dahulu menyunggingkan senyum. “Baguslah kalau begitu, berarti tidak akan ada yang tahu dari kelompok mereka jika saya mengusulkan rencana perlawanan kita itu besok selepas tengah hari. Bagaimana menurut Adipati?” Ujar Arya sembari bertanya kembali. “Saya setuju-setuju saja, bagaimana dengan kalian?” Jawab Adipati Tampati lalu arahkan pertanyaan pada para penduduk dan pemuda yang hadir di ruangan itu. “Kami setuju dengan yang diusulkan Pendekar,
Beberapa orang Padepokan Singa Putih yang tadinya berada di kediaman Adipati Tampati dan kawasan pemukiman penduduk lari tunggang langgang diamuk pasukan yang dipimpin Arya, mereka lari tak tentu arah memencar masuk ke dalam hutan. Dua sampai tiga orang memang ada yang berlari menuju padepokan mereka yang berada di lembah sebuah bukit, hal itu dibiarkan saja oleh Arya dan para penduduk agar sebagian besar orang-orang Padepokan Singa Putih termasuk Rambi Singo terkejut dan panik. Karena letak bangunan Padepokan Singa Putih itu tidaklah terlalu jauh maka Arya dan pasukannya tak butuh waktu lama untuk tiba di sana, orang-orang Padepokan Singa Putih itu semakin panik mengetahui jumlah pasukan yang dipimpin Arya terdiri dari para penduduk Sikabau itu berkai-kali lipat jumlah mereka. “Hei Adipati Tampati, apa maksud kau membawa para penduduk ke sini?!” Rambi Singo yang baru saja ke luar dari dalam ruang padepokan berkata sembari menghadang di barisan depan para anak buahnya. “Hemmm, co
Lubang yang pada dasarnya cukup lebar itu ternyata terlihat kecil oleh Arya yang berada di dasar belasan tombak dalamnya itu, air yang terdapat di dasar lubang pada saat itu memiliki kedalaman sebatas leher Arya. Bisa jadi bila hujan lebat turun air itu akan bertambah dan bisa dua kali lipat atau lebih dari kedalaman yang saat ini Arya rasakan, sementara di atas tepat di samping lubang itu Rambi Singo dan para anak buahnya tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil menjebak sang pendekar. “Akhirnya kau mampus juga pemuda sinting..! Kau pantas menerima semua itu karena telah kurang ajar ikut campur dengan urusan kami..! Ha..! Ha..! Ha..!” Rambi Singo merasa puas dengan keberhasilannya menjerumuskan Arya ke lubang naga itu, entah terdengar atau tidak semua cacian dari Ketua Padepokan Singa Putih itu yang pasti Arya tak menanggapinya. Rambi Singo dan beberapa anak buahnya yang berada di seputaran lubang naga itu segera kembali ke depan bangunan padepokan, di mana di sana para pendu
Lama kelamaan meskipun tubuh Arya tak tenggelam karena air di dasar lubang naga itu hanya sebatas lehernya, namun rasa dingin mulai menyelubungi tubuhnya yang memang terendam sebatas leher itu. Para penduduk Sikabau termasuk Idrus dan Randa sama sekali tidak tahu jika Arya terjebak di dalam lubang naga, pada saat pertempuran terjadi perhatian mereka hanya tertuju melawan orang-orang Padepokan Singa Putih. Arya di dasar lubang naga masih saja menggerutu bahkan sesekali terdengar makian pada Rambi Singo yang telah membuat dirinya terjebak di sana, semakin ia berusaha untuk naik meniti dinding-dinding lubang naga itu semakin menguras tenaganya karena selalu gagal dan terjatuh kembali. Arya kembali tengadah ke atas, kedua telinganya ia pasang mendengar ada tidaknya orang yang berada di kawasan lubang itu. “Tak terdengar satu pun dari mereka berada di atas sana, apakah mereka telah pergi dan mengira aku sudah mati? Bagaimana pula nasib Adipati Tampati dan para penduduk Sikabau? Oh Tuha
“Benar, sebelum membawamu ke sini Rambi terlebih dahulu datang memberi tahu saya tentang semua yang terjadi di daerah Sikabau. Setelah itu dia mohon izin dan meminta waktu untuk mencari dan membawamu ke sini untuk diadili atas kesalahan berat yang telah kamu lakukan, sebaiknya kamu mengaku saja jika tak ingin hukuman yang akan saya jatuhkan padamu makin berat!” Tutur Baginda Raja Kerajaan Malayu terlihat marah... “Ampunkan hamba yang mulia, semua yang dituduhkan Rambi itu sama sekali tidak benar. Ini semua fitnah, jadi apa yang musti hamba akui jika hal itu tidak pernah hamba lakukan.” Ujar Adipati Tampati masih berusaha untuk membela dirinya. “Sudahlah Tampati, akui saja semua yang telah kau lakukan itu. Yang mulia tidak akan percaya lagi dengan semua yang kamu katakan, jika memang kamu tak bersalah kenapa kamu tidak pernah datang ke sini beberapa bulan terakhir. Bukankah begitu yang mulia?” Rambi Singo mencari muka dengan menimpali hal yang dijelaskan Adipati Tampati tadi. “Be
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa