Sebuah kaki besar melangkah keluar dari dalam kabut. Bima menatapnya dengan pedang siap menyerang. "Ukurannya terlalu besar..." batin Lesmana yang melihat kera raksasa itu muncul di depan Bima. Seorang kesatria mendatanginya. Lesmana memperhatikan kesatria yang baru datang. "Kenapa kau malah kesini?" tanya Lesmana. "Aku membawakan obat penahan racun sementara dari pendekar yang baru saja menolong kita," jawab kesatria itu lalu memberikan pil hitam kepada Lesmana. Tanpa ragu Lesmana langsung menelan pil tersebut. Beberapa saat setelah pil itu bekerja, Lesmana merasakan tangannya membaik. Rasa sakitnya berkurang. "Obat yang mujarab..." ucap Lesmana lalu mengambil pedang nya yang tergeletak di atas tanah. "Kita bantu pemuda itu membunuh siluman raksasa tersebut!" kata Lesmana mengajak satu anak buah nya.~Intan dan Rukma membawa kesatria yang buntung kakinya pergi menjauh. Namun mereka terkejut karena di hadang beberapa ekor anjing siluman. Anjing-anjing itu muncul dari gang yang
"Jurus Pertama Akar Penarik Jiwa!" teriak Intan sambil menghantamkan tangannya ke tanah. Rukma kembali mengendalikan pedang terbang miliknya ke arah Nyai Sarpa. Lima siluman anjing bertubuh manusia itu adalah peliharaan Nyai Sarpa yang di beri nama Anjing Neraka. Kelima siluman itu sangat kuat dan berbahaya. Tubuhnya panas dan mampu membuat apa saja terbakar hanya dengan goresan cakar mau pun gigitannya. Saat akar hijau menyerang mereka, dengan cepat mereka berkelit dengan cara melompat ke udara. Akar hijau itu mengejar mereka dengan cepat. Kelima siluman itu berpencar di udara menyebar lalu kembali menyerang. Intan menatap tajam. Dia tak menyangka para siluman itu cerdik dan mempunyai akal. "Ini akan sulit... tapi aku tak bisa kalah begitu saja, meski nyawaku berkurang setiap menggunakan jurus ini, aku tak peduli..." Akar hijau itu menyebar ke berbagai arah di sekitar Intan. Para siluman anjing Neraka itu tak bisa langsung mendekat karena akar tersebut. Mereka berkelit secep
Pedang Darah Bima siap membelah kepala kera raksasa tersebut. Namun kera dengan julukan Raja Kera Hitam itu meniup tubuh Bima hingga terpental dan jatuh di atas tanah. Untungnya dengan sigap Bima menahan tubuhnya dengan kedua kakinya. "Hanya tiupan nya saja sudah sekuat ini, apakah dia benar-benar monster?" batin Bima. Lesmana membidik kepala Raja Kera. Sementara empat yang lainnya menyerang dengan senjata roh masing-masing. "Raka! Banin! Serang sebelah kiri dengan tombak roh dan jaring roh kalian!" perintah Lesmana. "Aryo! Danu! Gunakan racun roh dan Pengikat roh kalian! Aku akan membidik kepalanya dengan benar!""Baik ketua!" sahut empat kesatria tersebut. Serakah Bima yang terpental oleh tiupan napas Raja Kera Hitam, Raka dengan Tombak Roh miliknya melesat bersama Banin yang menggunakan Jaring Roh. Tugas mereka adalah melumpuhkan gerakan tubuh Raja Kera dari sebelah kiri. Sedangkan Aryo yang menggunakan Racun Roh bersama dengan Danu yang menggunakan Pengikat Roh akan melump
Bima membuka matanya perlahan. Dia menatap dengan nanar tempat di sekitarnya. "Aku... dimana ini?" batinnya sambil menyingkirkan selimut tebal dari tubuhnya. Ketika dia turun dari ranjang yang terlihat mewah itu Bima terkejut mendapati dirinya tak mengenakan pakaian apa pun. "Astaga... memalukan sekali!" batin pemuda itu sambil mencari pakaian miliknya. Ternyata di sebuah meja kecil sudah di siapkan satu set pakaian mewah. Bima segera memakainya. Pedang miliknya pun tersandar di sebelah lemari dengan warna gading. "Tempat semewah ini, apakah aku berada di Kerajaan Peri Pelindung?" batin Bima. "Benar sekali anak muda, kau berada di tempat surga dunia!" ucap Iblis Bayangan menyahut. "Surga dunia?" tanya Bima. "Huh? Kau tidak tahu surga dunia? Lelaki macam apa kau ini anak muda!?" tanya Iblis Bayangan meledek. Iblis Es mendengus. "Yang jelas dia bukan lelaki macam kamu," kata Iblis Es membuat Iblis Bayangan tertawa. Bima menggelengkan kepalanya mendengar dua Iblis yang sudah be
Bima keluar dari toko pakaian. Dia mengganti pakaian mewah yang diberikan oleh Kerajaan padanya. Intan dan Rukma hanya bisa saling pandang. Mereka pun berjalan menyusuri kota yang terlihat ramai oleh para Peri jelata yang berjualan di lapak masing-masing. Banyak juga para pembeli yang mampir hanya untuk mencari barang yang di sukai atau hanya sekedar melihat-lihat. Keadaan di kota itu berbanding terbalik dengan mereka yang ada di perbatasan. Tinju Bima terkepal melihat ketidak adilan tersebut. Sambil berjalan mereka melihat ke sekeliling yang tampak meriah. Hingga satu toko menarik perhatian Bima. "Aku ingin melihat tempat ini, apakah tidak masalah kalian menunggu?" tanya Bima. Intan dan Rukma mengangguk. "Tidak masalah, ini adalah toko misterius yang menjual benda-benda pusaka yang cukup terkenal di tempat ini. Sayangnya, hanya ramai di kunjungi penonton tapi justru sepi pembeli karena mahal sekali untuk harga satu bendanya. Harganya rata-rata adalah roh siluman atau Iblis kel
Melihat siapa yang baru saja datang, Goro membungkuk hormat sambil menahan sakit karena tangan kanan nya yang patah. Wanita cantik itu menatap tangan Goro dengan tajam. Lalu menoleh ke arah Bima. "Manusia? Apa yang kau lakukan terhadap prajurit ku?" tanya wanita tersebut. "Aku hanya membela diri, dia yang terlalu bernapsu," jawab Bima acuh tak acuh. Wanita itu sedikit kesal mendengar jawaban Bima yang seenak nya sendiri. "Aku adalah Dwarawati ketua Peri Petarung, Goro adalah salah satu kesatria papan atas yang kami miliki, dan kau sekarang menciderainya,apakah kau siap menghadapi hukuman?" Bima tersenyum sinis. Matanya menatap tajam ke arah wanita bernama Dwarawati. "Aku tak peduli kau siapa, tapi jika kau mau menghukum diriku, bukankah kamu menantang perang terhadapku?" ucap Bima penuh ancaman. "Kau...!" Goro ingin melompat dan kembali menyerang. Namun Dwarawati menahannya. "Manusia! Siapa tuanmu!" bentak Dwarawati marah. "Siapa tuanku? Hengh! Pertanyaan dungu macam apa yan
Dwarawati menoleh kearah kesatria Peri yang telah melancarkan panah padanya. "Kau...!" serunya kaget melihat siapa yang baru saja memanah menggunakan senjata roh. Lelaki Peri dengan tampang berwibawa mengangguk dan tersenyum. Dwarawati berdiri dan menatap tajam kepada lelaki Peri tersebut. Peri tersebut tak lain tak bukan adalah Lesmana. Peri yang bertempur melawan para siluman perbatasan bersama Bima. Lesmana bukanlah atasan Dwarawati, namun lelaki itu juga bukan bawahan nya meski dia masuk ke dalam kesatria petarung. Lesmana adalah kakak sekaligus guru Dwarawati. Yang menjadi pembeda adalah kekuatan milik Lesmana berada di bawah Dwarawati sehingga wanita itulah yang menjadi ketua di Peri petarung. Sedangkan Lesmana hanyalah wakilnya saja, tapi Dwarawati tak mau menjadikan kakaknya sebagai bawahan. Dia tetap memanggilnya dengan panggilan kakak. "Kenapa kakak datang ke sini!?" tanya Dwarawati dengan wajah kesal. Apalagi tahu yang datang adalah kakaknya sendiri. "Apa yang kau l
Tak jauh dari kota Kerajaan Peri tersebut ada satu hutan batu yang menjulang tinggi. Tempat itu kering kerontang dan hanya ada batu besar dan tinggi saja. Melihat tempat terpencil itu makhluk lain enggan datang kesana. Karena hawa aneh yang menyelimuti hutan batu tersebut. Satu sosok hitam berkelebat masuk ke dalam hutan batu. Sosok itu terus berlari menyusuri jalan setapak. Jejeran batu-batu raksasa yang menjulang tinggi membuat kesan seram bagi siapa pun yang melihatnya. "Ada apa kau berlari seperti di kejar setan, Bajang?" terdengar suara menggaung yang entah darimana asalnya. Sosok yang di panggil dengan nama Bajang itu berhenti berlari dan menatap ke sekeliling. "Nyai Sri Wedari... Ada hal yang ingin aku kabarkan padamu," kata Bajang. Dari arah batu besar tiba-tiba muncul satu lingkaran hitam yang terlihat seperti lorong. Lalu dari dalam lingkaran itu muncul satu sosok wanita tua dengan tubuh bungkuk berdiri di depan Bajang. Wajah wanita ini terlihat sangat tidak bersahaba
Bima seperti baru tersadar dari mimpinya. Dia menatap ke depan. Pedang Darah milik Bima telah menempel di lehernya sendiri. "Kamu kalah, pendekar..." ucap Ratu Agung sambil tersenyum. Bima menatap Ratu itu dengan tatapan tajam. "Ssjak kapan dia merebut pedang ku? Apakah tadi hanya ilusi...?" batin Bima. Ratu Agung memasukkan kembali pedang Darah itu ke sarungnya lalu melemparkan nya ke arah Bima. "Jangan khawatir, aku bukanlah Ratu yang ingkar janji. Semua yang kamu alami tadi adalah nyata, dan hanya aku dan kamu yang tahu apa yang kita bicarakan tadi," kata Ratu sambil berjalan ke dalam istananya. "Pelayan, siapkan kamar tamu kehormatan untuk dua orang ini, sekarang mereka telah menjadi tamu di Klan kita. Jangan ada yang berani menyentuh mereka, tanpa seijinku!" kata Ratu Agung sambil masuk ke dalam istana. Para siluman Elang membungkuk hormat. Ratu Azalea menatap ke arah Ratu Agung tanpa berkedip. "Pertarungan tadi, sepertinya aku merasa ada yang aneh. Tatapan mata Kakang B
Bima telah berpindah tempat dengan belati petir miliknya. Sasaran yang dia tuju adalah belakang tubuh Ratu Agung yang terbuka. Sementara Ratu Agung sibuk menahan Seribu Duri Es milik Bima, pemuda itu telah menghilang dari tempatnya dan berada di belakang tubuh Ratu Agung. "Mati kau..." batin Bima yang dengan yakin langsung menusuk tubuh Ratu Agung dengan pedang Darah miliknya. Jleb! Pedang Darah menancap di punggung Ratu Agung. Bima menatap dengan aneh karena Ratu Agung tidak berteriak kesakitan atau pun terdorong ke depan oleh tekanan pedang darah miliknya. "Apa yang terjadi...?" batin Bima yang merasa sangat aneh pada sosok Ratu Agung di depannya itu. "Kamu sedang apa?" bertanya satu suara dari atas kepala Bima. Bima segera mendongak ke atas dengan tatapan terkejut. "Sayap Perak!?" seru Bima yang sangat terkejut melihat sayap di belakang tubuh Ratu Agung. "Benar, sayap Perak, sayap milik kekasihmu Arimbi yang telah kamu tinggalkan... Aku merasa sayang dengan kekuatan sejati
Bima berteriak keras. Aura biru di dalam tubuhnya semakin banyak yang keluar membuat gelombang kekuatan yang dahsyat. Semua orang menatap dengan takjub. Bima telah menembus Ranah Tulang Dewa karena amarahnya yang melebihi batas. Mendengar perkataan Ratu Agung sebelumnya membuat Bima menduga Arimbi telah di jatuhi hukuman mati dia bulan yang lalu. Hal itu membuat Bima merasa sangat bersalah karena tidak paham maksud dari Pedang Shang Widi yang ditancapkan di depan goa. "Ternyata begitu... Seandainya aku datang waktu itu, dia bisa selamat... Bodohnya aku malah justru berlatih sayap es dan membiarkan nya mati..." batin Bima dengan tinju terkepal. Namun berkat amarah murni dan rasa bersalahnya, Bima justru melakukan terobosan yang tidak dia sangka sama sekali. Dia naik ke Ranah Tulang Dewa tahap Awal. Sungguh di luar dugaan. "Secara tak langsung, Ratu itu justru membantu dirinya naik Ranah, sungguh satu hal yang jarang terjadi," Kata Iblis Es. "Bakat Bima memang luar biasa, aku sem
Bima dan Ratu Azalea melangkah keluar goa. Long dan Canglong mengantar mereka hingga di mulut goa. "Berhati-hatilah anak muda, setahuku Ratu Agung bukan pendekar biasa, sejauh ini kekuatannya belum pernah muncul. Namun jika yang mengantar pedang itu adalah dia, itu artinya dia adalah pendekar yang sangat kuat," kata Long. Bima mengangguk. "Bisa sampai di pulau ini tanpa di ketahui oleh indra ku saja sudah hebat, itu sudah cukup membuatku harus memperhitungkan kekuatan nya." kata Bima menyahut. "Bagus, kamu juga sudah meningkat pesat dalam beberapa bulan ini, aku yakin pada kekuatan milikmu," Ucap Long sambil tersenyum. Bima mengulurkan tangannya. Jemari lembut Ratu menerimanya. Ratu cantik itu memeluk tubuh Bima. "Pegangan yang erat," kata Bima. Ratu Azalea mengangguk. Mata Bima pun menyala biru. Sayap es dari punggungnya keluar dengan cahaya warna biru indah. Sesaat Bima menoleh kearah Long dan Canglong. "Jaga diri kalian baik-baik, kita akan berjumpa lagi di lain waktu," ka
Bima mendarat di depan goa dan melihat Ratu Azalea yang tengah menatapnya. "Ada apa Ratu? Kamu tidak tidur?" tanya Bima sambil mendekati Ratu. Sayap tulang es miliknya masuk kembali kedalam tubuhnya. Ratu tersenyum manis. Bima tak pernah bosan melihat senyuman itu. Hatinya terasa damai seketika. "Aku sedang melihat kakang berlatih, sekarang kakang sudah mempunyai tulang es, sungguh pencapaian yang luar biasa," puji Ratu. Bima mendekat di depan Ratu Azalea. Diraihnya tangan wanita itu. "Aku ingin kuat dan bisa melindungi dirimu dengan kekuatan ku. Itu adalah janjiku pada guru Tanduk Api," ucap Bima sambil menatap mata Ratu Azalea. Ratu tersipu malu. Selama beberapa bulan ini baru kali ini Bima mendekatinya lagi. Pemuda itu sangat keras berlatih hingga tak peduli waktu sama sekali. Berada di dekat pemuda itu secara langsung membuat Ratu kembali merasakan debaran yang belum pernah dia rasakan. "Aku senang, tapi... Kamu berlatih terlalu keras sehingga tidak menoleh kearahku sama s
Bima bangkit berdiri. Sayap nya bergerak beberapa kali. Dia menatap sayap es miliknya dan terkagum-kagum. "Iblis Es, aku berhasil..." kata Bima girang. "Hmhm,kamu adalah seorang yang jenius. Dalam sejarah dunia ini dan para Iblis, hanya kamu seorang yang berhasil mengganti tulang milikmu dengan tulang es." kata Iblis Es. "Apa!? Hanya aku seorang katamu!?" tanya Bima. "Benar, mereka kebanyakan takut mengambil tindakan. Terlalu berpikir pada akibat dan kegagalan. Mereka tidak mempunyai ketangguhan jiwa sehebat dirimu. Kamu, sama seperti aku, tanpa rasa takut," kata Iblis Es. "Luar biasa jika benar demikian, aku sudah merasakan aura tenaga dalamku semakin meningkat. Sepertinya aku akan naik ke ranah berikutnya," kata Bima. "Hoo? Itu sangat bagus, sekarang cobalah kamu terbang untuk pertama kali. Seharusnya itu mudah bagimu, meski sedikit kesulitan mengendalikan tulang es milikmu untuk pertama kalinya." kata Iblis Es. Bima mengangguk. Dia segera mengepakkan sayap es miliknya. Perla
Bima mulai memasukkan elemen es ke dalam tulang nya secara perlahan. Wajahnya terlihat sangat pucat dengan raut wajah kesakitan. "Aku harus bertahan... Aku tidak boleh gagal!" batin Bima. "Lakukan secara perlahan dan berkesinambungan, jangan berhenti, kamu akan gagal dan bisa mengakibatkan cacat permanen pada tulang!" kata Iblis Es. Ratu Azalea menatap dari dalam goa. Dia melihat apa yang sedang Bima lakukan. "Penyatuan elemen dan tulang? Di Ranah Keabadian Tahap Akhir seharusnya belum bisa melakukannya, bagaimana kakang bisa mengetahui teknik itu?" batin Ratu Azalea. Bima berteriak keras saat elemen es mulai mengalir di seluruh tulang yang ada pada tubuhnya. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya berteriak setinggi langit. Ratu Azalea hanya bisa melihat sambil menutup matanya. "Aku yang sudah berada di ranah Cakrawala saja tidak pernah berani menyatukan elemen dengan tulang, bagaimana bisa pemuda yang masih berada di Ranah Keabadian ini berani mengambil tindakan senekat ini? Ap
Bima terpaku melihat pedang yang menancap di atas tanah. Pedang yang sangat tidak asing baginya. "Pedang Shang Widi...!?" dengan cepat Bima mendekati pedang tersebut. Bima mencabut pedang itu dan melihat bercak darah di pinggiran pedang. "Darah ini masih baru, mungkin belum jauh dari sini, siapa orang yang membawa pedang ini, apa maksudnya dia menancapkan pedang ini di sini!" Bima menatap tembok pedang es raksasa. "Aku terlalu sering menggunakan kekuatan Iblis Tanduk Api. Hanya dua kali saja sudah membuat beberapa tubuh bagian dalamku sakit, apa yang harus aku lakukan?" batin Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa bersama Long. Mereka melihat Bima yang terlihat gelisah sambil membawa pedang. "Ada apa kakang?" tanya Ratu Azalea sambil memegang lengan Bima dengan lembut. "Pedang ini adalah pedang yang selalu dibawa Arimbi. Aku meminjamkannya saat kami berpetualang bersama ke Hutan Awan Hitam. Dan setelah pedang ini hilang bersama Arimbi, tiba-tiba dia sudah ada di sini," kata Bi
Bima dan Long masuk ke dalam goa. Sekarang mereka telah aman dari ancaman Klan Elang Dewa. "Mengenai telur naga itu, apakah kamu masih ingin memberikannya padaku?" tanya Bima. Long menoleh lalu tersenyum. "Setelah melihatmu bertarung dengan kekuatan sehebat itu, aku menjadi lega telah menitipkan nya padamu, kelak, Qinglong akan menjadi pendekar yang hebat juga di bawah bimbingan mu," kata Long. Bima menepuk jidatnya. Dia pikir setelah masalah Klan Elang Dewa selesai, maka telur itu juga aman berada di pulau itu. "Setelah Canglong lahir, aku juga akan mendidiknya dan mengenalkan tentang dirimu padanya," kata Long lagi. "Yah, terserah apa yang kamu mau saja," sahut Bima. Ratu Azalea keluar dari dalam goa. Long terpaku setelah melihat sosok Ratu Azalea. "Kau... Bukankah kau yang menolong diriku dan Yin Long seratus tahun yang lalu?" tanya Long dengan bibir bergetar. Ratu Azalea memejamka