Seekor kuda yang gagah dipacu dengan kencang. Penunggangnya seorang pemuda yang tak kalah gagah dari kudanya, badannya tinggi dan kekar memanggul buntalan bekal di punggungnya.Di depannya, sudah terlihat gapura batas desa. Sang Pemuda menarik tali kekang kudanya untuk memperlambat larinya. Desa ini terlihat cukup makmur, gapuranya terawat bersih dan di warnai dengan kapur putih dan arang hitam. Jalannya juga lebar dan bersih.Tapi suasana desa sangat sepi. Terlalu sepi untuk sebuah desa sebesar ini. Sang Pemuda tak melihat seorang pun di jalan mau pun di depan rumah. Tapi kemudian dari sebuah rumah muncul seorang bapak memakai ikat kepala. Bapak itu memanggilnya, “Hei anak muda, ke sini.”“Ada apa Pak?” jawab si Pemuda sambil mendekat ke rumah bapak itu.“Masuklah dulu, bawa kudamu ke belakang rumah dan tutup kembali pintunya,” Bapak itu mempersilakan si Pemuda masuk ke rumahnya.Si Pemuda memasukkan kudanya ke belakang rumah dalam kandang ternak si pemilik rumah yang sudah kosong, k
Bayu mengangguk, “Benar Pak, mohon dibagi dengan adil, dan Bapak-bapak sekalian ini segera meninggalkan tempat ini, biar saya yang menunggu bantuan dari Tuan Adipati.”Pak Dirga membungkukkan badan diikuti pengurus desa lainnya, lalu ia berkata, “Saya mewakili seluruh warga desa Sukomulyo, berterima kasih kepada Nak Bayu, semoga Tuhan membalas semua kebaikan Nak Bayu pada kami. Dan kalau kami boleh tahu, siapakah sebenarnya Nak Bayu ini? Supaya kelak kami bisa menceritakan kepada anak cucu kami siapa yang sudah menjadi dewa penolongnya.”Bayu melangkah mundur ke belakang, sungkan rasanya menerima penghormatan yang berlebihan seperti ini.“Ah, jangan seperti ini Pak, saya bukan siapa-siapa, hanya sebagai sesama rakyat Antakara saya berusaha membantu sebisa saya.” Bayu memandang kepada Pak Suro, lalu melanjutkan perkataannya, “Maaf Pak Suro, saya mohon izin, sementara saya menunggu bantuan dari Tuan Adipati, bolehkah saya tinggal di rumah Bapak ini.”Pak Suro menjawab dengan cepat, “Sil
Setelah keluar dari desa Sukomulyo tadi Bayu tidak menemui hambatan lagi. Ia kembali berkuda dan berhenti pada persimpangan jalan, ada dua jalan di hadapannya, yang ke kiri lebih lebar sedangkan yang kanan agak kecil. Bayu mengingat-ingat kembali jalan saat ia berangkat dari ibukota ke Buntala. Ia memilih jalan yang lebih lebar. Dipacunya lagi kuda hitamnya. Menjelang siang ia sudah memasuki sebuah kota, cukup besar karena ini adalah kota kadipaten, tempat Adipati Surya Selatan bermukim. Bayu semula berniat melaporkan tentang gerombolan perampok itu pada sang Adipati, tapi kemudian dibatalkannya karena ia teringat memiliki masalah dengan putra sang Adipati, Tunggul Harja. Bayu tidak ingin perjalanannya terhambat lagi, maka diputuskannya untuk langsung ke ibukota. Bayu hanya sekali bermalam lagi, di sebuah desa yang cukup besar juga, tapi hanya ada satu penginapan di desa itu.Bayu hanya bermeditasi dan mengistirahatkan kudanya di penginapan yang walaupun satu-satunya di desa tersebut,
“Ini pasti rencana Bagaskoro untuk membuka jalan bagi pasukan Buntala, ia memang sengaja bermaksud mengusir semua penduduk desa, maka digunakannya jasa Birowo dan gerombolannya untuk menakut-nakuti penduduk desa, sehingga mereka meninggalkan desanya. Karena desa ini adalah jalur yang harus dilewati bila akan menyerang ibukota Antakara.”“Tapi bukankah ada beberapa kota dan desa lagi bila akan ke ibukota Antakara,” tanya Bayu.Menteri Supala mengambil kertas dan mulai menggambar, lalu ia menunjukkan pada semuanya, “Setelah desa Sukomulyo ada jalan yang bercabang, yang satu ini memang melewati beberapa kota dan desa sebelum tiba di ibukota Antakara. Tetapi jalan yang ini, memutar melalui perbatasan Surya Timur dan setelah menembus hutan, orang akan tiba di perbatasan ibukota. Jadi ini pasti jalur yang disiapkan Bagaskoro bila pasukan Buntala akan menyerang Antakara.”Semua orang yang ada di situ, baik Bayu, Nayaka maupun Tuan Bimantoro, sangat terkejut dengan penjelasan Menteri Supala.
Bayu bergegas ke penginapan yang pernah diinapinya juga.Setibanya di penginapan itu Bayu segera bertanya pada petugas penerima tamu, “Maaf Pak, apakah di sini ada seorang gadis cantik yang menginap sendirian? Usianya sedikit lebih tua dari saya.”“Betul ada, sudah tiga hari ia menginap di sini, tapi baru saja nona itu menyelesaikan pembayarannya dan meninggalkan penginapan ini.”“Aduh terlambat! Terima kasih Pak.” Bayu buru-buru menunggangi kudanya, kemudian dipacunya secepat mungkin ke arah Barat. Ia ingat Laras pernah mengatakan bahwa ia tinggal di perbatasan Surya Barat dan Selatan. Kuda hitamnya berlari sangat cepat, Bayu hanya memikirkan untuk bisa menyusul Laras. Tiupan angin yang menampar wajahnya tak dihiraukannya. Pandangannya lurus ke depan berharap dijumpainya seorang gadis cantik bertubuh indah, Laras. Karena gadis inilah yang akan membawanya pada gadis lain yang telah mengacaukan pikirannya. Bayu juga tidak tahu apa yang dirasakannya terhadap Kirani. Ia pernah kecewa ka
Bayu memandang Kirani dengan pandangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Lalu ia menggenggam tangan Kirani dan dicurahkannya seluruh isi hatinya, lewat pikiran. “Kira, kurasa aku sudah jatuh cinta padamu. Aku mengikutimu ke Buntala hanya sekedar ingin memastikan kau baik-baik saja. Saat tahu bahwa Prastowo sudah menikah, aku yakin kau akan sangat kecewa, tapi aku justru merasa lega. Dan ketika mendengar kabar kau sakit, aku sudah memutuskan, walaupun kau tidak bisa membalas perasaanku ini, tapi dengan bantuan mesin ini, setidaknya darahku akan terus mengalir dalam tubuhmu. Jadi Ingatlah aku selalu Kira.” Kirani meneteskan air mata, ia merasakan ketulusan Bayu dan berkata, “Tapi Bayu, setelah ini aku yang akan menyesal sepanjang hidupku, andai saja Tuhan masih memberi kesempatan ...” Bayu hanya menunjukkan sebuah senyuman tulus tersungging di bibirnya. Lalu Bayu minta bantuan Laras untuk mendudukkan Kirani, Bayu duduk di belakangnya dan menempelkan tangan di punggung Kirani te
Sementara Bayu yang sudah pulih sebagian tenaga dan kesadarannya, tetap masih berbaring di samping Laras, ia berkata, “Maafkan aku Laras, selama ini tidak pernah kusadari begitu mulianya cintamu padaku. Mulai saat ini, aku Bayu, berjanji akan mendampingimu selamanya.” Lalu Bayu mencium kening Laras sambil berkata, “Aku mencintaimu Laras.” Tak dapat menahan rasa haru dan bahagia, Laras meneteskan air mata, pengorbanannya selama ini tak sia-sia. Ungkapan rasa cinta Bayu yang tulus, benar-benar melambungkan hatinya. Tubuhnya terasa lebih segar, seolah ia masih bisa melakukan apa saja terutama melayani Bayu yang sudah dianggapnya sebagai suami, memasak untuk Bayu, mencucikan pakaiannya, menari untuknya bahkan bercinta dengannya. Bayu melingkarkan lengan di tubuh Laras, kemudian menariknya hingga berhadapan dengannya. Pandang mata mereka bertemu, mata Laras masih basah, Bayu mencium mata itu, seakan ingin menghapus semua kesedihan dan penderitaan yang membayang di sana. Laras memejamkan
Hanya beberapa hari hidup bersama Laras, tapi saat kehilangan dia, Bayu merasakan kesedihan yang luar biasa, wajahnya tampak murung, dan terlihat semakin dewasa. Ia sebenarnya ingin terus menemani Laras walaupun hanya pusaranya, tapi kewajibannya sebagai seorang Pangeran Antakara menyadarkannya untuk kembali berjuang menyelamatkan negerinya.Setelah Bayu pamit dan mengingatkan lagi pesan Laras untuk mewariskan semua miliknya pada Bunga. Bayu kembali menuntun kuda hitamnya keluar dari kandang dan menungganginya menuju ke daerah perbatasan Surya Timur dan Surya Selatan. Menurut Menteri Supala melalui daerah inilah pasukan Buntala akan menyerang ibukota Antakara. Tapi Bayu yakin pasukan Buntala tidak akan semudah itu menaklukkan Antakara. Selain pasukannya yang kuat, di Antakara banyak perguruan-perguruan ilmu kanuragan yang dengan sukarela akan bangkit melawan serbuan negeri lain.Perjalanan Bayu kali ini dilakukan dengan kecepatan sedang saja. Kesempatan ini digunakannya untuk memperha