Brakk...!
Tulang dada terasa patah semua. Orang berbaju hitam dengan lengan bajunya yang putih itu ternyata termasuk orang yang kuat. Biar tubuhnya tinggal tulang-belulang tapi ia mampu bertahan menghadapi serangan sekeras itu. Dalam waktu sekejap ia mampu bangkit dari jatuhnya. Walau wajahnya menyeringai menahan rasa sakit di bagian dada, tapi ia masih mampu melompat ke arah Baraka dengan menghantamkam kapaknya.
Wuung...!
Baraka melompat ke samping, kapak pun menghantam tempat kosong. Karena gerakannya dari atas ke bawah, maka kapak itu pun menancap di pasir pantai. Tapi dengan sekali sentak, kapak berantai itu mampu melesat mundur dan ditangkap dengan satu tangan oleh Tengkorak Tobat.
Rupanya orang berambut kucai yang mengenakan ikat kepala merah dengan usia sekitar empat puluh tahun itu termasuk orang yang tak mau memberi kesempatan pada lawan seriusnya untuk bertobat dalam arti melarikan diri. Baraka yang sebenarnya ingin mengejar Ranting Kumis jadi t
HATI siapa yang nggak sedih melihat seorang teman digantung mirip kentongan? Cuma hati robot yang nggak sedih, sebab hati robot terbuat dari besi baja. Tapi hatinya Baraka nggak seperti robot. Waktu ia mendengar kabar dari mulut orang dalam kedai tentang hal itu saja hatinya langsung teriris menjadi beberapa bagian. Perih sekali."Hei, apa kalian tak ingin lihat orang mati digantung?" ujar lelaki kurus yang baru masuk kedai itu."Siapa yang mati digantung itu?""Ken Warok, cucunya almarhum Ki Mangut Pedas!""Hahh...!" beberapa orang kedai kaget secara spontan. Demikian pula halnya dengan Baraka yang hendak mencaplok ketan bakar. Ketan bakar itu sempat pula lompat dari depan mulut gara-gara kuping si tampan Baraka mendengar kabar itu."Di mana anak itu digantungnya?" tanya seseorang, entah siapa, Baraka nggak kenal.Si pembawa berita menjawab, "Di hutan tepi desa!""Ah, masa' sih? Kedengarannya nggak masuk akal deh, soalnya kemarin sor
"Dendam seseorang dapat bikin Ken Warok harus mati digantung seperti itu. Kalau bukan karena dendam mendalam, tentunya Ken Warok hanya cukup ditikam jantungnya, tak perlu digantung terjungkir begitu. Dendam itu pasti timbul dari orang yang sangat dikecewakan oleh Ken Warok. Orang itu pasti benci sekali dengan Ken Warok. Hmm.... lalu siapa orang yang sebenci itu terhadapnya? Setahuku, Ken Warok itu bukan orang jahat. Ilmu silatnya pun paspasan. Lalu, persoalan apa sebenarnya yang bisa membuat seseorang sampai hati membunuhnya dengan cara begitu? Persoalan cinta? Oh, ya.... Mungkin saja. Setahuku Ken Warok memang rada-rada mata keranjang. Nggak boleh lihat perempuan montok sedikit, bawaannya pengin nyodok aja! Jangan-jangan dia serong sama istri orang, atau istri orang yang serong sama dia? Mana yang benar?"Ken Warok dikenal Baraka sebagai cucu Ki Mangut Pedas. Tokoh tua itu sudah mati. Waktu mau mati dipergoki Baraka. Sang tokoh tua kasih amanat pada Baraka untuk temui cucuny
"Kau tidak perlu tahu siapa aku, tapi aku sudah tahu siapa kau sebenarnya, Baraka," kata si gadis dengan sinis. "Kehadiranku menemuimu di sini bukan untuk pamer nama di depanmu, tapi untuk mencabut nyawamu dengan cara apa pun!""Eit, galak juga nih cewek! Nyalinya cukup besar, sesuai dengan bentuk dadanya." Karena Baraka hanya tersenyum kalem, maka si gadis jadi agak dongkol. Namun ia masih bisa menahan kedongkolan itu di dalam hati.Ia hanya berkata dengan ketus lagi. "Kalau kau nggak berani melawanku, kuberi waktu untuk melarikan diri. Setelah lima puluh hitungan kau akan kukejar dan ku kubur sendiri di dasar laut!"Tawa si ganteng bermata kebiruan-biruan mirip bule itu sempat membuat tubuhnya bergerak-gerak. Suara tawanya memang tak terdengar jelas, tapi cukup membuat si gadis makin dongkol lagi karena merasa disepelekan."Kayaknya nafsu banget mau bunuh aku, ya? Salahku apa sih?"Si gadis tersenyum sinis. Tapi malah tambah manis dan membangkitk
Gadis bergaya tomboy itu baru mau sebutkan namanya setelah dilumpuhkan Pendekar Kera Sakti. Keadaannya yang lemas terkulai bagai kehilangan seluruh tenaganya itu membuat Baraka punya kesempatan untuk mengancam."Kalau kau tak mau sebutkan namamu, aku tak akan pulihkan keadaanmu!"Dengan hati dongkolnya bukan kepalang, apalagi melihat senym Baraka berkesan mengejek kekalahannya, maka gadis centik itu terpaksa sebutkan nama dengan nada ketus dan dingin."Rembulan Pantai!"Baraka mendongak memandang ke langit. "Mana... Nggak ada rembulan di pantai ini kok!""Namaku Rembulan Pantai, tolol!"Baraka tertawa. Gadis itu berusaha mengalihkan pandangannya dari Baraka. Tengsin, alias malu-malu jengkel. Hatinya sempat membatin kata, "Sayang aku dengan begitu mudah dibuatnya begini, kalau tidak, uuh...! Benar-benar kubelah-belah kepalanya yang kayak semangka tanpa biji itu! mudah-mudahan saja dia mau pulihkan keadaanku. Gawatnya kalau aku ditinggal kabur
Baraka segera pandangi pohon tempat datangnya sinar putih perak, lalu ia berseru kepada seseorang yang bersembunyi di balik kerimbunan daun pohon tersebut."Turunlah! Kalau memang kau punya urusan dengan Rembulan Pantai, jangan begitu caranya. Selesaikan secara ksatria!"Wuutt...! Jleg...!Orang yang ngumpet di atas pohon itu benar-benar turun. Cuma anehnya, saat ia turun tak terdengar suara daun bergemerisik sedikit pun. Bahkan dahan dan ranting pun tak bergerak, selembar daun pun tak ada yang rontok, padahal lompatan orang tersebut cukup kuat. Pasti ia punya ilmu peringan tubuh dan ilmu gerakan yang cukup tinggi. Buktinya dalam waktu singkat ia sudah berada dalam jarak tujuh langkah di depan Baraka.Sesaat Baraka terkesiap begitu mengetahui bahwa tokoh tersebut adalah seorang perempuan gemuk berwajah lebar. Diperkirakan usianya sekitar dua puluh empat tahun. Memakai pakaian coklat dengan belahan baju di bagian dada tersingkap lebar. Tak heran jika kedua
Lemakwati menggerang panjang dengan mengerahkan tenaga hawa panasnya. Tangannya bergerak-gerak dengan lambat seperti mengangkat beban berat. Tubuhnya yang sudah berdiri itu menjadi gemetar bersama mulutnya yang menganga lebar serukan suara perlawanan."Heaaahh...! Hiiiaaah...! Hoooaah...! Hiihh!"Wuuut...!Sebuah pukulan bertenaga dalam cukup tinggi dilepaskan dengan cara menyentakkan kedua tangan ke depan. Baraka yang tadi terbengong melihat gerakan Dewi Lemakwati kini menjadi terjungkal ke belakang. Pukulan yang dilepaskan Lemakwati bukan saja mengandung tenaga dorong sangat kuat, tapi juga mempunyai hawa panas yang membuat tubuh Baraka tersengat dalam satu kejutan kuat.Brrukk...!Baraka jatuh dengan posisi miring. Tulang sikunya membentur batu yang ditikam tubuhnya. Batu itu pecah, tapi wajah Baraka menyeringai kesakitan. Tulang sikunya bagai ikut pecah juga."Wow...! Panasnya! Badanku seperti disetrika. Uuuh...! Gawat!""Baraka,
"Uuhhg...! Keji kau... licik!" suara Baraka begitu beratnya karena ia harus menahan rasa sakit di sekujur tubuh. Ia menggeliat-geliat di tanah mirip cacing kepanasan. Kulit tubuHnya menjadi merah matang. Bintik-bintik hitam mulai tumbuh dari tiap pori-pori kulitnya. Bintik hitam itu adalah cairan pembusuk yang sebentar lagi akan membuat sekujur tubuh Baraka menjadi bangkai bernyawa. Aroma bau busuk pun mulai menyebar ke mana-mana."Kau tak akan sempat mengobati dirimu sendiri, karena racun 'Tapak Kubur' tidak bisa dikalahkan dengan obat penawar apa pun. Hanya beberapa orang saja yang mampu kalahkan racunku, itu pun jika ia tahu betul di mana sumber racun 'Tapak Kubur'. Jika tidak, ia tak akan mampu sembuhkan dirimu dari keganasan racunku, Baraka. Cepat atau lambat akhirnya kau akan mati dalam keadaan busuk dan menjijikkan. Nah, sampai di sini perjumpaan kita, Baraka bodoh! Barangkali kita bisa bertemu lagi jika dunia sudah kiamat!"Gadis cantik itu ternyata 'raja tega'
Gadis gembrot itu ternyata sengaja menghilang dari Baraka dan kembali ke tempat semula, namun di perjalanan ia pergoki keadaan pemuda berpakaian rompi kulit ular emas itu itu cukup mencemaskan hati. Lemakwati bermaksud ingin mengambil alih Baraka. Tapi Rani Adinda mempertahankan karena masih asing dengan si gembrot berwajah lebar itu."Dia dalam keadaan terkena racun 'Tapak Kubur'! aku harus segera membawanya dan meminta bantuan guruku!""Percayalah padaku, tinggalkan saja pemuda itu di sini, karena aku akan mengobatinya dengan caraku sendiri!""Nggak bisa! Aku belum kenal siapa dirimu, bagaimana aku bisa percaya dengan maksud baikmu itu!""Aku saudara sepupunya, namaku Dewi Lemakwati!""Jika kau saudara sepupunya, mengapa kau menghentikan langkahku dengan cara kasar seperti tadi?"Lemakwati sunggingkan senyum berkesan nyengir. "Hanya untuk bikin kejutan saja. Aku tak bermaksud kasar padamu. Tapi jika kau ngotot, aku terpaksa benar-benar ber