Nyi Naga geni memang sengaja menggenjot Baraka berlatih siang dan malam, hanya beristirahat sebentar, kemudian berlatih lagi, karena Nyi Naga geni ingin Baraka secepatnya terjun ke dunia luar, dimana saat ini Nyi Naga geni mendengar, di luar sana. Angkara Murka semakin merajalela dimana-mana. Dan hari ini tepat disaat Baraka menyempurnakan jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo. Nyi Naga geni meminta Baraka untuk datang menghadapnya.
Kini keduanya sudah berhadapan satu sama lain, tanpa ada satupun murid-murid Perguruan Naga Kencana yang ada disana menyertai mereka.
“Kau sudah berhasil menguasai jurus Petit Nogo Kinurat Papat, Pusoko Ranonggo Madyo Baraka”
“Terima kasih nyai, semua berkat bimbingan nyai kepada saya. Maaf kalau saya selalu menguji kesabaran nyai” ucap Baraka dengan penuh khidmat.
Nyi Naga geni tersenyum bijak mendengar hal itu. Selama dalam masa bimbingannya, Nyi Naga geni memang mengagumi sifat Baraka
“Kek...,” tegur Baraka setengah berbisik ketika telah berada di sisi orang tua berbaju putih itu. Baraka diam sebentar, sambil terus mengamati tindakan orang tua itu.“Kek...! Hey, Kakek,” ulang Baraka lebih keras.Tapi orang yang ditegur tetap saja mematung tanpa gerak sedikit pun. Baraka mencoba memanggil lagi. Bahkan tangannya pun sudah bergerak-gerak nakal di depan wajah orang tua itu. Hasilnya, tetap nihil. Orang tua itu belum juga memberi tanggapannya. Sekali lagi dicobanya untuk menegur dengan suara lebih keras, sampai akhirnya, dia jadi menggerutu sendiri.“Huh!”Baraka mulai jengkel, karena orang yang ditegurnya seakan menganggapnya sekadar nyamuk buduk.“Apa kau memang tuli, Kek? Apa aku harus berteriak tepat di telingamu? Ya..., baiklah!” gumam pemuda bermata biru ini, seperti orang kehilangan akal.Lalu....“Kek...! Oooi, Kakek!” jerit Baraka tak tanggung-tanggung
Baraka langsung bangkit, lalu berkacak pinggang.Hatinya benar-benar mangkel.“Aku bukan anak bawang. Bisa kubuktikan kalau aku ini biangnya bawang! Eh..., maksudku aku memang hebat. Bagaimana aku harus membuktikannya? Apa mesti menggigit telingamu sampai mengejang mati?”“Jadi kau mau menerima warisanku, kan?” Kata Ki Nogomurkho tersenyum geli. Sedangkan Baraka makin menekuk wajah.“Tapi tidak mudah untuk mendapatkan warisanku itu,” kata Ki Nogomurkho kembali. Wajahnya yang semula cerah karena tersenyum, kini mulai memutih lagi.“Memang apa sih warisanmu itu?”“Jurus terakhir dari Naga Pamungkas, Rajah Nogo Kinurat Papat, Sifat Papat Minongko Roso Janmo. Atau yang biasa dikenal oleh orang-orang rimba persilatan sebagai Jurus Naga Murkha”Kembali wajah Baraka berubah dengan mata melotot mendengar ucapan sikakek. Baraka kini mulai tertarik untuk mendengar lebih lanjut
Sementara itu kedua telapak tangan Baraka tampak terus mengarahkan ke-10 Gelang Brahmanandanya yang kini secara perlahan mulai berputar laksana gasing. Semakin cepat dan terus semakin cepat.Gggeeerrr...!Naga Bumi mengeluarkan raungan kerasnya seiring dengan melesat keluarnya api yang membentuk bola besar dari dalam mulutnya.Wuusssh...!!!Bola api besar itu langsung melesat kearah Baraka.“Heaaaa!” Baraka mendorong kedua telapak tangannya yang sudah dibentuk saling menghadap berlainan keatas dan kebawah kedepan.Wuusssh...!!!Gelang Brahmananda yang sudah membentuk seperti bunga yang bermekaran itupun melesat kedepan, menyongsong bola api naga besar tersebut.DAAAASSSSSTTTT….!!!Bola api naga bertemu dengan gelang-gelang Brahmananda yang berbentuk bunga yang sedang mekar dan kini terlihat bola api naga dan gelang-gelang Brahmananda saling dorong mendorong dengan penuh kekuatan.Blegaarrr...!
Ggggeeerrr...!Hroaagghhh ...!Kedua hewan raksasa ini sama-sama mengeluarkan raungan kerasnya seakan ingin menunjukkan siapa yang terkuat diantara mereka. Langit tampak dipenuhi oleh sosok kedua naga raksasa tersebut. Sementara di bawah, Baraka tampak sudah melihat kearah Naga Emas.“Terima kasih kak...” ucap Baraka pelan. Naga Emas menoleh kearahnya, entah mendengar apa yang baru diucapkan oleh Baraka, atau memang sengaja menoleh kearah Baraka.“Pulihkan luka dalammu Baraka, biar kuberi pelajaran Naga Bumi ini” terdengar suara Naga Emas terngiang di telinga Baraka. Baraka mengangguk cepat. Lalu segera mengambil sikap semadi.Ggggeeerrr...!Naga Bumi kembali terlihat menarik nafas, gulungan angin kembali terbentuk didepan mulut Naga Bumi, juga dadanya yang mengembung besar. Melihat hal itu, Naga Emaspun terlihat melakukan hal yang sama.Wuussshhh! Weerrr...!Naga Bumi menghempuskan nafas apinya, dari hi
“Pertarungan baru berakhir, jika kedua naga ini sudah kehabisan tenaga” ucap Ki Nogomurkho menyelesaikan ceritanya.“Lalu bagaimana caranya kakek bisa mengalahkan Naga Bumi dan mendapatkan jurus Naga Murkha?”“Aku tak pernah mengalahkan Naga Bumi Baraka, saat dulu aku terperosok kedalam inti pusat bumi, aku menemukan Naga Bumi yang tengah tertidur. Tanpa sengaja, kehadiranku justru membangunkan Naga Bumi, tapi Naga Bumi tidak murka kepadaku, melainkan menawarkan sesuatu yang membuatku tak bisa menolaknya. Naga Bumi memberikan jurus Naga Pamungkas kepadaku. Sebagai imbalannya, Naga Bumi memintaku untuk menjaga tempat kediamannya dari gangguan apapun dari dunia luar sampai tiba masanya Naga Bumi untuk bangun. Sejak saat itu aku menjadi penjaga Naga Bumi. Hingga akhirnya, Naga Bumi terbangun dari tidur panjangnya. Tepatnya 20 tahun yang lalu. Naga Bumi mengatakan kalau rivalnya, Naga Langit sudah terlahir ke dunia” tut
SEBUAH mustika kemerahan tampak mengambang di atas sebuah meja batu bulat yang tinggi mencapai sepinggang orang dewasa, mustika yang mengeluarkan aura merah itu yang kini menjadi perhatian sosok pemuda yang memiliki rajah Naga Emas melingkar di punggung lengan kirinya itu tampak berkali-kali memutari meja batu bulat tersebut. Kedua matanya tak berkedip sedikitpun menatap Mustika yang mengambang diatas batu tersebut. Sesekali si pemuda tampak mengulurkan telapaknya kebawah Mustika yang mengambang itu, lalu menggerakkan tangannya ke kiri dan kanan dibawah Mustika mengambang itu. Sepertinya pemuda itu masih tak percaya, kalau Mustika yang ada dihadapannya saat ini benar-benar mengambang diudara.Di dekat sang pemuda yang tak lain adalah Baraka itu, tampak berdiri sosok tua Ki Nogomurkho. “Inilah Mustika Naga Bumi itu Baraka. Selamat! Kau sudah berjodoh dengannya”“Boleh ku ambil kek?”“Tentu saja boleh, itu sudah menjadi hakmu”
Di kaki langit sebelah timur, matahari tersembul memantulkan sinar rona jingga. Ayam jantan liar mengumandangkan kokoknya yang gagah, menyapa hari di ambang pagi. Gumpalan awan berarak di cakrawala. Sementara, tiupan angin sejuk melengkapi lahirnya hari ini.Dalam terpaan lembut hawa pagi, Baraka mematung di puncak bukit. Tubuhnya terlihat bagai tonggak kayu tak bernyawa saja. Di bawah sana, Inti Pusat Bumi. Dia telah menyelesaikan masa penyempurnaannya. Sebagai seorang pendekar. Ya! Penyempurnaan dirinya memang telah selesai.“Telah sempurnakah aku?!” bisik hati pemuda itu. Namun sisi hatinya yang lain berbisik, kalau penyempurnaan kedigdayaan yang telah dilakukan-nya di Gunung Batu memang tidak menjamin. Bukankah di dunia ini tak ada manusia yang sempurna?Sebelum berpisah, Ki Nogomurkho membebankan sebuah amanat kepadanya. Amanat tersebut bukanlah sesuatu yang ringan. Panji-panji keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.Kakinya mulai melang
Mesra sekali. Romantis sekali perjalanan itu. Baraka sengaja menegakkan badannya membusungkan dada dalam melangkah biar tampak gagah. Tiba-tiba dari atas pohon bermunculan manusia-manusia berpakaian hitam. Mereka saling berlompatan menghadang Baraka dan Layla. Jumlah orang-orang berbaju hitam itu ada lima. Mereka rata-rata bertampang bengis. Senjata mereka golok. Sepertinya golok pembagian jatah, sehingga bentuk dan rupanya sama persis. Dari arah gerumbulan semak depan melompat seorang berpakaian merah.Wuuusss…! Jleeg…!Layla makin ketakutan, makin merapatkan tubuh ke tubuh Baraka, setengah memeluk erat-erat. Baraka berbisik, “Jangan takut! Ada aku!”“Kau berani melawan mereka?”“Untung-untungan,” jawabnya dengan suara pelan sekali. Orang berpakaian serba merah itu berambut panjang, tapi putih warnanya. Sudah tua, tapi masih tampak tegar dan gagah. Tubuhnya memang kurus, tapi sorot matanya tajam penuh tan
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l