"Jika Ratu Lembah Asmara melancarkan pukulan, selalu saja pukulan yang mematikan yang dilancarkan. Tak pernah tanggung-tanggung seperti ini!" Pikir Betari Ayu.
"Andaikata benar bahwa Murbawati menderita pukulan dari Ratu Lembah Asmara, lantas apa maunya perempuan liar itu? Apakah ia sudah bosan bersahabat denganku? Apakah ia membuka pintu permusuhan denganku? Apa alasannya ia bertindak begitu? Bukankah aku pernah menolong nyawanya dari ancaman maut Cadaspati dalam pertempurannya di Bukit Menoreh?"
Betari Ayu diguncang oleh keresahan dalam hatinya. la merasa harga dirinya dilangkahi oleh seseorang, tapi ia tak tahu kepada siapa ia harus menuntut sikap yang menantang itu. Satu-satunya wajah yang sering muncul dalam ingatannya hanyalah Dewi Pedang. Karena antara dia dengan Dewi Pedang pernah terjadi bentrokan ketika memperebutkan seorang lelaki yang bernama Datuk Marah Gadai.
Sejenak, ingatan Betari Ayu melayang pada seraut wajah pria tampan berkesan jantan. Datuk
"Murbawati," Sapa Nyai Guru Betari Ayu dengan sikap tegasnya."Ceritakan, siapa orang yang menyerangmu sedemikian rupa?" Dewi Murka menyahut dengan pertanyaan."Apakah Dewi Pedang orangnya, Murbawati?""Bukan," Jawab Murbawati masih dengan suara lemah."Apakah Ratu Lembah Asmara? tanya Betari Ayu."Juga bukan, Nyai Guru.""Lantas siapa?""Pujangga Kramat," Jawab Murbawati.Tiga wajah perempuan yang sama-sama memiliki kecantikan tersendiri itu kini saling beradu pandang. Dahi mereka sedikit berkerut mendengar nama tersebut. Selendang Maut dan Dewi Murka merasa asing terhadap nama itu, tapi Betari Ayu rupanya tidak merasa asing.Hanya sedikit heran, mengapa Murbawati jadi punya urusan dengan Pujangga Kramat."Nyai Guru, mohon sudi memaafkan kelancangan saya yang telah membuat saya terluka seperti ini," Tutur Murbawati dengan perasaan bersalah dan sikap menyesal. Nyai Guru Betari Ayu hanya diam saja, mata tetap meman
BUKIT KAYANGAN. Sebuah tempat yang sangat indah hingga orang-orang memberinya nama Bukit Kayangan. Paling tidak, setiap orang yang mendengar nama ini, pasti sudah membayangkan betapa indahnya bukit itu. Dugaan orang-orang memang sebagian benar, tapi juga sebagian salah. Bukit Kayangan memang sebuah tempat yang sangat indah. Di sepanjang mata memandang, dari dataran lembah hingga ke puncak bukit, dipenuhi dengan berbagai macam pesona tanaman yang berwarna warni. Bila mendaki bukit itu, bagaikan mendaki ke sebuah taman langit. Tapi... tidak sembarang orang bisa ke puncak Bukit Kayangan, karena salah langkah ataupun salah kata, nyawa melayang. Di Bukit Kayangan tinggal seorang sesepuh dunia persilatan berjuluk Setan Bodong. Setan Bodong terkenal akan kesaktiannya. Namanya disegani baik orang-orang dari golongan putih maupun golongan hitam, karena dia tak pernah pandang bulu dalam memilih lawan. Bila dirasa
Seketika paras Setan Bodong yang tadinya jengkel dan putus asa langsung berubah ceria, matanya berbinar-binar memandang ke arah Baraka dengan tatapan gembira.“Bagus...” teriak Setan Bodong keras.“Tapi kau jangan mengajarkan banyak kesaktian padaku. Apa yang kumiliki saat ini, sudah terlalu banyak dan sudah lebih dari cukup” potong Baraka cepat.“Tentu.. tentu, aku tidak akan menurunkan banyak kesaktian kepadamu. Hanya beberapa saja yang menurutku akan berguna untukmu, di tambah 1 kesaktian ciptaanku”“Kesaktian apa itu?” tanya Baraka penasaran.“Kau ingat Banyak Langkir?”“Raja Penyasar Sukma...”“Benar, Banyak Langkir atau Raja Penyasar Sukma, murid murtadku itu. Ku dengar ia telah tewas ditanganmu, Baraka?”Baraka mengangguk. Saat Setan Bodong memintanya menceritakan tentang pertarungannya dengan Banyak Langkir atau Raja Penyasar Sukma yang
Setan Bodong segera meluncurkan pukulan jarak jauhnya ke tubuh Baraka.Wusss...!Dengan sigap tangan kiri Baraka disentakkan ke depan.Wuuggg...!Gelombang tenaga dalam dilancarkan pula oleh Baraka. Gelombang itu berbenturan dengan hawa pukulan jarak jauh dari Setan Bodong, dan akibatnya menimbulkan suara bergedebuk seperti nangka jatuh dari pohon.Beeegh...!Baraka tersentak mundur satu langkah. Tetapi Setan Bodong tersentak mundur tiga langkah.Rupanya Baraka mengirim kekuatan tenaga dalamnya lebih besar dari pukulan jarak jauhnya Setan Bodong, membuat tubuh kakek berjubah kuning itu lebih besar menerima sentakan.Tubuh itu membentur pohon.Bukkk...!"Kurang ajar kau!" Geram Setan Bodong karena merasakan sakit pada bagian punggungnya yang terkena tunas pohon berbentuk seperti tangan menggenggam.Baraka tertawa sambil menuding-nuding gurunya yang menyeringai kesakitan di bagian punggung. Sejak berguru dan
“Mulai sekarang, kau harus berhati-hati menatap lawan jenismu, Baraka” ucap Setan Bodong tiba-tiba, hingga menarik perhatian pemuda dari lembah kera ini.“Memangnya ada apa, Kek?”“Kau telah mewarisi Ilmu Dewa Kayangan, secara tidak langsung, kini kedua matamu sudah tersimpan kekuatan yang mampu memiliki daya pesona yang sangat tinggi terhadap lawan jenismu... siapapun wanita yang bertatapan denganmu, dia akan terpikat olehmu... kecuali wanita itu memiliki hati yang bersih. Maka dia tidak akan terpengaruh oleh tatapan matamu. Juga senyumanmu, kini kau telah memiliki Aji ‘Senyum Dewa Kayangan’. Sekali lagi ku ingatkan, jangan tebar pesonamu ke semua wanita yang kau temui” jelas Setan Bodong.“Ilmu ‘Senyum Dewa Kayangan’... ” Gumam Baraka sambil garuk-garuk kepala dengan tersenyam senyum dikulum.“Pesanku padamu, hati-hatilah dengan wanita, ilmu Dewa Kayang
Ternyata dua tokoh yang bertarung itu adalah dua wanita berpakaian lebih bersih dari pakaiannya Baraka. Yang satu berpakaian pinjung sebatas dada warna kuning, sama dengan celananya yang sebatas betis. Pinjung dan celana itu ketat dengan tubuhnya yang sekal dan sexy. Karena ketatnya, maka bentuk dadanya yang menonjol sekal dan menggemaskan itu terlihat jelas di mata Baraka. Tentu saja mata itu enggan berkedip karena memang suka dengan pemandangan yang bersifat syur seperti itu. Sayang sekali wanita muda yang ditaksir usianya sekitar dua puluh empat tahun itu mengenakan pakaian jubah lengan panjang warna abu-abu tipis, sehingga bentuk keelokan tubuhnya tak bisa terlihat bebas."Cantik juga dia. Tahi lalat di dekat bibirnya itu yang membuatnya tampak cantik dan menawan hati. Gemas sekali aku pada bibir itu!" gumam Baraka yang suka berpikiran nakal itu.Katanya lagi. ”Tapi yang satunya lagi juga oke punya, Cing! Memang sedikit lebih tua dari yang berjubah abu-abu it
Kitab Jayabadra adalah kitab pusaka milik guru mereka; Nyai Lirih Dewi. Salah satu ilmu berbahaya yang terdapat dalam Kitab Jayabadra adalah jurus 'Jaya Petaka', yang apabila digunakan bisa menghadirkan bencana pada alam sekelilingnya. Mereka tidak tahu bahwa bencana yang terjadi belum lama ini adalah akibat murka Barata, ayahnya Baraka. Murka yang menggegerkan Istana Langit, juga menggegerkan kehidupan di bumi, telah disalah artikan oleh Nyai Lirih Dewi. Karenanya ia mengutus murid tercintanya; Rintih Manja untuk menangkap Arum Selayang, sebab kepergian Arum Selayang bersamaan dengan hilangnya Kitab Jayabadra."Sekali lagi kuperingatkan padamu, Arum Selayang. Menyerahlah dan jangan melawan supaya aku tidak bikin nyawamu melayang-layang!""Kau pikir mentang-mentang kau menjadi anak emas Guru, maka kau bisa kalahkan ilmuku? Hmmm...! Sori aja, ya?! Bagaimanapun juga kedudukanmu masih di bawahku, Rintih Manja. Aku adalah seniormu! Ilmumu belum sepadan dengan ilmu
Perguruan Mekar Bumi menjadi tempat Baraka singgah pertama kali setelah meninggalkan Bukit Kayangan. Kehadirannya yang membawa perdamaian antara Arum Selayang dan Rintih Manja diterima dengan baik oleh Nyai Lirih Dewi. Memang pada mulanya Nyai Lirih Dewi sempat curiga, menyangka Baraka memihak Arum Selayang."Seharusnya kau tidak ikut campur dalam urusan ini, Anak Muda," ujar sang Guru yang usianya sudah mencapai delapan puluh tahun, tapi masih kelihatan tegar. Kulitnya berkeriput, namun tulangnya masih lurus. Tak ada bungkuk sedikit pun. Matanya masih memandang dengan tajam, setajam pisau cukur. Wibawa dan kharismanya masih tinggi.Dengan pakaian hijau tuanya Nyai Lirih Dewi menampakkan sikap kurang ramah kepada Baraka. Bahkan dengan nada ketus ia berkata, ”Apa perlumu membela Arum Selayang, sehingga kau yakin betul bahwa Arum Selayang tidak mencuri kitab pusaka kami?""Kalau dia mempunyai kitab itu dan sudah pelajari jurus 'Jaya Petaka', tentunya perguru
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l