Degh…!
“Aaakh…!”
Satu tamparan dengan punggung tangan telak sekali mendarat di wajah Jari Setan. Di iringi jerit kesakitan tubuh Ki Bayuganda terpental keras, melayang bagai tanpa bobot.
Dari mulutnya, tersembur percikan merah yang menciprati sebagian penonton. Ketika jatuh berdebum di tanah, barulah orang-orang tahu kalau Ki Bayuganda atau si Jari Setan-lah yang melayang. Dan ketika menyentuh tanah, dia sudah kehilangan nyawa. Matilah tokoh kejam itu di tangan orang anak tanggung yang tak pernah sedikitpun disebut-sebut dalam rimba persilatan.
"Hidup Baraka...! Hidup Baraka...!"
"Hidup Baraka...!"
-o0o-
SENJA mulai meremang di Perguruan Bambu Wulung. Di depan padepokan, tampak Baraka tengah termenung. Memang, setelah menamatkan riwayat Jari Setan, pikirannya mulai dirasuki keinginan untuk menjajal keanehan yang terjadi tiba-tiba dalam dirinya, terutama mengenai kedahsyatan tenaganya sekarang. Baraka tidak be
Keduanya terus saling melumat dan tenggelam dialam cinta birahi mereka, sosok Ningrum yang sejak tadi membelakangi Baraka kini sudah berbalik menghadap Baraka dan sudah memeluk leher Baraka dengan erat. Baraka sendiri tampak sudah menarik erat tubuh Ningrum kedalam pelukan hangatnya, kedua muda mudi ini terlihat begitu menikmati apa yang mereka lakukan. Rasa rindu, cinta dan nafsu birahi sudah bercampur menjadi satu. Setelah cukup lama saling melumat, akhirnya keduanya saling melepas dengan bibir tersenyum.-o0o-Ketika malam telah merayap. Dan ketika Baraka terlelap. Orang tua berpakaian serba putih itu datang lagi dalam mimpi Baraka. Kalau saja anak muda dari Lembah Kera ini pernah mengenal atau pernah melihat Ki Ageng Buana yang kesohor itu, sudah tentu akan langsung mengenali gambaran seseorang yang muncul dalam mimpinya.Dengan senyum berwibawa, Ki Ageng Buana dalam mimpi itu membelai-belai rambut Baraka. ”Pergilah kau ke Gunung Batu. Temui wanita-wan
”Maaf, aku salah masuk... ” kata Baraka beranjak pergi (masa’ sudah jalan sejauh itu, baru ngomong kalau kesasar, hehehe... ! kacau! Kacau!). Bagaimana tidak beranjak pergi, karena pilar tunggal penyangga langitnya sudah menggeliat bangun karena melihat pemandangan yang memang sanggup membuatnya pilar tunggal penyangga langitnya bangun tanpa dipaksa.”Malu-maluin aja ni otong,” pikir Baraka sambil balik badan. ”Liat gadis sedikit licin saja, maunya nyodok melulu.” Gadis bergaun putih berjalan mendekat lalu tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.”Kau sudah bangun?” katanya lembut sambil menyentuh tangan kiri pemuda dari Lembah Kera.Baraka kembali memutar tubuh. Jarak keduanya cuma setengah jangkauan saja.”Ya ampun! Mantap bener ni cewek,” pikir Baraka rada jorok sambil mengamati gadis di depannya. Katanya kemudian, lalu katanya dengan sedikit nyengir kuda. ”Apakah... kalian semu
Plok! Plok! Plok!Serentak ke sepuluh dara lainnya bangun dan berdiri di belakang Dara Emas. Mendadak Dara Emas duduk berlutut dengan kepala tertunduk."Salam hormat kepada Tuan Majikan!" kata ke sepuluh dara itu serempak.Baraka kaget!Sontak ia berdiri dan matanya memandang berkeliling, namun tidak ada satu pun di tempat itu kecuali mereka berdelapan."Kalian bicara kepadaku?" tanya Baraka, heran."Benar, Tuan Majikan!" kembali suara serempak terdengar."Tapi... aku bukan majikan kalian!?" tanya Baraka semakin heran."Sekarang ini, Tuan adalah majikan kami," sahut Dara Emas, mewakili teman-temannya."Waduh... tidak bisa, tidak bisa! Aku bukan siapa-siapa kalian," kembali Baraka menolak. Lucunya, pilar tunggal penyangga langit si pemuda tetap tegak menantang!"Meski bukan siapa-siapa, Tuan tetaplah majikan kami," ujar Dara Hijau.Baraka meringis untuk beberapa saat, lalu bertanya,”Apa sudah tidak bis
"Ehhmm... gitu ya..” kata mereka berdua serempak.Lalu secara bersamaan pula...Cupp!Ciuman mesra mendarat di pipi kanan-kiri Baraka."Gimana, masih pusing?" tanya Dara Hitam sambil melepas jeweran.Baraka hanya haha-hihi saja sambil mengusap telinga dan pipi bergantian.“Aduh, gimana, ya!?"“Uuuhh, bilang saja kalau mau nambah!" seru Dara Jingga.Cupp, cupp!"Udah deh... udah... ampe sesak napas, nih!?" sahut Baraka dengan terengah-engah, lalu katanya, ”Terus, kalau kalian sudah kalah, apa yang harus kulakukan!?"“Nah… karena kau sudah menjadi majikan kami, apa pun yang kau inginkan dari kami bersepuluh, apa pun itu, kami akan melaksanakan dengan patuh. Meski nyawa kami bersepuluh kau minta sekaligus, Sepuluh Dara Ghaib tidak akan menolak sedikitpun!" ucap tegas Dara Emas.“Kalau nyawa … enggaklah. Aku tidak sekejam itu," seloroh Baraka dengan mulut monyon
“Siapa kakek gurumu Baraka?”“Ki Ageng Buana...”“Ki Ageng Buana!” seru Nyi Naga Geni terkejut. “Pendekar Kilat Buana yang kesohor itu?!” sambung Nyi Naga Geni lagi. Wajah Nyi Naga Geni tampak berubah saat melihat wajah Baraka menggeleng.“Setahuku, di tanah Jawa ini. Ki Ageng Buana hanya satu”“Benar nyai, kakek guru, Ki Ageng Buana memang hanya satu, tapi julukannya Pendekar Kilat Buana, tidak pakai yang kesohor” kata Baraka tersenyum simpul.Gurauan Baraka membuat semua murid-murid Perguruan Naga Kencana menjadi senyum-senyum sendiri, bahkan sampai terdengar ada yang cekikan sambil menahan tawa. Nyi Naga Geni sendiri hanya geleng-geleng kepala saat menyadari kalau pemuda yang ada dihadapannya ini memang suka bercanda.“Sekarang, coba kau ceritakan sedikit tentang dirimu, Baraka” pinta Nyi Naga Geni.Baraka menghela nafas, dan ; “Aku berasal da
“Aku sudah memiliki rajah Naga Emas ini sejak lahir nyai” jawab Baraka akhirnya. Kali ini wajah Nyi Naga Geni yang tampak berubah mendengar ucapan Nyi Naga Geni.“Berarti tak salah lagi, kaulah orang dalam ramalan, seperti yang dikatakan oleh ayahku, Baraka”“Apa! Ramalan lagi, lagi-lagi ramalan, hah...” batin Baraka mendesah. “Kenapa banyak sekali orang percaya dengan ramalan”Sebelumnya, Sepuluh dara Ghaibpun mengatakan tentang ramalan kepada dirinya. Sebelum Baraka sempat menjawab ucapan Nyi Naga Geni, Nyi Naga Geni telah lebih dulu menyambung ucapannya.“Ayahku juga memiliki rajah naga di punggungnya Baraka, hanya saja tidak berwarna emas seperti milikmu” kali ini wajah Baraka berubah terkejut mendengar hal itu.“Mendiang ayahku bilang, suatu saat nanti akan datang seseorang dengan rajah naga ditubuhnya yang akan mewarisi jurus terakhir Naga Pamungkas, jurus ‘Naga Murkha&rs
Nyi Naga geni memang sengaja menggenjot Baraka berlatih siang dan malam, hanya beristirahat sebentar, kemudian berlatih lagi, karena Nyi Naga geni ingin Baraka secepatnya terjun ke dunia luar, dimana saat ini Nyi Naga geni mendengar, di luar sana. Angkara Murka semakin merajalela dimana-mana. Dan hari ini tepat disaat Baraka menyempurnakan jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo. Nyi Naga geni meminta Baraka untuk datang menghadapnya.Kini keduanya sudah berhadapan satu sama lain, tanpa ada satupun murid-murid Perguruan Naga Kencana yang ada disana menyertai mereka.“Kau sudah berhasil menguasai jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo Baraka”“Terima kasih nyai, semua berkat bimbingan nyai kepada saya. Maaf kalau saya selalu menguji kesabaran nyai” ucap Baraka dengan penuh khidmat.Nyi Naga geni tersenyum bijak mendengar hal itu. Selama dalam masa bimbingannya, Nyi Naga geni memang mengagumi sifat Baraka
“Kek...,” tegur Baraka setengah berbisik ketika telah berada di sisi orang tua berbaju putih itu. Baraka diam sebentar, sambil terus mengamati tindakan orang tua itu.“Kek...! Hey, Kakek,” ulang Baraka lebih keras.Tapi orang yang ditegur tetap saja mematung tanpa gerak sedikit pun. Baraka mencoba memanggil lagi. Bahkan tangannya pun sudah bergerak-gerak nakal di depan wajah orang tua itu. Hasilnya, tetap nihil. Orang tua itu belum juga memberi tanggapannya. Sekali lagi dicobanya untuk menegur dengan suara lebih keras, sampai akhirnya, dia jadi menggerutu sendiri.“Huh!”Baraka mulai jengkel, karena orang yang ditegurnya seakan menganggapnya sekadar nyamuk buduk.“Apa kau memang tuli, Kek? Apa aku harus berteriak tepat di telingamu? Ya..., baiklah!” gumam pemuda bermata biru ini, seperti orang kehilangan akal.Lalu....“Kek...! Oooi, Kakek!” jerit Baraka tak tanggung-tanggung