Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 29. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

29. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-05 11:00:00

Sekar Sari bergerak maju untuk menyerang Limbur Kancana. Namun, pria itu lebih dahulu melesat ke luar gubuk.

“Ini benar-benar gawat,” ucap Sekar Sari dengan mata membulat. Ketika kakinya akan melangkah ke luar, ia tiba-tiba teringat dengan pria bernama Lingga yang masih berada di dalam gubuk.

Sekar Sari mendekat ke arah Lingga, mengamati pemuda itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dilihat dari sudut manapun, sosok yang masih terbaring di dipan itu benar-benar sempurna. Untuk beberapa saat, gadis itu larut dalam pesona Lingga.

Sekar Sari hendak menyentuh tangan Lingga dengan maksud untuk membangunkannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba tubuhnya justru terdorong mundur seperti dirinya baru saja menabrak dinding tak kasat mata. Suara auman harimau mendadak memenuhi ruangan.

Sekar Sari mundur beberapa langkah dengan tatapan yang tak lepas dari Lingga. “Apa yang sebenarnya terjadi? Sejak kapan ada harimau di tempat ini?” tanyanya dengan raut ketakutan.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
kailani gech
keren lah cerita nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   30. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Angin mendadak mengamuk di sekeliling lokasi pertarungan. Kawanan burung bergegas pergi dari sarang, memekik ketakutan, meliuk-meliuk di langit Lebak Angin. Pepohonan tampak bergoyang ke kiri dan kanan, menggugurkan dedauan, dan tak sedikit yang merobohkan ranting. Sekar Sari semakin menjauh dari lokasi pertempuran. Tubuhnya sempat melayang sesaat, tetapi untungnya gadis itu bisa kembali menapak di tanah setelah melilitkan selendang ke dahan pohon. Satu tangannya berusaha melindungi pandangan dari debu, kerikil dan batang pohon yang berterbangan. “Aku tidak mungkin bisa mendekat lebih dari ini,” ujar Sekar Sari. Di lokasi berbeda, empat bayangan hitam tampak berkelebat memasuki padepokan, lalu bergerak ke arah lokasi pertarungan. Empat pemuda itu terpaksa berhenti di dahan-dahan pohon yang agak jauh dari lokasi pertempuran. Serangan Ganawirya akhirnya bertubrukan dengan serangan yang diluncurkan Limbur Kancana. Kedua tangan mereka saling mengunci satu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   31. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Maafkan ketidaksopanan kami,” ucap Sekar Sari dan empat pendekar itu bersamaan. Mereka membungkuk sembari menempatkan kedua tangan di depan dahi. Sekar Sari terpejam beberapa saat, kembali mengingat bagaimana pertemuannya dengan Limbur Kancana. Pria itu dengan mudah dapat menghindari semua serangannya, bahkan tidak mendapat luka apa pun. Namun, yang menjadi ketakutannya sekarang adalah sikapnya yang kasar dan tidak sopan pada pria itu. Apa mungkin ia akan mendapat hukuman berat? “Ma-maafkan aku, Kakang Guru. Sejak bertemu denganmu aku sudah bertindak kurang ajar,” ujar Sekar Sari sembari kian menunduk dalam. “Aku siap menerima hukuman.” Limbur Kancana menoleh pada Sekar Sari. Pembawaannya yang serius kembali ke sediakala. Ia melompat-lompat kecil, lalu memutari gadis itu dan empat pendekar di sampingnya. “Kau akan aku hukum, Nyai.” Sekar Sari meneguk ludah, tak berani mendongak. “A-aku ... siap menerimanya.” “Kalau begitu, kau harus menyiapka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   32. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Syukurlah, kau selamat Lingga,” ujar Indra dengan wajah yang sudah basah oleh air mata, “kami berempat sudah mencarimu selama lima tahun lamanya.” Keempat pria itu mulai menjauh. Lingga sendiri hanya bisa diam karena terkejut. “Dengan begini kami bisa lega karena tugas kami untuk mencarimu sudah selesai,” timpal Meswara, “dan tugas kami selanjutnya adalah menjagamu sesuai dengan permintaan Ki Petot.” “Di mana aki?” tanya Lingga sembari menyentuh satu per satu bahu empat murid di depannya. “Di mana aki? Bagaimana keadaannya saat ini?” Indra, Jaka, Meswara dan Arya langsung menunduk, tak berani mengatakan apa pun untuk saat ini. Mereka masih terkejut karena Lingga nyatanya justru yang mendatangi tempat ini. “Apa yang kalian maksud dengan kalian yang mencariku selama lima tahun? Dan ke mana saja aku selama ini? Kenapa saat terbangun tubuhku bukan lagi tubuh anak-anak? Kenapa aku tidak bisa mengingat apa-apa?” tanya Lingga beruntun. “Pama

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   33. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Pe-pewaris ... kujang emas?” tanya Lingga memastikan. Untuk kesekian kalinya, ia menatap satu per satu orang di dekatnya. “Ke-kenapa harus aku? Paman ... pasti bohong. Bagaimana mungkin aku ... bisa menjadi pewaris pusaka kujang emas sementara aki saja tidak pernah mengizinkanku berlatih silat?” Ruangan dalam waktu singkat didekap keheningan. Lingga menunduk, mengepal tangan kuat-kuat. Kepalanya seperti akan meledak menjadi potongan kecil ketika mendengar hal tersebut. Banyak hal yang belum ia mengerti sampai saat ini, dan sekarang dirinya harus dihadapkan pada ucapan bahwa dirinya adalah seorang pewaris sebuah senjata hebat yang menjadi incaran banyak orang. Apakah itu mungkin? “Di mana aki?” Lingga menatap satu per satu orang di dalam ruangan bergantian. “A-aku ... harus bertanya pada aki mengenai kebenarannya. Bukannya kujang emas itu adalah pemberian aki? Aku ... aku tidak mungkin—” “Lingga, apa yang kau dengar barusan adalah sebuah kebenaran. Menjadi pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   34. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga seketika tercekat ketika mendengar kenyataan tersebut. Seluruh tubuhnya bergetar kuat seiring darah yang bergejolak hebat. Tembok ketegaran yang berusaha ia bangun mendadak sirna. Ada setetes air mata yang dengan cepat ia seka sebelum berhasil menyentuh pipi.Lingga seperti berada di tempat asing tak berpenghuni, lalu tenggelam dalam lubang tak berkesudahan. Ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, meninggalkan ruang hampa yang tak mungkin kembali terisi dan tergantikan oleh apa pun.Bibir Lingga terbuka beberapa kali, tetapi tak ada suara maupun kata-kata yang menjelma. Tangan kanan pemuda itu menyentuh kepala, mengelusnya perlahan. Rasanya baru kemarin ia protes karena seringkali mendapat getokan di kepala. Namun, saat ini ia begitu merindukan hal tersebut. Semua bayangan sosok Ki Petot benar-benar menyesaki perasaan dan pikirannya.Lingga bangkit dari kursi, mundur beberapa langkah dengan tatapan kosong. Ia tanpa sadar meremas surat di tangannya. &ldquo

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   35. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Di sisi tebing, Sekar Sari tengah memeluk kedua lutut dengan wajah sembap. Gadis itu sesekali melempar kerikil ke arah sungai di bawahnya. Giginya bergemelatuk ketika mengingat nasib nahas yang terjadi pada dirinya dan keluarganya.“Semua ini gara-gara, Lingga,” hardik Sekar Sari seraya bangkit dengan tangan mengepal. Pandangannya menatap tajam ke arah pantulan bulan di riak air. “Setampan apa pun dia, aku akan tetap membencinya.”“Sekar Sari,” panggil Indra yang muncul dari rimbunnya pepohonan. Ia datang bersama Jaka, Meswara dan Arya.“Ada apa, Kakang?” tanya Sekar Sari sembari menoleh. Pandangannya kembali tertuju pada riak air. “Aku tidak segan mengusirmu jika kau hanya akan membela Lingga.”“Kau baik-baik saja?”Indra dan ketiga temannya mendekat.Sekar Sari tiba-tiba saja berdiri, mengepal tangan kuat-kuat. Ada selaput bening di bola matanya ketika tertimpa cahaya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   36. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Keesokan paginya, saat matahari masih tampak malu-malu tampil di ufuk timur, padepokan mendadak sepi karena para gadis sedang mengintip seorang pemuda bertelanjang dada yang tengah berlatih di sungai. Mereka ramai-ramai bersembunyi di balik pohon dan semak-semak. Sementara itu, para murid laki-laki tengah disibukkan dengan membelah batang pohon yang tumbang menjadi kayu bakar, lalu mengumpulkannya di dapur padepokan.Kerumunan itu tiba-tiba bubar ketika Ganawirya muncul di depan mereka.Dalam waktu singkat, para gadis itu dibuat kalang kabut. Beberapa di antara mereka bahkan terjatuh dan saling menabrak satu sama lain.“Sekar Sari turunlah,” perintah Ganawirya.Sekar Sari yang bersembunyi di balik rindang pohon seketika menjatuhkan diri.“Apa yang sedang kau lakukan di sana?” tanya Ganawirya yang membelakangi gadis itu. “Kembali ke padepokan sebelum aku menghukummu.”“Ba-baik, Guru.” Seka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Pendekar Kujang Emas   37. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga dan Limbur Kancana makan seperti kesetanan ketika berada di ruangan makan. Keduanya lahap menghabiskan sajian di meja. Para pelayanan silih berganti membawa makanan kepada mereka.Di luar ruang makan, para murid perempuan mengintip aksi Lingga. Mereka tersenyum malu melihat bagaimana pemuda itu menghabiskan makanan dengan lahap. Kabar tersiar dengan cepat hingga halaman depan yang tadinya masih sepi kini dipenuhi oleh para gadis yang berkerumun.“Itu ayam milikku, Paman,” ujar Lingga saat Limbur Kancana mengambil ayam dari tangannya.Limbur Kancana dengan mudah menggetok kepala Lingga. Dengan mulut menguyah, ia berkata, “Aku ... harus ... mengisi tenagaku setelah menjagamu selama ini, ditambah semalam aku sudah bertarung dengan Ganawirya.”Lingga mengelus kepalanya dengan tangan kiri. Pemuda itu berusaha mengambil sisa ayam di tangan Limbur Kancana dengan gerakan senyap, tetapi ia justru kembali mendapat getokan.&ldq

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-06

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status