Baraka segera pandangi pohon tempat datangnya sinar putih perak, lalu ia berseru kepada seseorang yang bersembunyi di balik kerimbunan daun pohon tersebut.
"Turunlah! Kalau memang kau punya urusan dengan Rembulan Pantai, jangan begitu caranya. Selesaikan secara ksatria!"
Wuutt...! Jleg...!
Orang yang ngumpet di atas pohon itu benar-benar turun. Cuma anehnya, saat ia turun tak terdengar suara daun bergemerisik sedikit pun. Bahkan dahan dan ranting pun tak bergerak, selembar daun pun tak ada yang rontok, padahal lompatan orang tersebut cukup kuat. Pasti ia punya ilmu peringan tubuh dan ilmu gerakan yang cukup tinggi. Buktinya dalam waktu singkat ia sudah berada dalam jarak tujuh langkah di depan Baraka.
Sesaat Baraka terkesiap begitu mengetahui bahwa tokoh tersebut adalah seorang perempuan gemuk berwajah lebar. Diperkirakan usianya sekitar dua puluh empat tahun. Memakai pakaian coklat dengan belahan baju di bagian dada tersingkap lebar. Tak heran jika kedua
Lemakwati menggerang panjang dengan mengerahkan tenaga hawa panasnya. Tangannya bergerak-gerak dengan lambat seperti mengangkat beban berat. Tubuhnya yang sudah berdiri itu menjadi gemetar bersama mulutnya yang menganga lebar serukan suara perlawanan."Heaaahh...! Hiiiaaah...! Hoooaah...! Hiihh!"Wuuut...!Sebuah pukulan bertenaga dalam cukup tinggi dilepaskan dengan cara menyentakkan kedua tangan ke depan. Baraka yang tadi terbengong melihat gerakan Dewi Lemakwati kini menjadi terjungkal ke belakang. Pukulan yang dilepaskan Lemakwati bukan saja mengandung tenaga dorong sangat kuat, tapi juga mempunyai hawa panas yang membuat tubuh Baraka tersengat dalam satu kejutan kuat.Brrukk...!Baraka jatuh dengan posisi miring. Tulang sikunya membentur batu yang ditikam tubuhnya. Batu itu pecah, tapi wajah Baraka menyeringai kesakitan. Tulang sikunya bagai ikut pecah juga."Wow...! Panasnya! Badanku seperti disetrika. Uuuh...! Gawat!""Baraka,
"Uuhhg...! Keji kau... licik!" suara Baraka begitu beratnya karena ia harus menahan rasa sakit di sekujur tubuh. Ia menggeliat-geliat di tanah mirip cacing kepanasan. Kulit tubuHnya menjadi merah matang. Bintik-bintik hitam mulai tumbuh dari tiap pori-pori kulitnya. Bintik hitam itu adalah cairan pembusuk yang sebentar lagi akan membuat sekujur tubuh Baraka menjadi bangkai bernyawa. Aroma bau busuk pun mulai menyebar ke mana-mana."Kau tak akan sempat mengobati dirimu sendiri, karena racun 'Tapak Kubur' tidak bisa dikalahkan dengan obat penawar apa pun. Hanya beberapa orang saja yang mampu kalahkan racunku, itu pun jika ia tahu betul di mana sumber racun 'Tapak Kubur'. Jika tidak, ia tak akan mampu sembuhkan dirimu dari keganasan racunku, Baraka. Cepat atau lambat akhirnya kau akan mati dalam keadaan busuk dan menjijikkan. Nah, sampai di sini perjumpaan kita, Baraka bodoh! Barangkali kita bisa bertemu lagi jika dunia sudah kiamat!"Gadis cantik itu ternyata 'raja tega'
Gadis gembrot itu ternyata sengaja menghilang dari Baraka dan kembali ke tempat semula, namun di perjalanan ia pergoki keadaan pemuda berpakaian rompi kulit ular emas itu itu cukup mencemaskan hati. Lemakwati bermaksud ingin mengambil alih Baraka. Tapi Rani Adinda mempertahankan karena masih asing dengan si gembrot berwajah lebar itu."Dia dalam keadaan terkena racun 'Tapak Kubur'! aku harus segera membawanya dan meminta bantuan guruku!""Percayalah padaku, tinggalkan saja pemuda itu di sini, karena aku akan mengobatinya dengan caraku sendiri!""Nggak bisa! Aku belum kenal siapa dirimu, bagaimana aku bisa percaya dengan maksud baikmu itu!""Aku saudara sepupunya, namaku Dewi Lemakwati!""Jika kau saudara sepupunya, mengapa kau menghentikan langkahku dengan cara kasar seperti tadi?"Lemakwati sunggingkan senyum berkesan nyengir. "Hanya untuk bikin kejutan saja. Aku tak bermaksud kasar padamu. Tapi jika kau ngotot, aku terpaksa benar-benar ber
Terdengar pula suara Lemakwati berkata, "Sebentar lagi kau akan sembuh, Sayang! Sabar dulu, ya?"Tubuh pendekar tampan itu dibaringkan dalam keadaan rapi; kaki lurus dan kedau tangan merapat lurus di samping tubuh."Pejamkan matamu," kata Lemakwati, dan Baraka hanya bisa mengikuti perintah itu, matanya terpejam pelan-pelan. Gadis gembrot bergincu tebal ada di samping kir Baraka, berlutut dan mengangkat kedua tangannya setinggi dada. Kedua tangan itu bergerak pelan-pelan dalam keadaan mata terpejam.Tiba-tiba dari kedua telapak tangan itu memancar sinar putih perak berasap tipis. Sinar itu jatuh ke tubuh Baraka. Di mana tangan itu bergerak di situlah sinar tersebut menyapu tubuh Baraka yang membusuk dan menjijikkan. Tetapi setiap bagian yang terkena semburan sinar putih menjadi cepat kering. Kulit yang mengelupas atau berkerut bergerak menutup seeprti semula. Warna hitam berubah menjadi merah samar-samar, lalu dalam kejap berikutnya warna kulit itu berubah menjad
Leher Baraka diciumi, kadang digigit-gigit kecil. Baraka merasa sedang diambang maut, seakan darahnya akan dihisap habis oleh makhluk yang menyeramkan sejenis drakula. Baraka memejamkan mata menahan niat untuk mendorong kepala itu dari lehernya."Apakah kau masih belum bergairah walah sudah kuciumi seperti tadi?"Baraka gelengkan kepala dengan wajah sedih. Tahu-tahu si gembrot menyeringai bagaikan menemukan akal untuk membangkitkan semangat bercinta Baraka. Sebuah tembang riang didendangkan sambil tubuhnya meliuk-liuk memamerkan tantangan bercumbunya."La, la, la, la... Li, li, li, li..."Tubuh gemuk yang tak cukup satu pelukan Baraka itu semakin berani melenggak-lenggok dengan rambut bersanggul mulai dilepaskan. Rambut itu kini terurai. Biasanya rambut terurai adalah ajakan seorang wanita untuk saling memadu kemesraan dan dapat membangkitkan selera bagi si lelaki. Tapi yang dialami Baraka kalau itu justru semakin membuatnya ingin lari."Malah kaya
"Dua ilmu bertarung di angkasa! Hmm...! tenaga dalam siapa yang saling menyerang dari jarak sejauh itu? pasti pemiliknya adalah tokoh tua berilmu tinggi!"Baraka sengaja merenungi hal itu beberapa saat. Dan tiba-tiba ia dikejutkan kembali dengan munculnya sinar merah seperti tadi dari arah timur. Kali ini ada dua sinar merah yang melesat menuju ke arah barat. Namun dari arah barat muncul pula dua sinar biru seperti tadi, berekor panjang dengan bagian depan seperti bola berapi biru. Keduanya bertabrakan di udara dan menimbulkan ledakan dahsyat yang membahana, menggetarkan bumi lebih keras dari yang pertama tadi.Blegaarr...! Blaarr...!Langit terang sekejap, lalu warna hitam malam menjelma lagi begitu sinar ungu hasil benturan dua tenaga dalam jarak jauh itu padam tinggalkan gelombang getaran.Baraka sempat rasakan tanah cadas yang dipijaknya bagai mau retak ia segera lompat ke tempat lain, walau sebenarnya tanah cadas itu tidak menjadi retak beneran. "Pen
"Kok bisa jadi begitu?" pikir Pendekar Kera Sakti bingung sendiri. "Padahal hanya sedikit tenaga yang kugunakan."Baraka tampak menyimpan rasa sesal dalam hatinya. Ia merenung sesaat hingga temukan kesimpulan bahwa Silabang ilmunya tak tinggi, sehingga dadanya mudah jebol dan ditaburi busa-busa salju yang memutih.Di tempat Silabang terkapar tak bernyawa, terdengar suara geram Wisesa yang mengutuk pernyerang temannya itu. Baraka merasa akan terjadi pertarungan yang membawa korban antara dirinya dengan Wisesa, atau Wisesa akan semakin murka kepada perempuan itu hingga tak segan-segan membunuhnya. Maka, sebelum hal itu terjadi Baraka segera menyambar perempuan yang terkapar itu dan membawanya lari dengan gerakan melebihi kecepatan anak panah.Zlaap...!Tentu saja hilangnya perempuan itu membuat Wisesa bingung dan semakin murka, sehingga ia berteriak-teriak sendiri melepas kemarahannya sambil menghantamkan tenaga dalamnya ke beberapa pohon.Perempuan
Belati Binal tidak bisa bicara lagi. Wajah Pendekar Kera Sakti memperlihatkan kebulatan tekadnya yang nggak bisa dicegah lagi. Namun hati Belati Binal diamdiam menyimpan kecemasan, karena empat hari yang lalu ia mendengar kabar bahwa Ratu Cadar Jenazah menyatakan kesediannya membantu pihak Dalang Setan jika musuh Dalang Setan yang akan dihancurkan adalah Nyai Camar Langit. Jika sampai Baraka berhadapan dengan Dalang Setan, tentunya pihak Ratu Cadar Jenazah akan ikut menyerang Pendekar Kera Sakti.Padahal kesaktian Ratu Cadar Jenazah jika digabungkan dengan ilmunya si Dalang Setan akan menjadi suatu kekuatan yang sulit ditumbangkan."Kalau kularang, dia pasti akan marah padaku," pikir Belati Binal. "Kalau kubiarkan dia dapat mengalami celaka, bisa-bisa membawa kematiannya tiba. Lalu bagaimana aku harus mencegah niatnya itu? aku harus menggunakan siasat agar Baraka tidak berhadapan dengan dua kekuatan yang membahayakan itu."-o0o-MALAM itu ju
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di