Bima melompat ke dalam arena pertarungan. Ratu Agung yang duduk di atas singgasana menatap tajam ke arah arena. Bima menoleh ke arah Ratu Agung yang mengenakan cadar hitam sehingga wajahnya tidak terlihat dengan jelas. "Angka dua belas naik ke panggung!" teriak makhluk berwujud manusia setengah Elang dengan keras. Dari dalam ruangan tadi muncul satu sosok peri yang melompat dengan lincah ke atas arena. "Peraturan nya adalah, yang hidup yang menang. Paham!?" kata siluman Elang itu. Peri itu membungkuk hormat kepada Bima. "Namaku Sayuti, peri petarung ranah Keabadian tahap akhir," kata peri bernama Sayuti tersebut. Bima tersenyum. "Aku Bimasena, petarung ranah Keabadian tahap Akhir," kata Bima menyahut. Duel keduanya pun di mulai. Para penonton pun mulai bertaruh. Sayuti bergerak cepat kearah Bima, langkah kakinya gesit dan sangat cepat. Bima pun mengimbangi langkahnya. Mereka saling beradu jurus dengan keahlian masing-masing. Bima lebih unggul dari segi jurus serangan dan ber
"Aku adalah tangan kanan Ratu Agung, di klan ini aku di panggil dengan nama Wesi Tuo. Sekarang, kerahkan semua yang kamu miliki untuk melawanku jika kamu ingin tetap hidup!" kata Siluman Elang bernama Wesi Tuo itu. Bima menatap tajam. Dia bisa merasakan aura tekanan yang sangat kuat dari siluman bernama Wesi Tuo itu. "Hiiaaattt!" Bima berteriak keras sambil melompat ke arah Wesi Tuo. Namun Wesi Tuo dengan tenang diam di tempat saat tinju Bima datang menghantam. Brak! Tinju Bima yang telah dialiri tenaga dalam itu menghantam dada Wesi Tuo. Namun Bima terkejut saat melihat Wesi Tuo masih berdiri tegak tanpa terluka sedikitpun. Jangan kan terluka, terdorong sedikit pun tidak. Bima melompat mundur. Dia merasa tinjunya seolah baru saja menghantam batu karang yang sangat keras. Bima menatap tinjunya yang memar. "Tubuhnya sangat kuat, bahkan pukulan ku tak membuat kakinya goyah sama sekali!" kata Bima. "Aku sudah bilang, lawan mu kali ini kuat, kamu harus waspada...!" sahut Iblis Es
Bima menatap pedang darah miliknya yang masih menancap di lantai. Namun dua tiruannya telah menghilang karena dia mengganti kekuatan Iblis di dalam tubuhnya. Sementara Wesi Tuo kembali melancarkan serangan kuatnya ke arah Bima. Kali ini serangan bernama Badai Kematian lebih dahsyat dua kali lipat dari serangan sebelumnya. Para penonton pun mundur dari arena karena tekanan kekuatan dari Badai Kematian yang sangat lah kuat. "Iblis Es, aku akan kerahkan Ajian Hujan Es Abadi!" kata Bima sambil mengambil belati petir miliknya. "Lakukan saja anak muda, dengan bantuan kekuatan dariku, Hujan Es Abadi milikmu akan semakin dahsyat!" sahut Iblis Es. "Tapi sebelumnya aku harus mengalihkan perhatian dia lebih dulu," batin Bima. Bima segera berguling menjauh dari dinding es saat badai besar menghantam dinding es miliknya tersebut. Lalu sekejap kemudian tubuhnya menghilang dan telah berada di dekat pedangnya. Itu adalah kekuatan Belati petir yang mampu memindahkan tubuh secepat kilat. Dengan
Melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bima berhasil mengalahkan Wesi Tuo yang berada di Ranah Tulang Dewa berkat kerjasama Bima dengan Iblis Es. Setelah kemenangan itu, moderator yang membawa jalannya pertandingan malah menyuruh para siluman Elang tersebut menyerang Bima bersama-sama karena merasa geram dengan kematian tetua mereka. Bima yang sudah merasa marah, ingin menghabisi mereka semua dengan kekuatan Iblis Tanduk Api yang dia miliki. Saat keadaan mulai genting itu, Ratu Agung bangkit berdiri dan berseru. "Kalah tetap saja kalah! Jangan menjadi makhluk yang pengecut!" ucap Ratu Agung keras. Moderator yang masih melayang di langit terkejut. Para penonton yang mulai bergerak pun terdiam mendengar Ratu Agung berkata seperti itu. "Pendekar ini sudah menang, berikan apa yang telah di janjikan, jangan mempermalukan Klan Elang Dewa!" kata Ratu Agung lagi. Tinjunya terlihat mengepal. Ada perasaan yang seolah merasa puas dengan kematian Tetua Wesi Tuo. Bima memperhatikan Ratu
Bima berdiri di depan danau yang cukup luas itu. Tetua yang membawanya menunjuk ke arah sebuah pulau kecil di tengah danau. "Naga itu ada di sana, air ini sangat panas dan berbahaya," kata tetua tersebut. Ratu Agung merasa khawatir pada keselamatan Bima. Dia sedikit menyesal mengatakan bahwa dia telah tewas melawan Naga Api. Ratu berpikir Bima akan melepas kan begitu saja. Ternyata dia salah, Bima bukan orang yang akan menyerah pada sesuatu dengan mudah. "Naga itu sangat kuat, hampir tidak ada dari kami yang berani mengusiknya, bahkan Raja Elang tidak berani mengganggu nya. Apakah kamu masih ingin ke sana? Dengan kekuatanmu yang masih berada di ranah Keabadian tahap akhir, seperti nya akan kesulitan melawan nya," kata Ratu Agung mengingatkan. Dia berharap Bima menyerah agar selamat. Namun Bima tidak menggubris. "Sekuat apa pun dia, siapa pun yang telah membuat Arimbi meninggalkan diriku, aku akan mendatanginya. Meski itu adalah Dewa Kematian sekali pun!" kata Bima membuat Ratu A
Naga Api dengan tubuhnya yang panjang bergerak cepat mengepung Bima. Matanya melotot ke arah Bima. "Balas dendam? Apakah kau yakin aku telah membunuh wanitamu!?" tanya Naga Api dengan mata mulai membara. Bima tak pedulikan apa ucapan Naga itu. Dia mengangkat tangan kanannya lalu menghantam ke tanah dengan keras. "Ledakan Es!" teriak Bima keras. Blarrrr! Dari tubuh Bima memancar kekuatan dahsyat yang meledak dengan keras. Ledakan beraura biru itu membekukan segalanya yang terkena ledakan. Naga Api yang sudah tahu akan ada serangan kuat telah bergerak lebih cepat nenghindari serangan. Dia melayang ke arah sebuah batu besar. Dari atas batu,mulutnya menganga lalu menyembur ke arah Bima. Bola api raksasa menderu ke arah Bima. "Dinding Es!" teriak Bima. Dari dalam tanah muncul dinding tebal yang terbuat dari es melindungi Bima dari serangan Naga Api. Blaaarrr! Bola api itu tertahan oleh es. Sama sekali tidak merusak dinding es tersebut. "Kekuatan milikku sudah meningkat pesat, di
Long mengajak Bima untuk duduk dan berbincang. "Aku akan menceritakan dulu asal usul telur naga itu dan juga darimana aku berasal," kata Long. "Baiklah, aku akan mendengar kan dengan seksama." sahut Bima. "Aku berasal dari satu daerah di tempat yang sangat jauh dari tempat ini, nama daerah itu adalah negri Shang." ucap Long membuat Bima mengernyitkan dahi. "Negri Shang? Apa hubungannya dengan ketua Shang Widi?" batin Bima. "Negri Shang di pimpin seorang kaisar bernama Shang Liong To. Dia adalah Kaisar yang membawahi empat negara yang dipimpin empat Raja. Kaisar Shang sangat bijak, sehingga memberi jabatan khusus kepada pendiri Klan Naga kami, yaitu Kaisar Azure.""Kaisar Azure ini adalah Kakek dari dua telur naga yang ada di dalam goa itu. Dia adalah ayah dari istriku, Yin Azure.""Hubungan kami awalnya di mulai saat aku bertemu Yin di halaman aula besar. Dia sedang menanam pohon dewa yang katanya bisa mempercepat pertapaan pendekar.""Pohon Dewa?" tanya Bima. "Benar, pohon dewa
Long berjalan mendekati goa dimana dua telur Naga itu berada. Bima mengikutinya dari belakang. "Telur ini akan menetas dalam waktu kurang lebih satu purnama," kata Long. "Kenapa kamu ingin aku membawa satu telur ini? Bukankah mereka lebih baik pulang ke Klan Naga bersama-sama?" tanya Bima. "Tidak semudah itu pendekar. Kaisar Azure akan menilai dua anak ini dan menyingkirkan salah satu dari mereka yang terlihat lemah. Hanya boleh ada satu pewaris. Aku sengaja memberikan Qinglong padamu adalah karena dia Naga terkuat. Aura nya sangat kuat, bahkan bisa menekan aura milikku." kata Long. Lalu dia melanjutkan. "Dengan Qinglong tidak bersama Canglong, maka keduanya akan aman. Canglong bisa diterima dengan baik di sisi kakeknya," Bima menganggukkan kepalanya. "Aku tidak keberatan dengan Naga ini, tapi, apakah Naga yang satunya akan baik-baik saja di tangan kakeknya?" "Qinglong mempunyai kekuatan semesta. Sedangkan Canglong mempunyai kekuatan Api dan Petir. Kurasa, Canglong lebih cocok
Bima bisa merasakan semua roh itu mengumpat dan mengutuk dirinya. Kutukan-kutukan roh itu menyerang tulisan sihir yang melindunginya. "Roh-roh ini sangat kuat.. Mereka masih berusaha menyerang! Jika tidak ada tulisan sihir dan pilar pemecah roh itu, sudah pasti tubuhku tidak akan mampu menyerap mereka... Kenapa baru kali ini Iblis Es memberitahu tempat sehebat ini di dalam pedang?" batin Bima. Iblis Es menatap ke tengah altar dimana Bima sedang berjuang menyerap kekuatan jiwa dari semua roh yang ada di sekitar tubuhnya tersebut. "Sekarang kamu harus berjuang sendiri menyerap semua kekuatan itu," kata Iblis Es sambil duduk bersila menghadap altar. "Bima, tulisan sihir itu hanya mampu menahan sementara. Dia menahan kekuatan jiwa yang paling kuat saja, sedangkan yang lain, hanya kamu yang bisa menentukan. Jadi, kamu harus berjuang sekuat tenaga jika ingin menjadi pendekar yang kuat," kata Iblis Es melalui telepati. Bima tak percaya jika tulisan sihir hanya menahan sementara. Itu art
Beberapa hari di Lembah Kupu-Kupu, Ratu Azalea mengalami peningkatan kekuatan jiwa yang luar biasa. Bahkan peningkatan yang menurut Bima tidak wajar. "Apakah mungkin karena dia pernah berada di ranah Cakrawala sebelumnya?" batin Bima. Namun dia tak akan banyak berpikir. Dia pun ingin meningkatkan kekuatan miliknya sebisa mungkin hingga mencapai tahap akhir. "Iblis Es, apakah aku bisa menyerap semua kekuatan yang sudah terkumpul di dalam pedang itu?" tanya Bima sambil mencari buah-buahan yang ada di Lembah dekat Telaga. "Tidak," sahut Iblis Es pendek. "Kenapa!? Kenapa tidak bisa aku menyerap semua roh itu? Bukankah aku bisa menyerap roh dari Sanca Banteng Hitam itu?" tanya Bima. "Hm, di dalam pedang itu terkumpul banyak sekali roh. Semuanya juga bukan roh yang lemah, kau pikir, jika tubuh kecilmu ini di masuki roh-roh dengan kekuatan jiwa yang besar, apakah tubuhmu mampu menahan? Jika kamu tidak bisa menahan, tubuhmu akan meledak!" kata Iblis Es membuat Bima terdiam. Tinjunya m
Setelah sarapan di kedai tempat dia menginap, Bima segera membayar sewa penginapan dan makanannya. Si pemilik kedai berbisik pada Bima. "Pendekar, sebaiknya kamu berhati-hati. Karena pihak Kerajaan sekarang sudah datang dan menangkapi para pendekar di sekitar Perguruan Bangau Surga. Jadi, saranku, jangan datangi kerumunan," bisik Pemilik kedai. Bima tersenyum. "Terimakasih ki sudah mengingatkanku, ambil saja kembaliannya," ucap Bima sambil memberikan satu tail emas kepada pemilik kedai. "Terimakasih kembali pendekar, anda sungguh baik hati," ucap Pemilik kedai. Bima mengangguk. Dia pun berjalan meninggalkan penginapan tersebut. Di luar penginapan tampak banyak orang yang masih penasaran dengan keadaan Perguruan Bangau Surga. Mayat-mayat yang berserakan di dalam benteng di kubur secara masal oleh penduduk setempat. Bima akan segera beranjak dari depan penginapan, namun tiba-tiba satu tangan menyambar lengannya. "Tertangkap kau!"Bima menoleh ke arah orang yang baru saja menceng
Sepanjang sejarah dunia persilatan Negara Angin, hanya segelintir pendekar yang mempunyai keberuntungan mendapatkan sebuah kekuatan yang bisa mengendalikan Ruang dan Waktu. Karena kekuatan itu sangat langka, mereka yang mendapatkan kekuatan Ruang dan Waktu menjadi orang paling istimewa di tanah Negara Angin. Bima teringat pada Ratu Agung penguasa Klan Elang Dewa yang juga mempunyai hukum Ruang dan Waktu. Saat dia melawannya waktu itu, tak ada kesempatan untuk menang sama sekali. Dia belum tahu jika Ratu itu adalah Arimbi, kekasihnya. "Kekuatan Ruang dan Waktu ini sangat berguna di pertarungan. Bahkan sangat berbahaya bagi musuh," batin Bima. Tubuhnya tengah menyerap inti darah dari pendekar Kerajaan itu. Ada hawa aneh yang Bima rasakan saat menyerap kekuatan dari inti darah tersebut. Sekujur tubuhnya terasa sangat kaku tak bisa di gerakkan. Saat menyerap kekuatan itulah saat-saat tubuhnya lemah dari segala serangan. Jika ada musuh yang tiba-tiba menyerang dirinya, itu akan sang
Warga yang ada di sekitar benteng Perguruan Bangau Surga itu berlarian menuju tampat yang lebih aman. Mereka mendengar pertarungan besar di dalam benteng. Ledakan-ledakan mengerikan itu membuat semua orang di sekitar benteng ketakutan. Bima melesat dengan cepat ke arah hutan. Mata kanannya yang menggunakan mata Iblis Bayangan bisa melihat semuanya dengan jelas. Seorang gadis berpakaian Merah muda melihat sosok Bima yang sempat melayang di atas pemukiman warga. "Pakaian itu... Bukankah dia pemuda yang memborong senjata kemarin? Apakah dia yang selama ini membuat kekacauan dengan membantai banyak Perguruan?" batin gadis itu. Dia ingin mengikuti arah pemuda itu pergi. Namun dia tidak tahu kemana arah Bima pergi. Tangan Darah yang melihat Bima terbang ke arah hutan segera melesat dengan cepat meninggalkan Perguruan yang sudah hancur tersebut. Dia mengikuti Bima yang melesat ke arah hutan. Bima tersenyum melihat gerakan yang cukup cepat di dalam hutan. "Saatnya menembak jarak jauh
Tengkorak Merah raksasa menderu dari atas langit menuju aula dimana para pendekar sewaan Perguruan Bangau Surga berada. "Hei, apakah kalian merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pendekar yang sedang asik minum tuak. "Kau mabuk, apa yang kau rasakan kecuali pusing? Hahaha!" sahut kawannya yang juga sudah dalam keadaan mabuk. Di dalam aula itu ada sepuluh pendekar Ranah Tulang Dewa dan belasan pendekar ranah Keabadian. Keberadaan mereka adalah untuk menjebak pembunuh yang mengincar Ketua mereka. Namun mereka tak menyadari, bahaya yang lebih mengerikan tengah menuju ke arah mereka. "Beberapa hari ini Ketua Adisatya mengurung diri di gubuk itu, apakah dia akan terus membiarkan orang-orang pemabuk ini berada di aula terhormat kita?" bisik salah satu murid Perguruan. "Sssttt! Jangan sampai mereka mendengar, itu akan jadi masalah untuk Perguruan kita," sanggah kawannya yang lebih memilih diam. Saat keadaan te
Bima melangkah masuk ke dalam penginapan yang sudah dia tempati beberapa hari ini. Matanya melirik kearah kedai yang ada di lantai bawah. Disana banyak pendekar yang sedang minum tuak dan berjudi. "Sampah-sampah ini hanya merusak pemandangan dan membuatku sakit mata," batin Bima sambil terus berjalan ke lantai dua. Sesampainya di kamar Bima menggelar semua senjata yang dia beli tadi. "Aku bisa merasakannya, senjata yang hampir mirip..." batin Bima. Dia mengambil satu persatu senjata berupa pisau dan belati tersebut. Setelah beberapa lama mencari akhirnya dia menemukan senjata berupa belati yang dia inginkan. "Ini dia... Benar... Ini mirip dengan belati petir..." batin Bima. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam belati tersebut. Aura petir muncul dari senjata kecil itu membuat Bima yakin itu memang belati petir pasangan belati petir miliknya. "Keberuntungan yang tidak terduga!" batin Bima sam
Beberapa hari setelah pembantaian di Perguruan Taring Putih, seluruh kerajaan gempar. Kabar itu di sampaikan oleh Pengawas Kerajaan yang di tempatkan di Perguruan Taring Putih. Dia baru saja kembali bersama beberapa muridnya setelah melakukan latihan di hutan. Saat mereka pulang, Perguruan yang mereka tempati telah musnah. Tak ada yang tersisa satu nyawa pun. Semua tetua dan murid yang berjumlah ratusan tewas. Bahkan didapati lubang besar yang pengawas itu duga adalah serangan banyak pendekar.Tidak ada yang mengira sama sekali jika pelaku serangan itu hanyalah tiga orang saja. Banyak dugaan kuat jika serangan di lakukan oleh musuh abadi Perguruan tersebut. Dan musuh abadi Perguruan Taring Putih adalah Perguruan Bangau Surga. Kedua Perguruan kelas tengah itu sering berselisih. Namun belum pernah tejadi peperangan besar di antara keduanya. Raja Negara Angin Timur mulai menyikapi dengan serius masalah pembantaian dua
Tangan Darah berteriak keras sambil menahan serangan pukulan Taring Harimau Dewa gabungan. Tengkorak-tengkorak yang dia lancarkan tak mampu melahap semua kekuatan gabungan itu. Sehingga terjadi ledakan yang sangat dahsyat bagaikan ledakan gunung berapi. Wulan mencoba terus bertahan meski darah sudah mengalir dari sela bibirnya. Dia bisa merasakan tubuhnya yang seperti tengah di cabik-cabik binatang buas. Di tengah ledakan dahsyat itu terdengar suara auman harimau yang sangat keras. Para tetua itu berteriak keras sambil terus bertahan dari ledakan tersebut. Namun tidak semua berhasil bertahan, karena beberapa tengkorak berhasil lepas dari ledakan dan langsung menyerang mereka dan memakannya dengan buas. "Bertahan lah sekuat tenaga!" teriak Wiraseta. Namun darah menyembur dari mulutnya. Dia yang paling terkena dampak dari ledakan tersebut karena dia yang paling depan. "Sudah menggabungkan kekuat