Tapi.... "Tunggu! sudah Aku ingat!" seru Pujangga Kramat, memaksa Kembang Andini dan Sekar Telasih mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat.
"Apa? Cepat katakan!" bentak Sekar Telasih, galak sekali
"Ya! Ya! Tapi, bukan aku bertanya hendak Anak kepadamu Manis. Aku bertanya mau pada itu nenekmu...," sahut Pujangga Kramat.
"Jangan mengulur waktu lagi, Turangga! Bertanyalah!" sergap Sekar Telasih, keras membentak.
Sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, Pujangga Kramat menatap wajah Kembang Andini lekat-lekat. Lalu berkata, "Aku pemuda mencari seorang. Dia Baraka bernama. tampan Wajahnya sekali. Namun, amat lugu dia juga. Pernahkah melihat kau pemuda itu? Di dia mana?"
Terperanjat Kembang Andini mendengar ucapan si kakek. Begitu kagetnya dia, sampai-sampai mulutnya ternganga lebar beberapa lama.
"Eh! kenapa Kau? Aku bertanya cuma. Kenapa air berubah mukamu seperti kesurupan orang?"
"Be... benarkah kau mencari pemuda bergelar Pend
"Jahanam! Licik sekali kau!" geram Bidadari Satu Hati menyangka Pendekar Kera Sakti menebarkan obat perangsang. "Kau tampak begitu bodoh, tapi ternyata kau lebih berbahaya daripada yang kuduga""Eh! Eh! Kenapa?" sahut Pendekar Kera Sakti yang belum menyadari keadaan. "Aku! tak mau bertempur denganmu. Soal 'Tenaga Benang Merah', lain kali saja ku jelaskan. Biarkan aku pergi dari sini....""Silakan pergi, tapi tinggalkan nyawamu dulu!" sergap Bidadari Satu Hati seraya meloncat menerjang. Terpaksa Pendekar Kera Sakti harus meladeni meski dia tak mau membuat cedera. Pertarungan seru segera berlangsung kembali. Namun, kali ini pertempuran jadi tak seimbang. Bidadari Satu Hati harus menahan napas kalau tak ingin dirinya semakin dipengaruhi nafsu gairah yang bisa mengganggu akal pikiran. Karena itulah dia jadi tak leluasa. Kehebatan tusukan ataupun babatan pedangnya banyak berkurang. Dan karena tak mungkin terus menerus menahan napas, akhirnya semakin banyak aroma harum kayu
“BUDAK hina! Melihat kelicikanmu ini, agaknya aku harus mengadu jiwa danganmu!" Usai berteriak lantang, Bidadari Satu Hati memutar pedangnya cepat sekali. Karena putaran pedang mustika itu disertai aliran tenaga dalam tingkat tinggi, timbullah gelombang angin pukulan dahsyat. Bergegas Pendekar Kera Sakti memutar pula Suling Krishnanya. Gelombang angin pukulan yang tak kalah dahsyat muncul memapaki. Bentrokan tak dapat dihindari lagi. Ketika muncul ledakan keras laksana letusan gunung, tubuh Bidadari Satu Hati dan Pendekar Kera Sakti sama-sama terpental. Mudah saja bagi Pendekar Kera Sakti untuk mengatasi lontaran tubuhnya. Dengan bersalto beberapa kali di udara, si pemuda dapat mendarat sigap di tanah.'Tenaga Matahari Merah' dan ilmu 'Perisai Brahmananda' yang melindungi tubuhnya menjadikannya tak menderita luka dalam. Hanya pandangannya yang mengabur. Tapi, kekaburan itu pun segera lenyap.Sebaliknya, walau Bidadari Satu Hati dapat pula mendar
Suling Krishna digunakan untuk menangkis dengan disertai sebagian besar aliran tenaga dalamnya. Dan ketika pedang Bidadari Satu Hati terpental lepas dari cekalan, Pendekar Kera Sakti berjumpalitan di udara. Saat tubuhnya meluncur turun, dua totokan siap menghentikan perlawanan Bidadari Satu Hati!Sementara, Bidadari Satu Hati begitu dikuasai oleh keterkejutan saat pedangnya dibuat lepas dari cekalan oleh senjata Pendekar Kera Sakti. Dan keterkejutan itu membuat dia tak bisa bergerak gesit. Akibatnya....Tuk! Tuk!"Uh...!"Keluh pendek keluar dari mulut Bidadari Satu Hati membarengi tubuhnya yang jatuh terjengkang seperti gedebong pisang ditebang. Totokan Pendekar Kera Sakti tepat bersarang di pinggang kiri dan punggung. Membuat tubuh Bidadari Satu Hati terasa amat lemas tanpa tenaga!"Maaf atas perbuatanku ini...," ujar Pendekar Kera Sakti. "Lain waktu bila ada jodoh untuk bertemu lagi, kuharap kau telah menyadari kekeliruanmu...."
Terdorong rasa tak sabar, Sekar Telasih membuka. Daun pintu terkuak diiringi suara derit batang bambu yang bergesekan. Namun..., tak ada siapa-siapa di dalam. Di serambi, di dapur..., tetap tak ada siapa-siapa. Kosong!"Perasaanku tak enak, Nek...," cetus Sekar Telasih. "Apakah mereka sedang pergi ke suatu tempat?" Kembang Andini tak menyahuti.Nenek yang tampak amat uzur itu melangkah keluar. Dengan benak terus digeluti tanda tanya, Sekar Telasih mengekor ke mana pun si nenek pergi. Dan akhirnya setelah mereka menyisiri Tanah Dipertuan Ratu, terkejutlah mereka manakala melihat sesosok tubuh tergolek lemah di tanah dalam keadaan pingsan.Sosok tubuh yang ditemukan Kembang Andini dan Sekar Telasih itu seorang wanita berumur tiga puluh tahun. Mengenakan pakaian ketat serba hitam. Dia Bidadari Satu Hati!"Ibuuu...!" pekik parau Sekar Telasih seraya meloncat dan memeluk tubuh Bidadari Satu Hati. Kembang Andini yang telah memeriksa keadaan Bidadari Satu Hati t
"Astaga!" kesiap Puspa Kencana. Sejenak wanita ini jadi lupa pada Kusuma Suci yang diculik Iblis Pemburu Dosa."Bagaimana kalung itu bisa berada di tanganmu, Bu?""Baraka yang membawanya. Namun, dia tinggalkan karena ada kesalahpahaman dengan Sekar Telasih...," ujar Kembang Andini, yang kemudian menceritakan perihal pertemuannya dengan Pendekar Kera Sakti dengan singkat."Aku percaya kau tak pernah berbohong, Bu," sahut Bidadari Satu Hati di akhir cerita ibu angkatnya. "Tapi, kita harus tetap membuktikan kebenarannya. Untuk mengetahui siapa ketua baru sudah muncul atau belum, kita lihat bunga wijaya kusuma yang selama ini kutunggu...."Tanpa menanti persetujuan Kembang Andini dan Sekar Telasih, bergegas Bidadari Satu Hati menyarungkan pedangnya seraya berkelebat ke utara. Kembang Andini dan Sekar Telasih yang dapat membaca jalan pikiran wanita itu segera menyusul.-o0o-"Ya, Tuhan...," sebut Bidadari Satu Hati.Wanita be
Sambil tertawa bergelak, tangan kiri Wanara Karang mengibas. Gerakannya pelan, namun tiupan angin yang ditimbulkan sudah cukup mampu untuk menyingkap kain bawah Kusuma Suci yang berwarna biru.Sementara Kusuma Suci memekik kaget karena bagian tubuhnya yang terlarang dilihat orang, Wanara Karang tertawa bergelak lebih keras. Bola matanya pun melotot makin besar, tak berkedip menatap kulit mulus Kusuma Suci. Begitu tawanya terhenti, napas Wanara Karang langsung terdengar memburu. Aliran darahnya tiba-tiba berdesir tak karuan....Kusuma Suci yang sudah tahu adanya api permusuhan antara anak keturunan Saka Wanengpati dengan anak keturunan Buana Seta, bergidik ngeri bukan main. Mati bukanlah hal yang menakutkan baginya. Tapi, kalau mati dengan keadaan ternoda? Bagi Kusuma Suci, hal seperti itu jauh lebih menakutkan dari siksa neraka sekalipun! Dia pun tak bisa membayangkan betapa hancur perasaan ibunya setelah mengetahui akhir dari nasibnya. Begitu pula dengan perasaan nene
Namun, tata bahasa si kakek yang berantakan membuat Iblis Pemburu Dosa yang tak dapat menahan hawa amarah mengeluarkan suara menggerendeng keras. Lalu....Wuusss...!Ujung tanduk lelaki berbulu lebat itu menyemburkan gumpalan api merah menyalanyala. Namun, Pujangga Kramat malah tertawa terkekeh-kekeh. Hebatnya, udara yang keluar dari mulut si kakek mampu memadamkan gumpalan api yang hendak membakar tubuhnya!"Jahanam...!" umpat Wanara Karang, seperti hendak menghalau rasa sesak di dadanya akibat desakan hawa amarah. "Datang ke Gurun Selaksa Batu ini agaknya kau berbekal kepandaian hebat. Namun, tak ada yang perlu kau pamerkan lagi! Sekarang juga nyawamu akan kuantar ke neraka!"Usai berkata, Iblis Pemburu Dosa memutar-mutar kedua tangannya di depan dada. Jelas sekali bila dia hendak mengeluarkan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang'.Mengingat kehebatan ilmu pukulan itu, dapatkah Pujangga Kramat menghindari lubang maut" Sementara, ilmu 'Lima Pukulan P
Sementara, Iblis Pemburu Dosa yang melihat kehadiran Baraka, sempat terkejut bukan main. Tempo hari, bukankah pemuda itu telah terjeblos ke lubang jebakan yang amat dalam? Bagaimana dia bisa selamat? Wanara Karang tak mampu menjawab pertanyaan yang berkecamuk di benaknya, Namun, dia tak mau peduli. Wanara Karang yakin, saat ini dengan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang' dan 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut' tak akan ada orang yang sanggup mengalahkannya. Termasuk Pendekar Kera Sakti dan kakek berbaju kumal yang disebut si pemuda sebagai Pujangga Kramat itu!"Hmmm.... Biar urusan ini cepat selesai. Ku tantang kalian untuk mengadu tenaga bersama-sama...," ujar Iblis Pemburu Dosa, jumawa."Boleh! Boleh!" sambut Pendekar Kera Sakti tanpa pikir panjang, ucapannya terdengar amat lugu."Eh! Eh!" ucap Pujangga Kramat sambil menepuk bahu Baraka. "Aku sudah tantangannya menyanggupi. Tak kau turut perlu campur. Urus gadis saja itu!"Terperanjat kaget Baraka saat mengar