Zrrraaakkk...!
Suara aneh terdengar saat kobaran api membakar sinar itu. Kejap kemudian terdengar lagi bunyi ledakan menggelegar lebih dahsyat dari yang tadi.
Bleggaarr...!
Tempat itu bagaikan dilanda gempa dari kedalaman dasarnya. Pohon-pohon tumbang ke sana-sini berserakan. Hempasan gelombang dari daya ledak dahsyat itu membuat alam sekelilingnya menjadi porak poranda dalam waktu sekejap. Tubuh Baraka terpental dan terguling-guling masuk ke semak belukar.
Srook...! Tapi tubuh Hantu Cungkring terlempar terbang ke belakang, kepalanya sempat membentur dahan pohon yang mau tumbang.
Duuhg...!
Dahan itu patah seketika. Tubuh Hantu Cungkring jatuh dalam keadaan mata terbeliak-beliak bagai orang sedang sekarat.
Bruukk...!
“Setan alas! Badanku dibuat remuk olehnya!” geram hati Hantu Cungkring. Mulutnya melelehkan darah, demikian pula hidungnya. Darah itu kental warna hitam, itu pertanda ludahnya sudah dicampuri luka dalam
“S..siapa kau?” ucap Baraka terpatah-patah karena deg-degan. Lidahnya sukar sekali digerakkan. Ia segera menelan ludah, lalu segala yang di mulut menjadi lemas, kecuali giginya. Detak jantungnya tak sekeras sebelum menelan ludah. Tapi matanya masih memandang penuh rasa kagum dan amat terpesona. “A.. apakah kau seorang Bidadari?!”.“Tak salah dugaanmu, Baraka. Akulah sang penguasa kecantikan! Namaku Putri Hyun Jelita. Aku hanya ingin sampaikan pesan padamu, jangan nakal! Kalau kau nakal, kau tak bisa tinggal di kayangan bersamaku.”“Aku tak akan nakal. Aku bukan pemuda mata keranjang. Memang hidupku ingin kucurahkan untuk mengabdi kepada hati seorang wanita, tapi wanita itu tak lain adalah dirimu, Putri Hyun!” sambil Baraka mendekat pelan-pelan. matanya memandang dalam kelembutan. Suaranya sedikit mendesah bernada romantis.“Tak kubiarkan kau pergi meninggalkan sukmaku, Putri Hyun! Aku tak mau mati dalam bayan
“Ada persoalan apa, Sayang?” tanya Baraka romantis.“Ada seseorang ingin datang untuk melamarku!”“Oh...!” Baraka berlagak kaget.“Ayahku akan menerimanya. Aku sudah menolak, tapi ayahku tetap mengharuskan aku kawin dengan orang itu. Aku benci! Benci... sakali!”Buk, buk, buk...!Dada Baraka dipukul-pukul gadis itu. Pemuda itu diam saja. Tapi akhirnya terbatuk-batuk karena pukulan tadi. dalam hatinya berkata “Benci sama ayahnya kok yang remuk dadaku?”Layla berkata sambil mulutnya bergerak-gerak lancip, mirip pinsil alis. Baraka memperhatikan dengan gemas. Ingin meremas mesra bibir itu.“Sekarang ayahku sedang menjemput tamu itu di pantai. Kupikir, daripada aku nantinya menderita tekanan batin dapat suami yang tidak kucintai, lebih baik aku pergi dari rumah. Minggat ke mana saja.”“Kau tinggalkan alamat nggak untuk ayahmu nanti?”“M
Baraka membuka matanya dan menatap wajah Layla, "Layla, apakah kamu menyesal dengan kejadian tadi malam?"Layla menggeleng. "Tidak, aku tak menyesal, aku justru sangat menikmati, tapi Baraka tak lama lagi hari akan terang, sebaiknya berpakaian sebelum dilihat orang, malu.!"Baraka tidak menyahut, ia memandangi tubuh bugil Layla. Putih, mulus dan molek. "Kau memang cantik, Layla."Layla hendak mengenakan pakaian, Baraka mencegah. Ia memeluk dan menciumi tubuh molek itu.Layla terengah-engah. "Baraka, hari sudah siang, nanti dilihat orang."Baraka tidak peduli. Akhirnya Layla pun ikut tidak peduli. Keduanya bergelut di tengah matahari pagi yang mulai menerobos pepohonan lebat. Dua anak manusia yang sedang diamuk birahi, bagaikan berenang di alam maya akhirnya terhempas kembali ke alam nyata. Baraka tertawa, Layla tertawa. Ia memeluk Baraka seperti tak mau melepas pemuda itu. "Baraka, sekarang ini mati pun aku siap, tetapi aku masih mau hidup lebih la
“Sebutkan nama dan gelarmu supaya bisa kucatat dalam buku daftar para korban pedangku!” kata Pendekar Pedang Tanpa Tanding.“Namaku Baraka! Julukanku Pendekar Kera Sakti. Akan kukalahkan kau, dan kurebut gelar kependakaranmu hari ini juga!” kata Baraka tak gentar sedikitpun.Mendengar nama Pendekar Kera Sakti disebutkan, tempat itu langsung menjadi heboh. Terdengar kasak kusuk di sana ini menyebutkan nama Pendekar Kera Sakti yang kesohor itu.Pendekar Pedang Tanpa Tanding yang memang tidak mengenal nama besar Pendekar Kera Sakti semakin gusar mendengar nama itu semakin disebut-sebut ditempat itu.“Keparat! Heeeaah…!” Pendekar Pedang Tanpa Tanding melompat dalam gerakan cepat dan lompatan pendek. Baraka pun menyambut lompatan pendek itu dan kedua tangannya mengadu telapak dengan sang pendekar.Plak…!Mereka berdiri di tempat, saling melepaskan kekuatan teanga dalam melalui telapak tangan yang
ANGIN aneh menerpa alam sekitar Pulau Dedemit. Seperti diceritakan. Pulau Dedemit merupakan wilayah kekuasaan Raja Dedemit yang bernama Kala Coro. Orangnya tinggi, besar, wajahnya menyeramkan karena serba besar sampai pada giginya pun besar-besar. Kepalanya gundul berkuncir segepok melengkung ke belakang. Untung ditutup dengan mahkota sehingga tak kelihatan gundul total.Kala Coro bukan Dedemit sembarang Dedemit. Dedemit belel pun bukan. Dedemit murahan juga bukan. Kesaktiannya sudah tentu sangat tinggi. Kalau tak tinggi, tak akan menjadi Raja Dedemit. Mungkin hanya menjadi Raja singa.Ia mempunyai anak buah atau perajurit Dedemit juga. Tapi Dedemit yang sudah menjelma menjadi manusia. Walau demikian, ciri-ciri Dedemit masih ada pada mereka; tubuh tinggi, besar, sangar dan punya kekuatan besar juga. Nama Kala Coro sendiri cukup dikenal di kalangan para tokoh tingkat tinggi.Pulau Dedemit sendiri awalnya milik Ratu Geledek Hitam. Ia diserang Kala Coro dan kalah,
Sanjung Jelita menggeliat pelan-pelan berusaha untuk bangkit dari jatuhnya. Sanjung Jelita pejamkan mata sejenak, menahan napasnya beberapa saat, lalu disalurkanlah hawa murni di daerah punggung, sehingga rasa sakit di punggungnya itu mulai berkurang.Raja Kala Coro mengumpat dengan sebaris maki- makian yang tak jelas karena suaranya menggelegar menggetarkan pepohonan dan bebatuan sekelilingnya. Yang jelas, Sanjung Jelita segera kerutkan dahi melihat sesosok tubuh asing yang berdiri dalam jarak delapan langkah dari Kala Coro.“Monyet gabuk! Rupanya kau yang mengganggu perjalananku, Ratu Peri Malam!”Sanjung Jelita terperangah. “Rupanya perempuan cantik itulah yang bernama Ratu Peri Malam?! Ya, ampuuun…? Alangkah cantiknya dia! Ternyata benar apa yang pernah diceritakan Ayah memang benar. Ratu penguasa para peri yang munculnya tiap malam sampai menjelang fajar itu ternyata memang benar-benar memiliki rupa tercantik di dunia.”
Blaammm…! Kraakkk…! Brraakk…!Guncangnya hebat terasa jelas. Bumi bagai ingin tenggelam atau terjungkir balik tak karuan. Ledakan tadi yang membuat alam porak poranda. Ditambah lagi getaran jatuhnya tubuh Kala Coro seakan kian membuat tanah di sekelilingnya melesak ke dalam. Bukir cadas itu longsor hampir separuh bagian. Salah satu sisi puncaknya menyembur ke atas.Braaasss…!Udara menjadi kotor karena badai menerbangkan serpihan tanah cadas. Sanjung Jelita sendiri yang jaraknya cukup jauh bisa terpental ke belakang, masuk ke semak-semak dan terkapar di sana. Begitupun tubuh langsing sekal milik Ratu Peri Malam. Tubuh itu melayang-layang akibat daya ledak super dahysat tadi. Hanya bedanya, Ratu Peri Malam bisa cepat kuasai diri dan mengatur keseimbangan tubuhnya, sehingga ia tidak terhempas seperti Kala Coro. Ratu Peri Malam hinggap di salah satu dahan pohon yang belum tumbang tapi sedang meliuk-liuk akibat sisa badai yang menghempas
MALAM itu, Baraka bermalam di sebuah gubuk tengah sawah milik petani, pada saat ia tertidur bayang-bayang wajah Raja Kala Coro, calon mertuanya itu, muncul di dalam mimpinya. Sang Raja Kala Coro seolah-olah berpakaian serba ungu dan bercahaya. Dalam mimpi itu, Kala Coro seakan bicara kepada Baraka.“Hai, Baraka…….apa kabar? Aku sekarang sudah nggak bisa ketemu kamu dalam wujud nyata. Soalnya aku sudah tak berjasad lagi.”“Kenapa bisa begitu, Paduka?”“Tentunya ada sebabnya. Kalau diceritakan terlalu panjang, bisa-bisa kau tidur dua hari-dua malam baru bangun. Aku akan memberikanmu sebuah senjata maha sakti... Namanya Pedang Raja Dedemit”“Pedang Raja Dedemit, Maksudnya bagaimana, Paduka?”“Carilah sendiri. Namanya saja mimpi, masa’ harus jelas sekali sih?”Setelah bicara begitu, Baraka terbangun dalam sentakan kecil. Oh, ternyata ia berada di tengah sawah dan di