Bima bangkit berdiri dengan susah payah. Luka yang dia terima karena ledakan dahsyat yang terjadi itu cukup parah. Meski begitu dengan tubuh penuh luka dia kembali terbang ke atas untuk memastikan para siluman yang menyerang telah mundur. Benar saja,siluman-siluman itu telah mundur masuk kembali ke dalam hutan setelah Raja mereka Kadal raksasa itu tewas. Dengan cepat Bima menemui Ratu Azalea yang masih berada di dalam rumah penduduk. Rumah itu sudah hancur sebagian. Aura hijau masih menyelimuti rumah tersebut. Aura itu adalah aura yang terpancar dari tombak penyembuh milik Bima. "Kamu kembali..." ucap Ratu Azalea lemah. Dia masih tergeletak di atas lantai. Sebagian luka luarnya telah pulih meski belum cukup kuat untuk berdiri sendiri. Itu karena tenaga dalamnya yang telah terkuras habis. Bima tersenyum. Dia merunduk untuk meraih tubuh Ratu Azalea. "Bisakah kamu bawa tombak itu?" tanya Bima. Ratu mengangguk dengan wajah merah. Dia mengambil tombak hijau milik Bima. Tombak peny
Lesmana dan para kesatria bergerak waspada. "Hati-hati, sepertinya ada siluman yang masih tertinggal di tempat ini..." kata Lesmana mengingat kan. Dwarawati bersiap dengan tenaga dalam jika siluman itu muncul secara mendadak. Mereka tak menyadari dari balik reruntuhan rumah, sepasang mata merah mengawasi gerak gerik para kesatria. Grrrrrr... Siluman itu menggeram. Air liurnya keluar melihat sosok Dwarawati. Gadis cantik dengan tubuh yang indah. Sosok itu mencoba menahan diri, namun godaan ingin memakan Dwarawati sangat tinggi. Dari dalam reruntuhan, siluman itu menerkam tubuh Dwarawati yang berada di barisan belakang. Semua terkejut. Dwarawati yang sudah siap dengan tenaga dalam berhasil menahan cakar siluman itu. Tubuh mereka berguling di jalan. Di saat yang tepat kaki Dwarawati berhasil memasukkan tendangan ke perut siluman tersebut. Sosok siluman berwajah serigala itu terpental ke udara. "Kakak!" teriak Dwarawati. Lesmana langsung melepas panah roh miliknya ke arah silum
Ratu Azalea tersenyum. "Lesmana sudah sejak lama tertarik padaku dan mempunyai niat yang tidak baik. Namun karena kekuatanku, dia menahan diri," kata Ratu. Tinju Bima terkepal. Ratu kembali berkata, "Di saat aku terluka, dia melakukan tindakan yang sangat tercela," kata Ratu dengan sorot mata marah. "Apa yang dia lakukan?" tanya Bima dengan hati yang mulai geram. "Dia sempat meraba tubuhku...Aku yang saat itu masih sangat lemah tak bisa berbuat apa-apa," kata Ratu dengan wajah kesal. "Apakah harus ku bunuh sekarang juga?" tanya Bima dengan sorot mata penuh amarah. Ratu menggeleng sambil mengusap dada pemuda itu. "Dia adalah wakil ketua dari peri petarung. Ada beberapa dewan yang berada di pihaknya. Dari awal mereka tidak menyukai posisiku sebagai Ratu. Karena aku seorang manusia, sama seperti dirimu,""Kenapa kita tidak pergi saja dan kembali ke dunia manusia? Toh keadaan saat ini sudah lebih baik?" tanya Bima. Ratu Azalea terdiam. "Aku tidak bisa semudah itu meninggalkan k
Bima dan Ratu Azalea masuk ke dalam sebuah goa. Hujan lebat mengguyur hutan tersebut. Dengan kekuatan api miliknya, Bima membuat perapian agar tubuh mereka hangat. "Ratu, kamu yakin klan Elang Dewa yang menculik Arimbi?" tanya Bima memecah kesunyian. Ratu Azalea mengangguk. "Aku yakin, klan itu sangat tertutup. Tempat mereka berada di tebing jurang puncak gunung ini. Sebagian besar dari mereka adalah siluman. Meski nama mereka Elang Dewa," jelas Ratu. "Siluman... Apakah kerajaan Peri pernah bersinggungan dengan mereka?" tanya Bima. Ratu menggeleng. "Kami tidak pernah ada hubungan apapun, dan tidak ada permusuhan sama sekali selama dua ribu tahun aku menjadi Ratu," kata Ratu Azalea. "Ini aneh, apakah mereka mempunyai teritori sendiri?" tanya Bima. Ratu Azalea mengangguk. Dia mendekatkan tubuhnya ke perapian agar hangat. Sebagian pakaiannya basah karena hujan. "Apakah kamu tidak mempunyai pakaian ganti?" tanya Bima. Ratu menggeleng. Bima segera mengambil pakaian yang ada di sa
Para kesatria berkuda itu turun dari atas kuda. Bima menghitung jumlah mereka ada lebih dari dua puluh kesatria. "Semuanya berada di ranah Keabadian, ini sangat merepot kan," batin Bima. Dia belum pulih total. "Pahlawan, kami di perintahkan Raja Baru kami, Raja Celosia untuk membawa Ratu kembali ke kerajaan, mohon pengertian pahlawan." kata salah satu perwakilan dari para kesatria "Huh, baru menjadi Raja langsung bermain seenaknya, seandainya aku tidak menyelamatkan kerajaan mu, apakah raja mu yang sekarang itu masih bisa menjadi Raja? Apakah para peri tidak punya otak untuk berpikir?" tanya Bima sinis. "Kami menghargai tuan pahlawan yang telah membunuh Monster raksasa itu. Tapi... Ratu, adalah orang yang paling penting dalam hidup Raja Celosia... Kami hanya mematuhi perintah..." kata Perwakilan itu. Dari dalam goa Ratu Azalea muncul. "Aku tidak ingin kembali lagi. Sudah cukup aku menjadi Ratu kalian, apakah kebaikan ku selama ini telah kalian lupakan?" ucap Ratu Azalea kesal.
Kuda itu berlari dengan cepat ke arah puncak. Jarak mereka dengan puncak gunung sudah semakin dekat. "Ratu, apakah itu tanda wilayah kekuasaan Elang Dewa?" tanya Bima sambil menatap ke arah depan. "Benar, kita telah sampai," Jawab Ratu Azalea yang melihat gapura besar. Kuda itu berhenti di bawah gapura batu yang di jaga dua patung Elang raksasa. Tubuh Elang itu mirip manusia, namun kepala dan kakinya saja yang menyerupai Elang. Dai tambah sayap besarnya. "Sangat mirip dengan makhluk yang menculik Arimbi," kata Bima. "Mereka menguasai wilayah puncak ini, hati-hati, mereka tidak seperti para peri yang lebih ramah kepada orang lain. Para siluman ini sangat mudah marah dan gampang curiga," kata Ratu mengingat kan. Mereka berdua turun dari atas kuda. Bima menambatkan tali kuda itu di sebuah pohon tak jauh dari gapura tersebut. Mereka berdua pun berjalan masuk melewati gapura batu yang di jaga dua patung Elang bertubuh manusia. Tanpa mereka sadari, mata kedua patung Elang itu bersin
Bima melompat ke dalam arena pertarungan. Ratu Agung yang duduk di atas singgasana menatap tajam ke arah arena. Bima menoleh ke arah Ratu Agung yang mengenakan cadar hitam sehingga wajahnya tidak terlihat dengan jelas. "Angka dua belas naik ke panggung!" teriak makhluk berwujud manusia setengah Elang dengan keras. Dari dalam ruangan tadi muncul satu sosok peri yang melompat dengan lincah ke atas arena. "Peraturan nya adalah, yang hidup yang menang. Paham!?" kata siluman Elang itu. Peri itu membungkuk hormat kepada Bima. "Namaku Sayuti, peri petarung ranah Keabadian tahap akhir," kata peri bernama Sayuti tersebut. Bima tersenyum. "Aku Bimasena, petarung ranah Keabadian tahap Akhir," kata Bima menyahut. Duel keduanya pun di mulai. Para penonton pun mulai bertaruh. Sayuti bergerak cepat kearah Bima, langkah kakinya gesit dan sangat cepat. Bima pun mengimbangi langkahnya. Mereka saling beradu jurus dengan keahlian masing-masing. Bima lebih unggul dari segi jurus serangan dan ber
"Aku adalah tangan kanan Ratu Agung, di klan ini aku di panggil dengan nama Wesi Tuo. Sekarang, kerahkan semua yang kamu miliki untuk melawanku jika kamu ingin tetap hidup!" kata Siluman Elang bernama Wesi Tuo itu. Bima menatap tajam. Dia bisa merasakan aura tekanan yang sangat kuat dari siluman bernama Wesi Tuo itu. "Hiiaaattt!" Bima berteriak keras sambil melompat ke arah Wesi Tuo. Namun Wesi Tuo dengan tenang diam di tempat saat tinju Bima datang menghantam. Brak! Tinju Bima yang telah dialiri tenaga dalam itu menghantam dada Wesi Tuo. Namun Bima terkejut saat melihat Wesi Tuo masih berdiri tegak tanpa terluka sedikitpun. Jangan kan terluka, terdorong sedikit pun tidak. Bima melompat mundur. Dia merasa tinjunya seolah baru saja menghantam batu karang yang sangat keras. Bima menatap tinjunya yang memar. "Tubuhnya sangat kuat, bahkan pukulan ku tak membuat kakinya goyah sama sekali!" kata Bima. "Aku sudah bilang, lawan mu kali ini kuat, kamu harus waspada...!" sahut Iblis Es
Tengkorak Merah raksasa menderu dari atas langit menuju aula dimana para pendekar sewaan Perguruan Bangau Surga berada. "Hei, apakah kalian merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pendekar yang sedang asik minum tuak. "Kau mabuk, apa yang kau rasakan kecuali pusing? Hahaha!" sahut kawannya yang juga sudah dalam keadaan mabuk. Di dalam aula itu ada sepuluh pendekar Ranah Tulang Dewa dan belasan pendekar ranah Keabadian. Keberadaan mereka adalah untuk menjebak pembunuh yang mengincar Ketua mereka. Namun mereka tak menyadari, bahaya yang lebih mengerikan tengah menuju ke arah mereka. "Beberapa hari ini Ketua Adisatya mengurung diri di gubuk itu, apakah dia akan terus membiarkan orang-orang pemabuk ini berada di aula terhormat kita?" bisik salah satu murid Perguruan. "Sssttt! Jangan sampai mereka mendengar, itu akan jadi masalah untuk Perguruan kita," sanggah kawannya yang lebih memilih diam. Saat keadaan te
Bima melangkah masuk ke dalam penginapan yang sudah dia tempati beberapa hari ini. Matanya melirik kearah kedai yang ada di lantai bawah. Disana banyak pendekar yang sedang minum tuak dan berjudi. "Sampah-sampah ini hanya merusak pemandangan dan membuatku sakit mata," batin Bima sambil terus berjalan ke lantai dua. Sesampainya di kamar Bima menggelar semua senjata yang dia beli tadi. "Aku bisa merasakannya, senjata yang hampir mirip..." batin Bima. Dia mengambil satu persatu senjata berupa pisau dan belati tersebut. Setelah beberapa lama mencari akhirnya dia menemukan senjata berupa belati yang dia inginkan. "Ini dia... Benar... Ini mirip dengan belati petir..." batin Bima. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam belati tersebut. Aura petir muncul dari senjata kecil itu membuat Bima yakin itu memang belati petir pasangan belati petir miliknya. "Keberuntungan yang tidak terduga!" batin Bima sam
Beberapa hari setelah pembantaian di Perguruan Taring Putih, seluruh kerajaan gempar. Kabar itu di sampaikan oleh Pengawas Kerajaan yang di tempatkan di Perguruan Taring Putih. Dia baru saja kembali bersama beberapa muridnya setelah melakukan latihan di hutan. Saat mereka pulang, Perguruan yang mereka tempati telah musnah. Tak ada yang tersisa satu nyawa pun. Semua tetua dan murid yang berjumlah ratusan tewas. Bahkan didapati lubang besar yang pengawas itu duga adalah serangan banyak pendekar.Tidak ada yang mengira sama sekali jika pelaku serangan itu hanyalah tiga orang saja. Banyak dugaan kuat jika serangan di lakukan oleh musuh abadi Perguruan tersebut. Dan musuh abadi Perguruan Taring Putih adalah Perguruan Bangau Surga. Kedua Perguruan kelas tengah itu sering berselisih. Namun belum pernah tejadi peperangan besar di antara keduanya. Raja Negara Angin Timur mulai menyikapi dengan serius masalah pembantaian dua
Tangan Darah berteriak keras sambil menahan serangan pukulan Taring Harimau Dewa gabungan. Tengkorak-tengkorak yang dia lancarkan tak mampu melahap semua kekuatan gabungan itu. Sehingga terjadi ledakan yang sangat dahsyat bagaikan ledakan gunung berapi. Wulan mencoba terus bertahan meski darah sudah mengalir dari sela bibirnya. Dia bisa merasakan tubuhnya yang seperti tengah di cabik-cabik binatang buas. Di tengah ledakan dahsyat itu terdengar suara auman harimau yang sangat keras. Para tetua itu berteriak keras sambil terus bertahan dari ledakan tersebut. Namun tidak semua berhasil bertahan, karena beberapa tengkorak berhasil lepas dari ledakan dan langsung menyerang mereka dan memakannya dengan buas. "Bertahan lah sekuat tenaga!" teriak Wiraseta. Namun darah menyembur dari mulutnya. Dia yang paling terkena dampak dari ledakan tersebut karena dia yang paling depan. "Sudah menggabungkan kekuat
Bima tersenyum mendengar ledakan itu. "Dia sudah mulai, aku penasaran akan seperti apa pertarungan mereka!" batin Bima. Para murid yang terkejut mendengar ledakan dari arah aula tak bisa berbuat apa-apa. Mereka kocar-kacir diserang oleh Bima. "Jangan biarkan musuh begitu saja! Serang dengan kekuatan kalian!" terdengar teriakan dari atas menara. Bima menoleh. Dia terkejut saat satu anak panah sudah ada di depan matanya. Namun dalam sekejap Bima telah menghilang dan berpindah tempat di depan pemanah tersebut. Sang pemanah terkejut. Namun hanya sesaat, karena di detik berikutnya kepalanya telah terlepas dari tubuhnya setelah terkena sabetan pedang milik Bima. Murid-murid yang lain terlihat ketakutan. Ini kali pertama mereka melihat sosok Iblis di depan mereka. "Dia sangat cepat dan ganas... Bagaimana cara kita menahan serangan nya...?" "Gunakan senjata roh! Kita serang bersama-sama!"Bima menatap ke bawah. Jika puluhan pendekar itu menggunakan senjata roh, dia akan cukup kesulita
Bima menatap tajam mata Datuk Manggala. Dia khawatir mayat yang sudah dia hidupkan akan menyerangnya. "Dia saat ini berada di ranah Cakrawala tahap tengah, jika dia menyerangku, akan sangat menyusahkan, sialan..." batin Bima. Datuk Manggala berjalan mendatangi Bima yang masih bersembunyi dibalik dinding es. Setiap langkahnya menggetarkan lantai goa. Blarrrr! Dinding es yang sangat kuat itu hancur hanya dengan telapak tangan Datuk Manggala. Bima bersiap dengan pedang Hantu Biru. Dia harus segera kabur jika Datuk Manggala itu menyerangnya. Namun sesuatu yang membuat Bima terkesima pun terjadi. Datuk Manggala berlutut di depan Bima sambil menyilangkan tangan kanannya di depan dada. "Seorang Pelayan Terkuat ada di depanku..." ucap Bima dalam hati sambil tertawa keras. "Hmm, namamu sekarang adalah Tangan Darah, apakah kau dengar?" ucap Bima. "Saya mendengar tuanku," sahut Datuk Manggala yang sekarang berganti nama menjadi Tangan Darah. Bima mempunyai alasan tersendiri kenapa dia
Bima mendekati empat sosok penjaga berbentuk Iblis Es tersebut. Namun empat penjaga itu langsung menyerangnya dengan kekuatan es. "Hei! Apakah kalian tidak mengenali tubuhku!" teriak Bima yang langsung mengeluarkan pedang es dan menangkis serangan empat penjaga tersebut. Keempat penjaga itu menatap Bima dengan tatapan aneh. "Apakah kau juga pecahan kekuatanku!?" tanya salah satu dari empat Iblis Es tersebut. Bima mengangguk. "Akan ada orang lain yang juga ingin mengambil bunga ini. Aku yakin, kalian tidak akan bisa menghadapinya. Iblis Es di dalam tubuhku sudah berkembang dan menjadi lebih kuat, kalian bisa masuk ke dalam tubuhku dan aku akan mengambil inti bunga tersebut untuk sebuah ritual," kata Bima. "Kami tidak akan setuju begitu saja, coba tunjukkan kemampuan Iblis Es yang ada di dalam tubuhmu," kata salah satu penjaga tersebut. Bima menatap tajam. Tangannya bergerak membuat sebuah rapalan. Dia akan mengeluarkan Jurus Pedang Es miliknya dengan kekuatan tinggi. Empat penj
Mata Bima membesar melihat sebuah benda bersinar warna warni dan melayang di depan Ayu Wulan Paradista. Bima mendekati benda tersebut. "Nona, apa maksudnya ini? Benda apa ini? Aku merasakan tiga kekuatan di dalam benda ini," tanya Bima. Di depan Bima saat ini adalah sebuah cincin perak dengan aura tiga warna. "Cincin ini adalah jelmaan dari roh tiga pilar yang sudah tiada. Mereka menginginkan dirimu untuk memiliki nya sebagai wujud rasa terimakasih mereka padamu," kata Wulan sambil mendorong cincin itu dengan jari nya. Cincin perak itu pun melayang mendekati Bima. Dengan perasaan aneh bercampur takjub Bima memegang cincin tersebut. Dia bisa merasakan aura kekuatan yang luar biasa dari cincin itu. "Kenapa mereka berterimakasih padaku? Apa yang telah aku lakukan pada mereka?" tanya Bima. Wulan tersenyum. Dia bangkit berdiri. "Kamu sudah membunuh Datuk Manggala yang sudah membunuh mereka di masa lalu. Dan juga itu adalah satu-satunya permintaan ku padamu karena aku telah menolong
Bima melayang turun dan mendarat tak jauh dari Ayu Wulan Paradista.Sementara itu, Hujan Es Abadi masih menghantam tubuh Datuk Manggala. Area seluas ratusan tombak itu berubah menjadi lahan es yang sangat dingin. Wulan menahan kekuatan dingin itu dengan Tongkat Penyembuh miliknya. Namun rasa dingin itu tidak bisa ditahan dengan tingkat penyembuh."Apakah kau merasa sangat kedinginan?" tanya Bima. Wanita itu tak menjawab. Tapi Bima tahu hanya dengan melihat bibirnya yang terlihat pucat. "Kekuatan es milikku meningkat hingga beberapa kali lipat sehingga tingkat dinginnya bisa membekukan apa pun, bahkan pendekar Ranah Cakrawala sekalipun," batin Bima lalu tangan kirinya membuat bola api merah. Mata Wulan terlihat membesar melihat Bola Api merah milik Bima. Dia tidak menyangka bahwa pemuda itu pun mempunyai kekuatan api. Bima meletakkan api itu di atas tempat pemujaan. Hawa hangat langsung terasa sehingga Wulan tak perlu lagi menggunakan kekuatan miliknya. "Kamu mempunyai dua elemen