“Pertarungan baru berakhir, jika kedua naga ini sudah kehabisan tenaga” ucap Ki Nogomurkho menyelesaikan ceritanya.
“Lalu bagaimana caranya kakek bisa mengalahkan Naga Bumi dan mendapatkan jurus Naga Murkha?”
“Aku tak pernah mengalahkan Naga Bumi Baraka, saat dulu aku terperosok kedalam inti pusat bumi, aku menemukan Naga Bumi yang tengah tertidur. Tanpa sengaja, kehadiranku justru membangunkan Naga Bumi, tapi Naga Bumi tidak murka kepadaku, melainkan menawarkan sesuatu yang membuatku tak bisa menolaknya. Naga Bumi memberikan jurus Naga Pamungkas kepadaku. Sebagai imbalannya, Naga Bumi memintaku untuk menjaga tempat kediamannya dari gangguan apapun dari dunia luar sampai tiba masanya Naga Bumi untuk bangun. Sejak saat itu aku menjadi penjaga Naga Bumi. Hingga akhirnya, Naga Bumi terbangun dari tidur panjangnya. Tepatnya 20 tahun yang lalu. Naga Bumi mengatakan kalau rivalnya, Naga Langit sudah terlahir ke dunia” tut
SEBUAH mustika kemerahan tampak mengambang di atas sebuah meja batu bulat yang tinggi mencapai sepinggang orang dewasa, mustika yang mengeluarkan aura merah itu yang kini menjadi perhatian sosok pemuda yang memiliki rajah Naga Emas melingkar di punggung lengan kirinya itu tampak berkali-kali memutari meja batu bulat tersebut. Kedua matanya tak berkedip sedikitpun menatap Mustika yang mengambang diatas batu tersebut. Sesekali si pemuda tampak mengulurkan telapaknya kebawah Mustika yang mengambang itu, lalu menggerakkan tangannya ke kiri dan kanan dibawah Mustika mengambang itu. Sepertinya pemuda itu masih tak percaya, kalau Mustika yang ada dihadapannya saat ini benar-benar mengambang diudara.Di dekat sang pemuda yang tak lain adalah Baraka itu, tampak berdiri sosok tua Ki Nogomurkho. “Inilah Mustika Naga Bumi itu Baraka. Selamat! Kau sudah berjodoh dengannya”“Boleh ku ambil kek?”“Tentu saja boleh, itu sudah menjadi hakmu”
Di kaki langit sebelah timur, matahari tersembul memantulkan sinar rona jingga. Ayam jantan liar mengumandangkan kokoknya yang gagah, menyapa hari di ambang pagi. Gumpalan awan berarak di cakrawala. Sementara, tiupan angin sejuk melengkapi lahirnya hari ini.Dalam terpaan lembut hawa pagi, Baraka mematung di puncak bukit. Tubuhnya terlihat bagai tonggak kayu tak bernyawa saja. Di bawah sana, Inti Pusat Bumi. Dia telah menyelesaikan masa penyempurnaannya. Sebagai seorang pendekar. Ya! Penyempurnaan dirinya memang telah selesai.“Telah sempurnakah aku?!” bisik hati pemuda itu. Namun sisi hatinya yang lain berbisik, kalau penyempurnaan kedigdayaan yang telah dilakukan-nya di Gunung Batu memang tidak menjamin. Bukankah di dunia ini tak ada manusia yang sempurna?Sebelum berpisah, Ki Nogomurkho membebankan sebuah amanat kepadanya. Amanat tersebut bukanlah sesuatu yang ringan. Panji-panji keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.Kakinya mulai melang
Mesra sekali. Romantis sekali perjalanan itu. Baraka sengaja menegakkan badannya membusungkan dada dalam melangkah biar tampak gagah. Tiba-tiba dari atas pohon bermunculan manusia-manusia berpakaian hitam. Mereka saling berlompatan menghadang Baraka dan Layla. Jumlah orang-orang berbaju hitam itu ada lima. Mereka rata-rata bertampang bengis. Senjata mereka golok. Sepertinya golok pembagian jatah, sehingga bentuk dan rupanya sama persis. Dari arah gerumbulan semak depan melompat seorang berpakaian merah.Wuuusss…! Jleeg…!Layla makin ketakutan, makin merapatkan tubuh ke tubuh Baraka, setengah memeluk erat-erat. Baraka berbisik, “Jangan takut! Ada aku!”“Kau berani melawan mereka?”“Untung-untungan,” jawabnya dengan suara pelan sekali. Orang berpakaian serba merah itu berambut panjang, tapi putih warnanya. Sudah tua, tapi masih tampak tegar dan gagah. Tubuhnya memang kurus, tapi sorot matanya tajam penuh tan
Sementara Baraka kembali melanjutkan langkahnya setelah mengantarkan Layla kerumahnya. Tapi diperjalanan, kembali langkahnya terhalang oleh kemunculan Cungkring Neraka yang kala itu bersama kakak seperguruannya, Hantu Cungkring. Tujuan mereka sebenarnya tidak menghadang Baraka. Mereka punya tujuan tersendiri, tapi begitu melihat sekelebatan anak muda yang ganteng berpakaian rompi tanpa lengan itu, Cungkring Neraka ingat akan kekalahannya beberapa waktu yang lalu. Maka iapun mengajak Hantu Cungkring untuk menghadang anak muda bertato Naga Emas melingkar itu.Hantu Cungkring berpakaian abu-abu, jubahnya berlengan panjang. Memegang tongkat berukir kepala monyet bergigi tonggos. Tubuh Hantu Cungkring juga kurus seperti Cungkring Neraka. Matanya cekung ke dalam, tulang pipinya bertonjolan. Kulitnya keriput, rambutnya putih dan tumbuh di bagian tepian saja, bagian tengahnya botak polos. Tanpa tato. Alisnya yang lebat juga berwarna putih. Ia sedikit bungkuk, menandakan usianya lebih
Wuuutt...!“Waaaooo...!” teriak Cungkring Neraka saat melayang naik dan melayang turun tanpa bisa menjaga keseimbangan badan. Hampir saja ia menjatuhi tubuh Hantu Cungkring lagi kalau sang Hantu Cungkring tidak segera berguling-guling ke kiri tiga kali. Dan tubuh Cungkring Neraka pun jatuh terhempas dengan kuat.Buaakk...!“Mati akuuu...!” rintih Cungkring Neraka secara spontan saat terhempas. Tulang tubuhnya bagaikan remuk. Sedangkan kakinya yang kiri menjadi bengkak karena mata kakinya pecah akibat sapuan kaki Baraka tadi. Cungkring Neraka mengerang-erang bagaikan anak manja supaya ditolong kakak seperguruannya. Tapi sang kakak perguruan malah membentak.“Bangun, Tolol!”Buuhg...!Tongkatnya digebukkan asal-asalan. Tepat kena lambung. Cungkring Neraka makin mengerang kesakitan.“Kamu itu tokoh sakti afa babi dikebiri? Tarung kok ngeringkuk begitu?!” omel Hantu Cungkring dengan mata con
Zrrraaakkk...!Suara aneh terdengar saat kobaran api membakar sinar itu. Kejap kemudian terdengar lagi bunyi ledakan menggelegar lebih dahsyat dari yang tadi.Bleggaarr...!Tempat itu bagaikan dilanda gempa dari kedalaman dasarnya. Pohon-pohon tumbang ke sana-sini berserakan. Hempasan gelombang dari daya ledak dahsyat itu membuat alam sekelilingnya menjadi porak poranda dalam waktu sekejap. Tubuh Baraka terpental dan terguling-guling masuk ke semak belukar.Srook...! Tapi tubuh Hantu Cungkring terlempar terbang ke belakang, kepalanya sempat membentur dahan pohon yang mau tumbang.Duuhg...!Dahan itu patah seketika. Tubuh Hantu Cungkring jatuh dalam keadaan mata terbeliak-beliak bagai orang sedang sekarat.Bruukk...!“Setan alas! Badanku dibuat remuk olehnya!” geram hati Hantu Cungkring. Mulutnya melelehkan darah, demikian pula hidungnya. Darah itu kental warna hitam, itu pertanda ludahnya sudah dicampuri luka dalam
“S..siapa kau?” ucap Baraka terpatah-patah karena deg-degan. Lidahnya sukar sekali digerakkan. Ia segera menelan ludah, lalu segala yang di mulut menjadi lemas, kecuali giginya. Detak jantungnya tak sekeras sebelum menelan ludah. Tapi matanya masih memandang penuh rasa kagum dan amat terpesona. “A.. apakah kau seorang Bidadari?!”.“Tak salah dugaanmu, Baraka. Akulah sang penguasa kecantikan! Namaku Putri Hyun Jelita. Aku hanya ingin sampaikan pesan padamu, jangan nakal! Kalau kau nakal, kau tak bisa tinggal di kayangan bersamaku.”“Aku tak akan nakal. Aku bukan pemuda mata keranjang. Memang hidupku ingin kucurahkan untuk mengabdi kepada hati seorang wanita, tapi wanita itu tak lain adalah dirimu, Putri Hyun!” sambil Baraka mendekat pelan-pelan. matanya memandang dalam kelembutan. Suaranya sedikit mendesah bernada romantis.“Tak kubiarkan kau pergi meninggalkan sukmaku, Putri Hyun! Aku tak mau mati dalam bayan
“Ada persoalan apa, Sayang?” tanya Baraka romantis.“Ada seseorang ingin datang untuk melamarku!”“Oh...!” Baraka berlagak kaget.“Ayahku akan menerimanya. Aku sudah menolak, tapi ayahku tetap mengharuskan aku kawin dengan orang itu. Aku benci! Benci... sakali!”Buk, buk, buk...!Dada Baraka dipukul-pukul gadis itu. Pemuda itu diam saja. Tapi akhirnya terbatuk-batuk karena pukulan tadi. dalam hatinya berkata “Benci sama ayahnya kok yang remuk dadaku?”Layla berkata sambil mulutnya bergerak-gerak lancip, mirip pinsil alis. Baraka memperhatikan dengan gemas. Ingin meremas mesra bibir itu.“Sekarang ayahku sedang menjemput tamu itu di pantai. Kupikir, daripada aku nantinya menderita tekanan batin dapat suami yang tidak kucintai, lebih baik aku pergi dari rumah. Minggat ke mana saja.”“Kau tinggalkan alamat nggak untuk ayahmu nanti?”“M