Yang terlihat dimata Baraka sekarang bukanlah sosok tua renta yang sebelumnya terbaring lemah tak berdaya dengan kulit tipis kering sekedar membalut tulang, bukan sosok bertubuh keriput seperti nenek-nenek menjelang ajal dan juga bukan sosok gadis pesakitan. Kini yang terbaring di atas Batu Pualam Hitam adalah sesosok gadis cantik jelita berkulit putih mulus tinggi semampai. Sepasang bibir merah merekah alami terukir indah di mulut, sedang diatasnya terdapat sebentuk hidung mancung ditingkahi dengan pipi kemerah-merahan. Sepasang mata gadis secantik bidadari tersebut masih tertutup rapat dalam masa tidur panjangnya. Dada membusung di balik baju yang dipakai terlihat turun naik dengan lembut, bagai tanda kehidupan tetap berada di raga cantik Ningrum.
Kecantikan dan keagungan Ningrum benar-benar sempurna, bagaikan seorang bayi yang terlahir kembali untuk ke dua kalinya! Baraka sendiri sampai terpesona melihat aura keagungan yang terpancar dari raga tidur Ningrum.
"Bukan
Tiba-tiba saja Ningrum meringsut mendekat kearah Baraka dan menjatuhkan kepalanya didadanya seraya berkata ; “Itu artinya, kakang tidak boleh jauh-jauh dari Ningrum, selamanya berada disisi Ningrum”Lagi-lagi wajah Baraka berubah mendengar kata-kata lembut itu. Ningrum mengangkat wajahnya dan memandang lekat-lekat kearah kedua mata Baraka. Mata indah yang baru Ningrum sadari, “Ternyata kedua mata kang Baraka berwarna biru... Indah sekali” batinnya.“Ningrum...” ucapan lembut Baraka menyadarkan Ningrum dari lamunannya yang terkagum-kagum melihat kedua bola mata biru milik Baraka.“Oh.. Eh iya kang” kata Ningrum dengan terbata-bata.“Melamunkan apa sih, pasti melamun jorok”“Iihhh... kakang!," sahut Ningrum sambil melayangkan cubitan mesra.Pasangan muda mudi ini saling canda tawa. Keakraban dan kemesraan begitu cepat terjalin diantara keduanya sampai malam menjelang.&nb
NINGRUM tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya, dirinya yang saat itu berada dipelukan, gerakan tiba-tiba Ningrum, tentu saja membuat Baraka ikut terbangun. “Ada apa Ningrum?”“Aku bermimpi bertemu Dewa Abadi lagi kang”“Mimpi apa?” tanya Baraka dengan kening berkerut.Bukannya menjawab Baraka, Ningrum justru bangkit dari rebahannya, meraih pakaiannya dan mengenakannya kembali dihadapan Baraka yang masih menatapnya dengan penuh makna. Ningrum kemudian turun dari ranjang batu beralaskan tikar yang terbuat dari daun kelapa itu. Lalu berjalan kearah salah satu obor yang menerangi tempat itu. Baraka ikut bangkit dan kembali mengenakan celananya. Lalu berjalan kearah Ningrum dan kini keduanya sudah berdiri didepan salah satu obor yang menerangi tempat itu.Baraka tampak bingung melihat kearah Ningrum yang tampak dengan khusuk memperhatikan dinding yang ada dihadapannya. Ingin ber
Ningrum menyeruak keluar dari bawah air, rambut hitam panjangnya telah basah sempurna hingga membentuk sebuah caping legam di atas kepala. Air bening bagai memenuhi seraut wajah cantik memukau terus mengalir turun ke leher jenjang, meluncur cepat di atas sepasang bukit-bukit kenyal nan padat di dadanya. Beberapa butiran sisanya tertahan di ujung-ujung bukit kembar. Kelopak matanya berkerejap pelan meruntuhkan tetesan air, ujung hidungnya yang bangir serta sudut-sudut bibirnya yang memerah muda begitu basah menawan.Ningrum tersenyum manis kepada seorang pemuda yang duduk menjuntai kaki dimasukkan ke dalam air di atas batu di pinggir kolam. Pemuda yang tak lain Baraka membalas senyum Ningrum tanpa melepaskan pandangan mata ke tubuh indah Ningrum yang kini muncul perlahan-lahan dari dalam air. Mula-mula hanya senyum dan wajah manis yang tampak. Berikutnya leher jenjang keluar dari permukaan air, diikuti membawa serta pemandangan menakjubkan dari dada montok menantang yang basah
Setiap hari yang dilakukannya hanyalah berada di depan pintu gerbang Perguruan Bambu Wulung, berdiri mematung seharian penuh, tidak makan dan tidak minum. Jika dipaksa, paling banter satu sendok tidak lebih. Nilasari berdiri mematung seolah menantikan sang adik pasti kembali di sisinya. Dalam hitungan hari, minggu, bulan telah dilalui, hingga tepat dua tahun Nilasari dengan setia menunggu kedatangan Ningrum ditempat yang sama. Hanya kalau sudah tidak kuat berdiri dan lelah yang teramat sangat, Nilasari jatuh tertidur di tempat itu.Rangga Wulung sendiri sudah merasa putus asa melihat penderitaan batin istrinya, terlebih lagi pada kehamilan istrinya yang pertama sempat mengalami keguguran, membuatnya semakin mengkhawatirkan kondisi kesehatan istrinya yang semakin lama semakin menurun. Segala macam bujukan sudah ia gunakan, tapi membuat niat Nilasari tidak pudar sedikit pun. Namun sebagai suami yang bijak, Rangga Wulung maklum dengan apa yang dialami Nilasari tercinta. Untungla
“Bagaimana, ya…,” Rangga Wulung ragu-ragu.“Jangan terlalu lama berpikir seperti itu, Kang!” usik Baraka pada pemuda kekar yang saat itu mengenakan pakaian lurik, sehingga nampak seperti rakyat biasa.“Baik… baik. ” Rangga Wulung menyerah.Mereka pun menjalankan pedati ke sudut dekat kedai makan, tidak jauh dari panggung itu. Sebentar kemudian, pedati itu ditambatkan di situ. Dalam hati Rangga Wulung, setelah mereka cukup puas melihat keramaian itu, barulah akan mencari bahan keperluan sehari-hari.“Ingat, jangan coba macam-macam!” pesan Rangga Wulung tatkala mereka turun dari pedati. Baraka hanya mengacungkan satu ibu jarinya seraya mencibir. Seakan-akan, dia meyakinkan Rangga Wulung agar tak perlu khawatir dengan dirinya. Kerumunan orang makin padat saat mereka telah bergabung. Banyak dari mereka yang hadir berpakaian seperti layaknya orang persilatan. Beberapa orang menyandang pedang, sebagi
“Apa kau sudah gila?! Aku jelas bukan tandingan orang itu…,” sentak Rangga Wulung.Belum lagi Rangga Wulung sempat menarik keluar Baraka dari kerumunan, kembali terdengar jeritan menggiriskan dari atas panggung. Rupanya seorang lagi menemui kematian di tangan Jari Setan. Dan Rangga Wulung makin tidak betah untuk tetap di sana. Agak kasar dan tergesa, ditariknya tangan Baraka.“Ayo!, Kita pergi dari sini Baraka!’ seru Rangga Wulung seraya menarik kuat-kuat pergelangan tangan yang dipegangnya.Rangga Wulung terkejut bukan main! Ternyata yang ditariknya bukan lagi tangan Baraka, melainkan tangan seorang laki-laki tua. Rangga Wulung hanya bisa mendengus kesal. Rupanya pada saat dia terpana barusan, Baraka sempat menukar tangannya dengan tangan seorang aki yang kebetulan berada di dekatnya. Tentu orang tua keriput itu mengamuk sejadi-jadinya. Bibirnya yang sudah berlipat keriput seperti kain lusuh, menyemburkan makian pedas, tepat di de
Degh…!“Aaakh…!”Satu tamparan dengan punggung tangan telak sekali mendarat di wajah Jari Setan. Di iringi jerit kesakitan tubuh Ki Bayuganda terpental keras, melayang bagai tanpa bobot.Dari mulutnya, tersembur percikan merah yang menciprati sebagian penonton. Ketika jatuh berdebum di tanah, barulah orang-orang tahu kalau Ki Bayuganda atau si Jari Setan-lah yang melayang. Dan ketika menyentuh tanah, dia sudah kehilangan nyawa. Matilah tokoh kejam itu di tangan orang anak tanggung yang tak pernah sedikitpun disebut-sebut dalam rimba persilatan."Hidup Baraka...! Hidup Baraka...!""Hidup Baraka...!"-o0o-SENJA mulai meremang di Perguruan Bambu Wulung. Di depan padepokan, tampak Baraka tengah termenung. Memang, setelah menamatkan riwayat Jari Setan, pikirannya mulai dirasuki keinginan untuk menjajal keanehan yang terjadi tiba-tiba dalam dirinya, terutama mengenai kedahsyatan tenaganya sekarang. Baraka tidak be
Keduanya terus saling melumat dan tenggelam dialam cinta birahi mereka, sosok Ningrum yang sejak tadi membelakangi Baraka kini sudah berbalik menghadap Baraka dan sudah memeluk leher Baraka dengan erat. Baraka sendiri tampak sudah menarik erat tubuh Ningrum kedalam pelukan hangatnya, kedua muda mudi ini terlihat begitu menikmati apa yang mereka lakukan. Rasa rindu, cinta dan nafsu birahi sudah bercampur menjadi satu. Setelah cukup lama saling melumat, akhirnya keduanya saling melepas dengan bibir tersenyum.-o0o-Ketika malam telah merayap. Dan ketika Baraka terlelap. Orang tua berpakaian serba putih itu datang lagi dalam mimpi Baraka. Kalau saja anak muda dari Lembah Kera ini pernah mengenal atau pernah melihat Ki Ageng Buana yang kesohor itu, sudah tentu akan langsung mengenali gambaran seseorang yang muncul dalam mimpinya.Dengan senyum berwibawa, Ki Ageng Buana dalam mimpi itu membelai-belai rambut Baraka. ”Pergilah kau ke Gunung Batu. Temui wanita-wan