Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 368. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

368. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-10 15:47:35

Getaran dahsyat dan kuat yang berasal dari Jaya Tonggoh menyebar ke sekeliling. Kartasura dan Wira yang tengah berada di dalam tunggangan kelelawar raksasa mereka seketika menjauh sesaat, kemudian kembali mendekat ke sumber guncangan itu berasal. Keduanya terkejut saat melihat kubah pelindung Jaya Tonggoh menghilang, ditambah dengan asap kuat yang menyebar ke lingkup sekitar.

“Raka,” ujar Wira seraya menunjuk ke arah depan, tepatnya pada seekor siluman ular besar yang tengah bertarung dengan tiga pendekar.

Kartasura tercekat sesaat, lalu tersenyum setelahnya. “Siluman ular itu sepertinya adalah siluman ular bawahan Bangasera yang sudah membuat kekacauan selama ini. Lalu ketiga orang itu pastilah tiga petinggi golongan putih. Jika dilihat dari beberapa lubang besar yang menganga di Jaya Tonggoh, siluman ular itu sepertinya memasuki Jaya Tonggoh melalui bawah tanah.”

“Tapi aku sama sekali tidak melihat satu siluman ular yang lain, Raka.” Wira memberi tanda pada kelelawar tunggangnya unt
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   369. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wira kembali menunggangi kelelawar raksasanya. Hewan itu melesat cepat di atas jalan yang membelah hutan, mengikuti bau darah yang menguar sepanjang jalan. Kepakan sayap kelelawar itu menciptakan embusan angin pelan ke sekeliling meski dari kejauhan tidak terlihat benda apa pun yang melintas.Dalam waktu cukup singkat, Wira sudah melihat keberadaan para pendekar dan para tabib yang tengah melewati jalanan setapak. Iring-iringan mereka muncul dan menghilang dalam pandangan karena terhalang rimbunnya daun.Wira mempercepat pergerakan kelelawarnya, terbang merendah hingga berada di atas puncak pohon. Ia bisa melihat barisan panjang para pendekar dan tabib sepanjang jalan ketika mereka melewati jalan yang lebih luas. “Akan cukup sulit bagiku jika harus membunuh mereka saat ini sekaligus, terlebih para pendekar tampaknya sangat bersiaga. Aku harus segera memberi tahu Raka lebih dulu.”Wira memejamkan mata, memusatkan pikiran dengan dua tangan menyatu di depan dada. “Raka, apa kau bisa mend

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-10
  • Pendekar Kujang Emas   370. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Sementara itu, perhatian Sekar Sari terus tertuju pada bambu kuning di tangannya yang kembali berputar sangat cepat. “Ini gawat!”“Apa mungkin Wintara dan Nilasari sedang mengejar rombongan ini?” tanya Malawati yang berada di samping Sekar Sari. Tatapannya tertuju pada arah Jaya Tonggoh sesaat.Sekar Sari menoleh ke depan, samping dan belakang bergantian. Ia bisa melihat keberadaan tiga petinggi golongan putih. “Sepertinya memang begitu. Aku melihat tiga petinggi golongan putih meninggalkan Jaya Tonggoh dan ikut andil dalam menjaga rombongan saat ini.”“Kenapa bambu itu bisa bergerak ketika ada Wintara dan Nilasari di dekat kita?” selidik Malawati yang sejak tadi begitu penasaran.Sekar Sari mengembus napas panjang, melirik Malawati dengan jengkel. “Aku sudah membuat ramuan khusus dari beragam tanaman yang peka terhadap rangsangan kekuatan. Aku menambahkan tanah yang berisi kekuatan Wintara dan Nilasari pada ramuan itu. Jika Wintara dan Nilasari berada di dalam jarak dekat dengan kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-11
  • Pendekar Kujang Emas   371. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Tanah tiba-tiba saja berguncang hingga rombongan berhenti untuk sesaat. Beberapa tabib bahkan terjatuh hingga berguling-guling. Pepohonan bergerak ke kiri dan kanan bersamaan angin yang berembus kecang. Di samping rombongan, tiba-tiba saja tanah terbuka dari dalam dan menampilkan seekor siluman ular besar dengan mulut menganga.“Mereka datang!” ujar Sekar Sari dengan suara setengah berteriak. Bambu kuning di tangannya bergerak sangat cepat hingga mencipta angin ke sekeliling.Pepohonan seketika berterbangan dan bertumbangan, begitupun dengan beberapa tabib dan pendekar yang berada di sana. Satu per satu pendekar yang berhasil selamat melompat untuk menangkap rekan dan para tabib, sisanya berusaha menebas dan menghancurkan pohon yang terlempar ke arah rombongan.“Siluman ular!”“Siluman ular!”“Siluman ular!”“Mereka kembali datang menyerang!”“Selamatkan diri kalian!”Teriakan para tabib terdengar bersahutan. Kengerian di wajah mereka begitu tampak jelas. Suara ringkikan kuda terdenga

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-11
  • Pendekar Kujang Emas   372. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wira memberi tanda pada kelelawarnya untuk terbang merendah, kemudian melayangkan serangan ke sisi kiri dan kanan dalam waktu bersamaan. Penjaga yang berada di belakang seketika terbagi dua untuk memeriksa ledakan tersebut.Saat penjagaan kosong dan lengah, Wira melompat ke balik pohon, segera berganti busana, berjalan dengan terseok-seok, lalu pura-pura terjatuh dengan tangan yang bercucuran darah. “Tolong aku ….”“Segera tolong tabib itu,” ucap salah satu pendekar yang menunggangi kuda.Salah seorang pendekar datang menghampiri Wira, lalu menempatkannya di sebuah gerobak yang penuh dengan para tabib yang terluka. Wira seketika tersenyum bengis, mengutuk para pendekar bodoh itu di dalam hatinya. Meski penjagaan tampak ketat, nyatanya mereka abai terhadap kesalahan kecil yang dilakukan barusan.“Mari kita lihat ke mana rombongan ini akan berjalan,” gumam Wira.Sementara itu di hutan yang jauh dari Jaya Tonggoh, Limbur Kancana baru saja bertukar tempat dengan tiruannya yang sedang bers

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-11
  • Pendekar Kujang Emas   373. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Brajawesi memanggil kapak merahnya dengan segera. Senjata itu bergetar beberapa kali dan nyaris lepas dari genggaman. Pendekar bertanduk kerbau itu mendengkus kesal, lalu dengan cepat melepas kapak merahnya yang langsung melesat cepat.“Apa kau akan kembali menghinaku dengan cara curangmu, Tarusbawa?” Brajawesi memelotot tajam, mengepalkan tangan kuat-kuat.Kapak merah itu berputar-putar di sekeliling pasukannya beberapa kali, meluncur ke atas, lalu bergerak ke sebuah arah. Brajawesi menoleh pada pasukannya, kemudian berkata, “Teruskan perjalanan kalian. Kita harus bisa mencapai Jaya Tonggoh sebelum malam menjelang.”Pemimpin pasukan segera memberi tanda untuk mempercepat langkah kaki, sedang Brajawesi melesat cepat menuju kapak merahnya bergerak.“Aku tidak akan jatuh dalam rencana licikmu untuk kedua kalinya, Tarusbawa!” Brajawesi berdecak, menghimpun kekuatan di kedua tangan, kemudian melesatkan serangan ke berbagai arah dengan membabi buta. Kekuatannya lumayan terkuras karena sera

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Pendekar Kujang Emas   374. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Pertarungan antara Kartasura dan Kolot Raga masih terus berlanjut. Keduanya bagai dua bayangan yang saling bertumbukan di udara, saling melempar jurus dan beradu kekuatan.Kartasura dan Kolot Raga saling merenggang jarak, mendarat di puncak pohon yang berhadapan. Keduanya mengawasi keadaan masing-masing.“Kakek tua itu benar-benar merepotkan.” Kartasura berdecak dengan mata memelotot. Ia melesatkan kembali kuku- kuku beracunnya dan sialnya dapat dengan mudah ditepis oleh Kolot Raga dengan pedangnya.Kartasura menoleh ke langit yang mulai menampilkan warga jingga. Ia bisa merasakan benturan kekuatan dari dua tempat berbeda. “Apa yang dilakukan Wira saat ini? Apa dia sudah berhasil menyusup ke rombongan para tabib? Pendekar tua itu sama sekali tidak memberikanku kesempatan untuk menghubungi Wira.”Di saat yang sama, Kolot Raga menyadari jika hari mulai beranjak sore, terlebih kekuatannya sudah mulai terkuras dalam menghadapi Kartasura. “Aku harus segera menyelesaikan pertarungan ini sec

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Pendekar Kujang Emas   375. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Kartasura dan kelelawarnya tiba-tiba tertarik ke atas dengan sangat cepat, lalu terlempar sangat jauh dari tempat si Kolot Raga berada. Ia berusaha melepas kungkungan rantai, tetapi sialnya sangat sulit dilakukan. Kelelawarnya menghilang dan kembali ke bentuk cincin di jarinya.“Apa yang sebenarnya terjadi?” Kartasura mengerahkan kekuatannya kembali. Saat menoleh ke depan, ia tiba-tiba tercekat ketika melihat seorang pria berbaju serba hitam sudah berada di depannya. Dari telapak tangan sosok itulah kedua rantai yang melilitnya berasal.“Siapa kau?” Kartasura memelotot tajam, kembali berusaha melepas jeratan rantai. Saat mulutnya terbuka, tiba-tiba seseorang dengan pakaian serba hitam muncul dari balik seorang pendekar berbaju hitam yang sedang menjeratnya.Tarusbawa membawa Kartasura berpindah tempat dengan bantuan tiruan Limbur Kancana.“Aku berpindah tempat?” Kartasura tercengang hebat ketika melihat sekelilingnya sudah berubah. Ia bisa melihat sebuah pasukan tengah berjalan menuju

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • Pendekar Kujang Emas   376. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Kartasura tersenyum licik. Ia tentu tidak akan memberi tahu Argaseni bahwa para pendekar dan para tabib sudah melarikan diri dari Jaya Tonggoh, terlebih mengatakan bahwa Tarusbawa sudah memberikan ramuan penyembuh dan ramuan penawar racun kalong setan pada para petinggi golongan putih. Kabar tersebut terlalu berharga untuk dibagikan secara percuma.“Sepertinya Tarusbawa kembali ke Jaya Tonggoh untuk membantu para petinggi golongan putih.” Kartasura mendongak ke langit yang sudah diselimuti langit sore.Kartasura memanggil kembali kelelawar raksasanya, kemudian melompat ke atas punggung makhluk bersayap itu. “Tidak ada gunanya lagi aku bersama orang bodoh sepertimu, Argaseni.”“Kau!” Argaseni melompat seraya melayangkan tongkatnya yang mendadak memanjang.Kartasura pergi bersama kelelawarnya dengan cepat. Sapuan angin kuat seketika tercipta hingga mendorong tongkat Argaseni sekaligus mengenai pasukannya hingga terseret ke belakang.“Sepertinya Kartasura masih menyembunyikan sesuatu dar

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   677. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit sore berubah gelap, pertanda malam yang panjang akan tiba. Terlihat titik kecil yang terhampar luas di atas, ditambah bulan yang nyaris sempurna. Angin berembus kencang, menggoyangkan daun ke kiri dan kanan. Beberapa buah berjatuhan dari tangkai, menjadi makan malam untuk beberapa hewan. Para murid mulai keluar dari gubuk masing-masing, berjalan menuju ruangan makan, bergerombol. Mereka saling berbincang dan tertawa.Lingga keluar dari gubuk, tersenyum saat angin berembus. “Semua persiapanku sudah selesai. Aku harus menikmati malam ini dengan baik karena malam besok adalah hari ujianku. Aku merasa sangat tegang sekarang.”Panji Laksana muncul dari pintu yang terbuka, menutup pintu. Ia melihat para murid yang berjalan beriringan menuju ruangan makan. “Pemandangan ini sangat luar biasa untukku. Sejak dahulu, aku ingin merasakan menjadi murid padepokan.”Lingga menoleh sesaat, menuruni tangga. “Padepokan ini adalah tempat yang menyenangkan. Selain belajar untuk menjadi seorang pe

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status