“Ada apa Randa? Kok kalian seperti dikejar-kejar datang terburu-buru begitu?” Tanya Arya yang masih merasa terkejut akan kedatangan Randa dan para pemuda Sikabau ke pendopo itu. Randa tak segera menjawab, ia terlebih dahulu mengatur napasnya yang tersengal-sengal karena memang sejak tadi berlari menuju pendopo rumah Idrus itu. “Sebaik kalian duduk dulu dan tenangkan diri kalian, setelah itu baru ceritakan apa yang sebenarnya terjadi.” Sambung Arya mengajak Randa dan para pemuda untuk duduk di pendopo. “Bahaya..! Bahaya sekali, Pendekar..!” Dengan napas yang belum teratur sempurna Randa bersuara. “Bahaya? Bahaya bagaimana? Idrus di mana, kok tidak kembali bersama kalian?” Arya kembali terkejut kali ini disertai rasa penasarannya akan perkataan terkesan mengantung yang baru saja diucapkan Randa. “Uda Idrus masih berada di pemukiman para penduduk, dia baik-baik saja begitu pula dengan kami.” Ujar Randa. “Lalu apa maksudnya dengan bahaya yang tadi kamu katakan itu?” Tanya Arya
Cukup lama Arya hanya terdiam dengan sesekali menggaruk-garuk kepalanya, semua itu karena begitu rumit untuk menerka-nerka apa sebenarnya yang terjadi dengan diri Adipati Tampati dan semua keputusannya itu. “Bagaimana kalau saya bertemu dengan Adipati Tampati di kediamannya, apakah salah seorang dari kalian bisa mengantar saya ke sana?” Akhirnya Arya bersuara, Idrus dan Randa saling pandang serta para pemuda Sikabau yang ada di pendopo itu. “Maaf Pendekar, kenapa Pendekar ingin menemui Adipati Tampati? Apakah nanti tidak akan terjadi hal-hal yang membuat Adipati Tampati tersinggung lalu marah?” Tanya Idrus kuatir. “Hemmm, kalian tidak perlu kuatir. Saya ingin menemui Adipati Tampati di kediamannya bukan untuk bertanya atau pula menyinggung kebijakannya yang telah ia sampaikan pada para penduduk tadi, melainkan hanya ingin meminta izin untuk tinggal beberapa hari di sini sebagai tamu.” Tutur Arya diiringi senyumnya. “Oh, kalau begitu saya yang akan antarkan Pendekar ke sana. Apa
“Sama-sama Arya, moga saja di salah satu Kerajaan itu kamu bisa menemukan Ibumu.” Harapan Adipati Tampati, Arya pun terlihat gembira..... Seorang wanita setengah baya datang ke ruang tamu di mana di sana Adipati Tampati tengah bercakap-cakap dengan Arya dan juga Idrus, wanita itu membawa beberapa cangkir minuman hangat berupa air jahe dicampur gula merah serta panganan ringan di atas sebuah talam. Setelah menaruh minuman dan makanan itu di atas meja, wanita yang diduga pembantu Adipati Tampati itu pun mohon diri untuk kembali ke ruangan belakang. “Mari silahkan diminum dan dicicipi makanannya!” Tawar Adipati Tampati begitu ramahnya pada Arya dan Idrus. “Terima kasih Tuan Adipati.” Ucap Arya dan Idrus bersamaan lalu mereka pun meminum dan mencicipi yang disuguhkan di meja itu. “Wah, minuman ini sangat nikmat dan segar sekali. Saya pikir minuman ini hanya ada di Pulau Jawa saja, ternyata di kediaman Tuan Adipati juga tersedia.” Puji Arya. “Hemmm, minuman air jahe ini memang be
Melihat hal itu tentu saja Arya dan juga Idrus terkejut, mereka bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi hingga Ketua pemuda Sikabau itu menghampiri saat mereka baru saja tiba di halaman rumah depan pendopo itu. “Ada apa Randa? Apa yang terjadi?!” Idrus yang bertanya. “Tidak ada apa-apa Uda Idrus, kami hanya kuatir saja pada Uda dan Pendekar karena sudah malam baru kembali. Makanya begitu saya melihat kalian, secara tak sadar saya berlari menghampiri.” Jawab Randa, Idrus dan Arya pun tersenyum lega. “Saya pikir tadi ada sesuatu yang terjadi di sini.” Ulas Arya. “Ya, saya juga berfikir demikian. Mari kita ke pendopo, kami akan menyampaikan hasil pertemuan kami dengan Adipati Tampati!” Ajak Idrus, Randa pun mengikuti langkah mereka menuju pendopo. “Jadi Uda Idrus dan Pendekar benar-benar sudah yakin jika semua yang berkaitan dengan kenaikan upeti 2 kali lipat itu bukan kebijakan dari pihak Kerajaan Malayu?” Tanya Randa begitu mereka telah duduk bersama-sama di pendopo. “Ben
Enam orang Padepokan Singa Putih yang diberi tugas di bagian paling ujung Selatan daerah Sikabau tampak berjalan beriringan, sepertinya mereka satu kelompok setelah dibagi dari beberapa kelompok lainnya. Setiap kelompok yang terdiri dari 6 hingga 7 orang itu biasanya akan berpencar di kawasan yang ditugaskan itu untuk mengawasi para penduduk Sikabau, baik itu yang berada di pemukiman maupun di lahan persawahan. Tak jauh di belakang mereka terlihat Adipati Tampati, rupanya pemimpin daerah Sikabau itu hendak menuju kawasan sebelah Selatan daerah itu juga. Adipati Tampati berada di dalam kereta kuda yang dikendalikan satu orang kusir dan satu orang pengawal, ketika laju kereta kuda itu melambat karena jalan yang dilalui terdapat batu-batu kasar tiba-tiba berkelebat sosok bayangan putih melintas cepat di depan mereka. “Berhenti..!” Seru Adipati Tampati pada kusirnya begitu melihat sosok bayangan putih yang melintas di depan lalu menghilang ke dalam hutan di sebelah kanan posisi kereta
Sosok lelaki berpakaian putih memakai topeng itu tampak menggaruk-garuk kepalanya mendengar jawaban Adipati Tampati, di hatinya muncul rasa geram akan tetapi berusaha ia tahan. “Baiklah jika kamu bersikukuh untuk tidak mengatakan penyebab sebenarnya, saya akan tinggalkan kamu dalam keadaan tertotok seperti itu. Di hutan ini saya mencium banyak terdapat binatang buas dan berbisa, barang kali kamu memilih untuk mati digigit atau juga dilahap binatang-binatang itu!” Habis berkata lelaki bertopeng itu pun melesat meninggalkan Adipati Tampati yang tubuhnya kaku dalam keadaan tertotok. “Hei, tunggu..! Jangan tinggalkan saya dengan keadaan seperti ini..!” Adipati Tampati berseru, sosok lelaki berpakaian putih memakai topeng yang tadi terlihat melesat ke balik rimbun pepohonan tiba-tiba saja berbalik dan sekarang berdiri tegak di hadapan pemimpin daerah Sikabau itu. “Hemmm, rupanya kamu takut mati juga Adipati Tampati. He..! He..! He..! Sekarang katakan apa penyebabnya hingga kamu tega m
Maksud Adipati Tampati hendak bertemu dengan para penduduk di sebelah Selatan daerah Sikabau tadinya, dibatalkan setelah menyepakati semua yang diusulkan Arya. Pemimpin daerah Sikabau itu memilih kembali ke kediamannya setelah tiba di kereta kuda, sementara Arya yang tadi secara sembunyi-sembunyi mengawasi serta mengikuti Adipati Tampati pun memutuskan kembali ke rumah Idrus. Karena pergi sedari pagi buta hingga matahari telah condong ke ufuk Barat, tentu saja Idrus dan para pemuda serta beberapa penduduk Sikabau yang berkumpul di rumah dan sebagian lagi di pendopo terkejut melihat Arya berjalan santai di halaman menuju kediaman Idrus itu. “Pendekar telah kembali..!” Seru salah seorang pemuda yang berada di pendopo, mendengar seruan itu secara serentak baik yang berada di pendopo maupun di dalam rumah Idrus menyongsong Arya. “Dari mana saja Pendekar? Kami semua di sini cemas karena sejak pagi tadi Pendekar pergi tanpa memberi tahu.” Idrus yang bertanya. “Hemmm, maafkan saya jika
Karena mengetahui jika sang pendekar memandang ke arah mereka, Idrus dan Randa menganggukan kepala pertanda apa yang akan diputuskan Arya nanti akan mereka setujui. “Apakah tadi sebelum Adipati ke sini orang-orang Padepokan Singa Putih yang berada di rumah Adipati ada yang tahu?” Arya bertanya pada Adipati Tampati. “Hemmm, tentu saja tidak. Saya merahasiakan pertemuan kita ini dari mereka, saya mengatakan akan pergi menghadiri hajatan salah seorang penduduk yang berada di kawasan sebelah Utara sana.” Jawab Adipati Tampati yang terlebih dahulu menyunggingkan senyum. “Baguslah kalau begitu, berarti tidak akan ada yang tahu dari kelompok mereka jika saya mengusulkan rencana perlawanan kita itu besok selepas tengah hari. Bagaimana menurut Adipati?” Ujar Arya sembari bertanya kembali. “Saya setuju-setuju saja, bagaimana dengan kalian?” Jawab Adipati Tampati lalu arahkan pertanyaan pada para penduduk dan pemuda yang hadir di ruangan itu. “Kami setuju dengan yang diusulkan Pendekar,
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa