Namun, tata bahasa si kakek yang berantakan membuat Iblis Pemburu Dosa yang tak dapat menahan hawa amarah mengeluarkan suara menggerendeng keras. Lalu....
Wuusss...!
Ujung tanduk lelaki berbulu lebat itu menyemburkan gumpalan api merah menyalanyala. Namun, Pujangga Kramat malah tertawa terkekeh-kekeh. Hebatnya, udara yang keluar dari mulut si kakek mampu memadamkan gumpalan api yang hendak membakar tubuhnya!
"Jahanam...!" umpat Wanara Karang, seperti hendak menghalau rasa sesak di dadanya akibat desakan hawa amarah. "Datang ke Gurun Selaksa Batu ini agaknya kau berbekal kepandaian hebat. Namun, tak ada yang perlu kau pamerkan lagi! Sekarang juga nyawamu akan kuantar ke neraka!"
Usai berkata, Iblis Pemburu Dosa memutar-mutar kedua tangannya di depan dada. Jelas sekali bila dia hendak mengeluarkan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang'.
Mengingat kehebatan ilmu pukulan itu, dapatkah Pujangga Kramat menghindari lubang maut" Sementara, ilmu 'Lima Pukulan P
Sementara, Iblis Pemburu Dosa yang melihat kehadiran Baraka, sempat terkejut bukan main. Tempo hari, bukankah pemuda itu telah terjeblos ke lubang jebakan yang amat dalam? Bagaimana dia bisa selamat? Wanara Karang tak mampu menjawab pertanyaan yang berkecamuk di benaknya, Namun, dia tak mau peduli. Wanara Karang yakin, saat ini dengan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang' dan 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut' tak akan ada orang yang sanggup mengalahkannya. Termasuk Pendekar Kera Sakti dan kakek berbaju kumal yang disebut si pemuda sebagai Pujangga Kramat itu!"Hmmm.... Biar urusan ini cepat selesai. Ku tantang kalian untuk mengadu tenaga bersama-sama...," ujar Iblis Pemburu Dosa, jumawa."Boleh! Boleh!" sambut Pendekar Kera Sakti tanpa pikir panjang, ucapannya terdengar amat lugu."Eh! Eh!" ucap Pujangga Kramat sambil menepuk bahu Baraka. "Aku sudah tantangannya menyanggupi. Tak kau turut perlu campur. Urus gadis saja itu!"Terperanjat kaget Baraka saat mengar
"Pertolongan? Siapa yang membutuhkan pertolonganmu?""Lihat itu!"Kembang Andini, Puspa Kencana, dan Sekar Telasih menoleh bersamaan, mengarahkan pandangan ke tempat yang ditunjukkan Pujangga Kramat. Walau samar-samar, mereka bertiga masih dapat mengenali sosok Kusuma Suci yang tengah tergolek pingsan."Gadis itu tak apa-apa! Dia hanya butuh pakaian!" seru Pujangga Kramat. "Setelah tolong kau dia, bergegaslah kemari. Kita pertempuran saksikan yang begitu itu mengasyikkan!"-o0o-LIMA belas jurus berlalu cepat. Belum juga Baraka melihat kesempatan untuk menerapkan ilmu ataupun jurus yang pernah dipelajarinya dari kitab peninggalan Salya Tirta Raharja. Karena desakan rasa jengkel, tanpa pikir panjang Baraka mengeluarkan salah satu ilmu pukulannya, yakni 'Pukulan Inti Dingin'. Begitu dialiri tenaga dalam, pergelangan tangan kanan si pemuda langsung berubah warna menjadi putih berkilat.Terperanjat Iblis Pemburu Dosa. Mendadak, haw
Bergegas dibuangnya tubuh ke kanan untuk menghindari pukulan beruntun Wanara Karang. Didahului suara menggerendeng, mendadak ujung tanduk Wanara Karang menyemburkan gumpalan api merah menyala-nyala. Pendekar Kera Sakti yang sudah berada dalam kewaspadaan penuh, bergegas mengibaskan telapak tangannya untuk menciptakan tiupan angin kencang. Sengaja dia tidak menggunakan Suling Krishna-nya. Ilmu ataupun jurus yang terdapat dalam kitab peninggalan Salya Tirta Raharja tak terdapat gerakan yang memakai senjata, semuanya berdasarkan gerakan tangan kosong. Kibasan telapak tangan Pendekar Kera Sakti yang disertai sebagian besar tenaga dalamnya terbukti dapat menimbulkan tiupan angin kencang bergemuruh, tak kalah hebat dibanding dengan kibasan Suling Krishna. Hebatnya, tiupan angin kencang itu bukan saja mampu menahan semburan api yang berasal dari ujung tanduk Wanara Karang, tetapi juga mampu membalikkan arah semburannya!Namun..., Iblis Pemburu Dosa malah tersenyum senang me
Mendadak, pemuda dari Lembah Kera itu menggerakkan kedua tangannya. Gerakan si pemuda seperti tak mengandung tenaga, tapi akibatnya sungguh di luar dugaan. Tubuh Wanara Karang langsung terpental jauh!Dan sebelum tubuh lelaki berbulu lebat itu jatuh ke tanah, garis-garis sinar merah yang semula lenyap, tiba-tiba melesat lagi dari jemari tangan Pendekar Kera Sakti."Hih...!"Srattt...! Weerrr...!Memekik parau Wanara Karang. Kali ini garis-garis sinar wujud dari 'Tenaga Matahari Merah' itu membelit tubuhnya lebih erat. Dalam keadaan melayang di udara, tubuh Wanara Karang terseret, lalu jatuh berdebam tiga tombak dari hadapan Pendekar Kera Sakti!Namun... mendelik mata Pendekar Kera Sakti. Si pemuda terhantam keterkejutan yang menyesakkan dada. Ketika jatuh ke tanah, seharusnya tubuh Wanara Karang hancur-lebur menjadi debu. Tapi, kenapa tubuh lelaki berbulu lebat itu tak mengalami luka apa-apa?"Tenaga Matahari Merah'-nya belum sempurna...," d
Walaupun tengah melamun, Baraka tak mengurangi kewaspadaannya, hingga saat sebuah desau angin menerpa angin yang cukup kencang menerpa dirinya, Baraka segera tolehkan pandangan.Beberapa langkah dihadapan Baraka, terlihat sebuah pusaran angin yang semakin lama menjelma menjadi sesosok tubuh. Baraka segera bangkit berdiri dan membalikkan tubuhnya menatap ke arah pusaran angin yang samar-samar terlihat sesosok tubuh dibaliknya.“Raja Kera Putih...” ucap Baraka mengenali sosok dibalik pusaran angin yang kini telah sirna dan menjelma menjadi sosok kera berwarna putih. Lingkar tubuhnya lebih besar dari pohon beringin tua. Diatas kepala kera itu, tampak sebuah mahkota emas tersampir. Matanya tajam, namun mengandung kewibawaan dan kearifan.“Baraka...” terdengar suara lembut tapi penuh wibawa dari sosok kera putih besar yang memang tak lain adalah Raja Kera Putih yang kini tampak menangkupkan kedua telapak tangannya didepan dada dan menundukkan
"Jangan dipakai buat tontonan!" Seru Betari Ayu."Angkat dia dan bawa masuk dengan segera!"Murbawati dibawa ke ruang yang khusus untuk penyembuhan. Di sana tubuh lunglai tak berdaya itu dibaringkan di atas sebuah pembaringan dari batu yang dilapisi kain tebal."Tinggalkan kami!" Kata Betari Ayu kepada para penggotong tubuh Murbawati itu.Mereka pun patuh, segera pergi meninggalkan ruang penyembuhan. Kini yang ada di situ hanya Murbawati dan Betari Ayu. Dipandangi sekujur tubuh Murbawati dengan sorot pandangan mata yang menyimpan kemarahan. Gigi menggeletuk, mata pun menjadi menyipit.Betari Ayu menarik napas, menenangkan gemuruh di dalam dadanya yang terasa hampir meledak melihat orang utusannya terkapar dalam keadaan sedemikian menyedihkannya. Terucap gumam, mendalam dari sudut berbibir sedikit tebal namun tampak indah itu. "Keparat! Ini pasti perbuatan Dewi Pedang!"Pintu kamar penyembuhan dibuka, Betari Ayu memanggil kedua murid kesayang
"Jika Ratu Lembah Asmara melancarkan pukulan, selalu saja pukulan yang mematikan yang dilancarkan. Tak pernah tanggung-tanggung seperti ini!" Pikir Betari Ayu."Andaikata benar bahwa Murbawati menderita pukulan dari Ratu Lembah Asmara, lantas apa maunya perempuan liar itu? Apakah ia sudah bosan bersahabat denganku? Apakah ia membuka pintu permusuhan denganku? Apa alasannya ia bertindak begitu? Bukankah aku pernah menolong nyawanya dari ancaman maut Cadaspati dalam pertempurannya di Bukit Menoreh?"Betari Ayu diguncang oleh keresahan dalam hatinya. la merasa harga dirinya dilangkahi oleh seseorang, tapi ia tak tahu kepada siapa ia harus menuntut sikap yang menantang itu. Satu-satunya wajah yang sering muncul dalam ingatannya hanyalah Dewi Pedang. Karena antara dia dengan Dewi Pedang pernah terjadi bentrokan ketika memperebutkan seorang lelaki yang bernama Datuk Marah Gadai.Sejenak, ingatan Betari Ayu melayang pada seraut wajah pria tampan berkesan jantan. Datuk
"Murbawati," Sapa Nyai Guru Betari Ayu dengan sikap tegasnya."Ceritakan, siapa orang yang menyerangmu sedemikian rupa?" Dewi Murka menyahut dengan pertanyaan."Apakah Dewi Pedang orangnya, Murbawati?""Bukan," Jawab Murbawati masih dengan suara lemah."Apakah Ratu Lembah Asmara? tanya Betari Ayu."Juga bukan, Nyai Guru.""Lantas siapa?""Pujangga Kramat," Jawab Murbawati.Tiga wajah perempuan yang sama-sama memiliki kecantikan tersendiri itu kini saling beradu pandang. Dahi mereka sedikit berkerut mendengar nama tersebut. Selendang Maut dan Dewi Murka merasa asing terhadap nama itu, tapi Betari Ayu rupanya tidak merasa asing.Hanya sedikit heran, mengapa Murbawati jadi punya urusan dengan Pujangga Kramat."Nyai Guru, mohon sudi memaafkan kelancangan saya yang telah membuat saya terluka seperti ini," Tutur Murbawati dengan perasaan bersalah dan sikap menyesal. Nyai Guru Betari Ayu hanya diam saja, mata tetap meman