Plok! Plok! Plok!
Serentak ke sepuluh dara lainnya bangun dan berdiri di belakang Dara Emas. Mendadak Dara Emas duduk berlutut dengan kepala tertunduk.
"Salam hormat kepada Tuan Majikan!" kata ke sepuluh dara itu serempak.
Baraka kaget!
Sontak ia berdiri dan matanya memandang berkeliling, namun tidak ada satu pun di tempat itu kecuali mereka berdelapan.
"Kalian bicara kepadaku?" tanya Baraka, heran.
"Benar, Tuan Majikan!" kembali suara serempak terdengar.
"Tapi... aku bukan majikan kalian!?" tanya Baraka semakin heran.
"Sekarang ini, Tuan adalah majikan kami," sahut Dara Emas, mewakili teman-temannya.
"Waduh... tidak bisa, tidak bisa! Aku bukan siapa-siapa kalian," kembali Baraka menolak. Lucunya, pilar tunggal penyangga langit si pemuda tetap tegak menantang!
"Meski bukan siapa-siapa, Tuan tetaplah majikan kami," ujar Dara Hijau.
Baraka meringis untuk beberapa saat, lalu bertanya,”Apa sudah tidak bis
"Ehhmm... gitu ya..” kata mereka berdua serempak.Lalu secara bersamaan pula...Cupp!Ciuman mesra mendarat di pipi kanan-kiri Baraka."Gimana, masih pusing?" tanya Dara Hitam sambil melepas jeweran.Baraka hanya haha-hihi saja sambil mengusap telinga dan pipi bergantian.“Aduh, gimana, ya!?"“Uuuhh, bilang saja kalau mau nambah!" seru Dara Jingga.Cupp, cupp!"Udah deh... udah... ampe sesak napas, nih!?" sahut Baraka dengan terengah-engah, lalu katanya, ”Terus, kalau kalian sudah kalah, apa yang harus kulakukan!?"“Nah… karena kau sudah menjadi majikan kami, apa pun yang kau inginkan dari kami bersepuluh, apa pun itu, kami akan melaksanakan dengan patuh. Meski nyawa kami bersepuluh kau minta sekaligus, Sepuluh Dara Ghaib tidak akan menolak sedikitpun!" ucap tegas Dara Emas.“Kalau nyawa … enggaklah. Aku tidak sekejam itu," seloroh Baraka dengan mulut monyon
“Siapa kakek gurumu Baraka?”“Ki Ageng Buana...”“Ki Ageng Buana!” seru Nyi Naga Geni terkejut. “Pendekar Kilat Buana yang kesohor itu?!” sambung Nyi Naga Geni lagi. Wajah Nyi Naga Geni tampak berubah saat melihat wajah Baraka menggeleng.“Setahuku, di tanah Jawa ini. Ki Ageng Buana hanya satu”“Benar nyai, kakek guru, Ki Ageng Buana memang hanya satu, tapi julukannya Pendekar Kilat Buana, tidak pakai yang kesohor” kata Baraka tersenyum simpul.Gurauan Baraka membuat semua murid-murid Perguruan Naga Kencana menjadi senyum-senyum sendiri, bahkan sampai terdengar ada yang cekikan sambil menahan tawa. Nyi Naga Geni sendiri hanya geleng-geleng kepala saat menyadari kalau pemuda yang ada dihadapannya ini memang suka bercanda.“Sekarang, coba kau ceritakan sedikit tentang dirimu, Baraka” pinta Nyi Naga Geni.Baraka menghela nafas, dan ; “Aku berasal da
“Aku sudah memiliki rajah Naga Emas ini sejak lahir nyai” jawab Baraka akhirnya. Kali ini wajah Nyi Naga Geni yang tampak berubah mendengar ucapan Nyi Naga Geni.“Berarti tak salah lagi, kaulah orang dalam ramalan, seperti yang dikatakan oleh ayahku, Baraka”“Apa! Ramalan lagi, lagi-lagi ramalan, hah...” batin Baraka mendesah. “Kenapa banyak sekali orang percaya dengan ramalan”Sebelumnya, Sepuluh dara Ghaibpun mengatakan tentang ramalan kepada dirinya. Sebelum Baraka sempat menjawab ucapan Nyi Naga Geni, Nyi Naga Geni telah lebih dulu menyambung ucapannya.“Ayahku juga memiliki rajah naga di punggungnya Baraka, hanya saja tidak berwarna emas seperti milikmu” kali ini wajah Baraka berubah terkejut mendengar hal itu.“Mendiang ayahku bilang, suatu saat nanti akan datang seseorang dengan rajah naga ditubuhnya yang akan mewarisi jurus terakhir Naga Pamungkas, jurus ‘Naga Murkha&rs
Nyi Naga geni memang sengaja menggenjot Baraka berlatih siang dan malam, hanya beristirahat sebentar, kemudian berlatih lagi, karena Nyi Naga geni ingin Baraka secepatnya terjun ke dunia luar, dimana saat ini Nyi Naga geni mendengar, di luar sana. Angkara Murka semakin merajalela dimana-mana. Dan hari ini tepat disaat Baraka menyempurnakan jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo. Nyi Naga geni meminta Baraka untuk datang menghadapnya.Kini keduanya sudah berhadapan satu sama lain, tanpa ada satupun murid-murid Perguruan Naga Kencana yang ada disana menyertai mereka.“Kau sudah berhasil menguasai jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo Baraka”“Terima kasih nyai, semua berkat bimbingan nyai kepada saya. Maaf kalau saya selalu menguji kesabaran nyai” ucap Baraka dengan penuh khidmat.Nyi Naga geni tersenyum bijak mendengar hal itu. Selama dalam masa bimbingannya, Nyi Naga geni memang mengagumi sifat Baraka
“Kek...,” tegur Baraka setengah berbisik ketika telah berada di sisi orang tua berbaju putih itu. Baraka diam sebentar, sambil terus mengamati tindakan orang tua itu.“Kek...! Hey, Kakek,” ulang Baraka lebih keras.Tapi orang yang ditegur tetap saja mematung tanpa gerak sedikit pun. Baraka mencoba memanggil lagi. Bahkan tangannya pun sudah bergerak-gerak nakal di depan wajah orang tua itu. Hasilnya, tetap nihil. Orang tua itu belum juga memberi tanggapannya. Sekali lagi dicobanya untuk menegur dengan suara lebih keras, sampai akhirnya, dia jadi menggerutu sendiri.“Huh!”Baraka mulai jengkel, karena orang yang ditegurnya seakan menganggapnya sekadar nyamuk buduk.“Apa kau memang tuli, Kek? Apa aku harus berteriak tepat di telingamu? Ya..., baiklah!” gumam pemuda bermata biru ini, seperti orang kehilangan akal.Lalu....“Kek...! Oooi, Kakek!” jerit Baraka tak tanggung-tanggung
Baraka langsung bangkit, lalu berkacak pinggang.Hatinya benar-benar mangkel.“Aku bukan anak bawang. Bisa kubuktikan kalau aku ini biangnya bawang! Eh..., maksudku aku memang hebat. Bagaimana aku harus membuktikannya? Apa mesti menggigit telingamu sampai mengejang mati?”“Jadi kau mau menerima warisanku, kan?” Kata Ki Nogomurkho tersenyum geli. Sedangkan Baraka makin menekuk wajah.“Tapi tidak mudah untuk mendapatkan warisanku itu,” kata Ki Nogomurkho kembali. Wajahnya yang semula cerah karena tersenyum, kini mulai memutih lagi.“Memang apa sih warisanmu itu?”“Jurus terakhir dari Naga Pamungkas, Rajah Nogo Kinurat Papat, Sifat Papat Minongko Roso Janmo. Atau yang biasa dikenal oleh orang-orang rimba persilatan sebagai Jurus Naga Murkha”Kembali wajah Baraka berubah dengan mata melotot mendengar ucapan sikakek. Baraka kini mulai tertarik untuk mendengar lebih lanjut
Sementara itu kedua telapak tangan Baraka tampak terus mengarahkan ke-10 Gelang Brahmanandanya yang kini secara perlahan mulai berputar laksana gasing. Semakin cepat dan terus semakin cepat.Gggeeerrr...!Naga Bumi mengeluarkan raungan kerasnya seiring dengan melesat keluarnya api yang membentuk bola besar dari dalam mulutnya.Wuusssh...!!!Bola api besar itu langsung melesat kearah Baraka.“Heaaaa!” Baraka mendorong kedua telapak tangannya yang sudah dibentuk saling menghadap berlainan keatas dan kebawah kedepan.Wuusssh...!!!Gelang Brahmananda yang sudah membentuk seperti bunga yang bermekaran itupun melesat kedepan, menyongsong bola api naga besar tersebut.DAAAASSSSSTTTT….!!!Bola api naga bertemu dengan gelang-gelang Brahmananda yang berbentuk bunga yang sedang mekar dan kini terlihat bola api naga dan gelang-gelang Brahmananda saling dorong mendorong dengan penuh kekuatan.Blegaarrr...!
Ggggeeerrr...!Hroaagghhh ...!Kedua hewan raksasa ini sama-sama mengeluarkan raungan kerasnya seakan ingin menunjukkan siapa yang terkuat diantara mereka. Langit tampak dipenuhi oleh sosok kedua naga raksasa tersebut. Sementara di bawah, Baraka tampak sudah melihat kearah Naga Emas.“Terima kasih kak...” ucap Baraka pelan. Naga Emas menoleh kearahnya, entah mendengar apa yang baru diucapkan oleh Baraka, atau memang sengaja menoleh kearah Baraka.“Pulihkan luka dalammu Baraka, biar kuberi pelajaran Naga Bumi ini” terdengar suara Naga Emas terngiang di telinga Baraka. Baraka mengangguk cepat. Lalu segera mengambil sikap semadi.Ggggeeerrr...!Naga Bumi kembali terlihat menarik nafas, gulungan angin kembali terbentuk didepan mulut Naga Bumi, juga dadanya yang mengembung besar. Melihat hal itu, Naga Emaspun terlihat melakukan hal yang sama.Wuussshhh! Weerrr...!Naga Bumi menghempuskan nafas apinya, dari hi