Lubang yang pada dasarnya cukup lebar itu ternyata terlihat kecil oleh Arya yang berada di dasar belasan tombak dalamnya itu, air yang terdapat di dasar lubang pada saat itu memiliki kedalaman sebatas leher Arya. Bisa jadi bila hujan lebat turun air itu akan bertambah dan bisa dua kali lipat atau lebih dari kedalaman yang saat ini Arya rasakan, sementara di atas tepat di samping lubang itu Rambi Singo dan para anak buahnya tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil menjebak sang pendekar. “Akhirnya kau mampus juga pemuda sinting..! Kau pantas menerima semua itu karena telah kurang ajar ikut campur dengan urusan kami..! Ha..! Ha..! Ha..!” Rambi Singo merasa puas dengan keberhasilannya menjerumuskan Arya ke lubang naga itu, entah terdengar atau tidak semua cacian dari Ketua Padepokan Singa Putih itu yang pasti Arya tak menanggapinya. Rambi Singo dan beberapa anak buahnya yang berada di seputaran lubang naga itu segera kembali ke depan bangunan padepokan, di mana di sana para pendu
Lama kelamaan meskipun tubuh Arya tak tenggelam karena air di dasar lubang naga itu hanya sebatas lehernya, namun rasa dingin mulai menyelubungi tubuhnya yang memang terendam sebatas leher itu. Para penduduk Sikabau termasuk Idrus dan Randa sama sekali tidak tahu jika Arya terjebak di dalam lubang naga, pada saat pertempuran terjadi perhatian mereka hanya tertuju melawan orang-orang Padepokan Singa Putih. Arya di dasar lubang naga masih saja menggerutu bahkan sesekali terdengar makian pada Rambi Singo yang telah membuat dirinya terjebak di sana, semakin ia berusaha untuk naik meniti dinding-dinding lubang naga itu semakin menguras tenaganya karena selalu gagal dan terjatuh kembali. Arya kembali tengadah ke atas, kedua telinganya ia pasang mendengar ada tidaknya orang yang berada di kawasan lubang itu. “Tak terdengar satu pun dari mereka berada di atas sana, apakah mereka telah pergi dan mengira aku sudah mati? Bagaimana pula nasib Adipati Tampati dan para penduduk Sikabau? Oh Tuha
“Benar, sebelum membawamu ke sini Rambi terlebih dahulu datang memberi tahu saya tentang semua yang terjadi di daerah Sikabau. Setelah itu dia mohon izin dan meminta waktu untuk mencari dan membawamu ke sini untuk diadili atas kesalahan berat yang telah kamu lakukan, sebaiknya kamu mengaku saja jika tak ingin hukuman yang akan saya jatuhkan padamu makin berat!” Tutur Baginda Raja Kerajaan Malayu terlihat marah... “Ampunkan hamba yang mulia, semua yang dituduhkan Rambi itu sama sekali tidak benar. Ini semua fitnah, jadi apa yang musti hamba akui jika hal itu tidak pernah hamba lakukan.” Ujar Adipati Tampati masih berusaha untuk membela dirinya. “Sudahlah Tampati, akui saja semua yang telah kau lakukan itu. Yang mulia tidak akan percaya lagi dengan semua yang kamu katakan, jika memang kamu tak bersalah kenapa kamu tidak pernah datang ke sini beberapa bulan terakhir. Bukankah begitu yang mulia?” Rambi Singo mencari muka dengan menimpali hal yang dijelaskan Adipati Tampati tadi. “Be
Idrus tak langsung menanggapi, ia arahkan pandangannya ke halaman depan pendopo di sana terlihat hujan masih turun dengan lebatnya dengan sesekali diselingi kilat dan petir. “Jika masalah para anak buah Rambi Singo yang berada di padepokan itu saya rasa tidaklah terlalu membahayakan kalau kita datang hanya sekedar mencari tahu keberadaan Pendekar, yang menjadi persoalan sekarang hujan masih lebat dan bagaimana kita akan ke sana?” Setelah beberapa saat hening akhirnya Idrus bersuara, Randa dan para pemuda serta beberapa orang penduduk Sikabau yang berada di pendopo itu secara bersamaan arahkan pandangan ke halaman. “Benar yang Uda Idrus katakan hujan masih lebat dan tidak memungkinkan sekarang kita menuju Padepokan Singa Putih itu, kalau saja siang hari tentu tidak akan menjadi persoalan tapi ini malam obor yang akan kita gunakan sebagai penerang jalan pasti akan padam.” Ujar Randa. “Kita tunggu saja, mudah-midahan hujan reda sebelum tengah malam nanti hingga kita dapat bersama-sa
“Bocah tolol...! Punya ilmu dan senjata mustika tak digunakan, punya teman tak dimintai pertolongan.” Suara itu terdengar jelas hingga Arya mendongakan kepalanya ke atas mencari sosok yang baru saja memaki sekaligus menasehatinya. “Eyang di mana?!” Seru Arya saat ia tak melihat sosok yang dipanggilnya itu di atas lobang tempat ia terperangkap itu. “Kau benar-benar tolol..! Bukankah saya bisa berbicara denganmu dari jarak yang jauh, apa kau lupa? Sekarang cepat lakukan apa yang tadi saya katakan!” Jawab sosok yang dipanggil Eyang itu, dia tidak lain adalah Guru Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas bernama Pandan Suri alias Nyi Konde Perak. Arya tak lagi mengeluarkan suara karena setiap berkata selalu dimaki, lagi pula ia tahu jika sang Eyang sudah tak mau menanggapinya. Arya sekarang menggaruk-garuk kepalanya, sesekali ia nyengir sendiri atas makian sekaligus nasehat dari Gurunya itu. “Aku memang tolol..! Eyang benar semua ilmunya telah dia turunkan kepadaku begitu juga dengan se
“Pendekar...?!” Seru terkejut saat mereka tiba di tempat di mana di sana tergeletak sosok pemuda tampan berpakaian putih dan di sebelahnya berjongkok salah seorang teman sesama petani. “Kita harus memberi tahu Idrus.” Ujar salah seorang dari mereka. “Ya, tapi sebelumnya alangkah baiknya kita bawa pendekar ke dangau sepertinya dia pingsan.” Jawab salah seorang petani yang berjongkok di sebelah tubuh sosok yang dipanggil pendekar itu, tanpa menunggu waktu lama beberapa orang dari mereka langsung membopong tubuh pendekar itu membawanya ke dangau yang terdekat. Tubuh sosok yang dipanggil pendekar yang tidak lain adalah Arya Mandu itu direbahkan di dalam dangau dengan kepala berbantal 3 potong kayu bulat sepanjang setengah meter, potongan kayu itu dibalut dan disatukan dengan kain hingga cukup nyaman untuk dijadikan ganjal kepala. Rupanya menjelang tubuh Arya dibopong ke dangau salah seorang dari mereka bergegas ke rumah Idrus yang saat itu kebetulan tidak ada kegiatan di luar atau
“Apa, Adipati Tampati dibawa ke istana Kerajaan Malayu?!” Idrus dan beberapa orang yang berada di dalam dangau mengangguk menanggapi keterkejutan Arya. “Apa tujuan Rambi Singo membawa Adipati Tampati ke istana Kerajaan itu? Lalu kenapa kalian tidak mencegahnya?” Sambung Arya, Idrus dan Randa saling berpandangan lalu salah satu dari mereka yang menjawab. “Maafkan kami pendekar, kami tidak tahu apa tujuan Rambi Singo itu membawa Tuan Adipati ke istana Kerajaan Malayu. Begitu pula kami tak kuasa mencegahnya, karena Rambi Singo mengancam akan membunuh Tuan Adipati jika kami melawan atau tak membiarkan keinginannya membawa Tuan Adipati saat itu juga.” Arya terdiam mendengar jawaban dari Idrus itu, beberapa saat pandangannya ia arahkan ke atap dangau yang terbuat dari dedaunan. “Sangat mengherankan kenapa Rambi Singo membawa Adipati Tampati ke istana Kerajaan Malayu, bukankah itu justru akan membahayakan dirinya sendiri karena sejatinya Adipati Tampati tentu merupakan salah seorang ke
Matahari tepat tegak lurus di atas puncak kepala, teriknya terasa sekali menyengat terlebih siang itu sangat cerah. Langit pun tampak biru dan nyaris tak terlihat awan di sana, angin yang bertiup seakan tak mampu mengusir hawa panas yang menyelubungi bumi. Cerahnya siang itu rupanya berlawanan dengan raut wajah seorang lelaki yang berdiri di tiang gantungan dengan kedua tangan terikat ke belakang dan matanya ditutup secarik kain, wajah lelaki itu muram pucat pasi badan hingga bibirnya pun tampak gemetar. Tiang gantungan tempat lelaki itu berdiri berada di halaman sebuah Kerajaan besar, di sekelilingnya tampak ratusan prajurit bersenjata tombak. Sementara tepat di depan istana yaitu di teras terlihat sosok lelaki memakai mahkota di kepalanya, sepertinya dia adalah Raja Kerajaan itu karena di sisi kanan dan kiri hingga belakangnya terdapat para pengawal. Selain kursi yang diduduki Raja, terlihat pula dua buah kursi yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Sebelah kanan diduduki seor
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa