“Ini pasti rencana Bagaskoro untuk membuka jalan bagi pasukan Buntala, ia memang sengaja bermaksud mengusir semua penduduk desa, maka digunakannya jasa Birowo dan gerombolannya untuk menakut-nakuti penduduk desa, sehingga mereka meninggalkan desanya. Karena desa ini adalah jalur yang harus dilewati bila akan menyerang ibukota Antakara.”“Tapi bukankah ada beberapa kota dan desa lagi bila akan ke ibukota Antakara,” tanya Bayu.Menteri Supala mengambil kertas dan mulai menggambar, lalu ia menunjukkan pada semuanya, “Setelah desa Sukomulyo ada jalan yang bercabang, yang satu ini memang melewati beberapa kota dan desa sebelum tiba di ibukota Antakara. Tetapi jalan yang ini, memutar melalui perbatasan Surya Timur dan setelah menembus hutan, orang akan tiba di perbatasan ibukota. Jadi ini pasti jalur yang disiapkan Bagaskoro bila pasukan Buntala akan menyerang Antakara.”Semua orang yang ada di situ, baik Bayu, Nayaka maupun Tuan Bimantoro, sangat terkejut dengan penjelasan Menteri Supala.
Bayu bergegas ke penginapan yang pernah diinapinya juga.Setibanya di penginapan itu Bayu segera bertanya pada petugas penerima tamu, “Maaf Pak, apakah di sini ada seorang gadis cantik yang menginap sendirian? Usianya sedikit lebih tua dari saya.”“Betul ada, sudah tiga hari ia menginap di sini, tapi baru saja nona itu menyelesaikan pembayarannya dan meninggalkan penginapan ini.”“Aduh terlambat! Terima kasih Pak.” Bayu buru-buru menunggangi kudanya, kemudian dipacunya secepat mungkin ke arah Barat. Ia ingat Laras pernah mengatakan bahwa ia tinggal di perbatasan Surya Barat dan Selatan. Kuda hitamnya berlari sangat cepat, Bayu hanya memikirkan untuk bisa menyusul Laras. Tiupan angin yang menampar wajahnya tak dihiraukannya. Pandangannya lurus ke depan berharap dijumpainya seorang gadis cantik bertubuh indah, Laras. Karena gadis inilah yang akan membawanya pada gadis lain yang telah mengacaukan pikirannya. Bayu juga tidak tahu apa yang dirasakannya terhadap Kirani. Ia pernah kecewa ka
Bayu memandang Kirani dengan pandangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Lalu ia menggenggam tangan Kirani dan dicurahkannya seluruh isi hatinya, lewat pikiran. “Kira, kurasa aku sudah jatuh cinta padamu. Aku mengikutimu ke Buntala hanya sekedar ingin memastikan kau baik-baik saja. Saat tahu bahwa Prastowo sudah menikah, aku yakin kau akan sangat kecewa, tapi aku justru merasa lega. Dan ketika mendengar kabar kau sakit, aku sudah memutuskan, walaupun kau tidak bisa membalas perasaanku ini, tapi dengan bantuan mesin ini, setidaknya darahku akan terus mengalir dalam tubuhmu. Jadi Ingatlah aku selalu Kira.” Kirani meneteskan air mata, ia merasakan ketulusan Bayu dan berkata, “Tapi Bayu, setelah ini aku yang akan menyesal sepanjang hidupku, andai saja Tuhan masih memberi kesempatan ...” Bayu hanya menunjukkan sebuah senyuman tulus tersungging di bibirnya. Lalu Bayu minta bantuan Laras untuk mendudukkan Kirani, Bayu duduk di belakangnya dan menempelkan tangan di punggung Kirani te
Sementara Bayu yang sudah pulih sebagian tenaga dan kesadarannya, tetap masih berbaring di samping Laras, ia berkata, “Maafkan aku Laras, selama ini tidak pernah kusadari begitu mulianya cintamu padaku. Mulai saat ini, aku Bayu, berjanji akan mendampingimu selamanya.” Lalu Bayu mencium kening Laras sambil berkata, “Aku mencintaimu Laras.” Tak dapat menahan rasa haru dan bahagia, Laras meneteskan air mata, pengorbanannya selama ini tak sia-sia. Ungkapan rasa cinta Bayu yang tulus, benar-benar melambungkan hatinya. Tubuhnya terasa lebih segar, seolah ia masih bisa melakukan apa saja terutama melayani Bayu yang sudah dianggapnya sebagai suami, memasak untuk Bayu, mencucikan pakaiannya, menari untuknya bahkan bercinta dengannya. Bayu melingkarkan lengan di tubuh Laras, kemudian menariknya hingga berhadapan dengannya. Pandang mata mereka bertemu, mata Laras masih basah, Bayu mencium mata itu, seakan ingin menghapus semua kesedihan dan penderitaan yang membayang di sana. Laras memejamkan
Hanya beberapa hari hidup bersama Laras, tapi saat kehilangan dia, Bayu merasakan kesedihan yang luar biasa, wajahnya tampak murung, dan terlihat semakin dewasa. Ia sebenarnya ingin terus menemani Laras walaupun hanya pusaranya, tapi kewajibannya sebagai seorang Pangeran Antakara menyadarkannya untuk kembali berjuang menyelamatkan negerinya.Setelah Bayu pamit dan mengingatkan lagi pesan Laras untuk mewariskan semua miliknya pada Bunga. Bayu kembali menuntun kuda hitamnya keluar dari kandang dan menungganginya menuju ke daerah perbatasan Surya Timur dan Surya Selatan. Menurut Menteri Supala melalui daerah inilah pasukan Buntala akan menyerang ibukota Antakara. Tapi Bayu yakin pasukan Buntala tidak akan semudah itu menaklukkan Antakara. Selain pasukannya yang kuat, di Antakara banyak perguruan-perguruan ilmu kanuragan yang dengan sukarela akan bangkit melawan serbuan negeri lain.Perjalanan Bayu kali ini dilakukan dengan kecepatan sedang saja. Kesempatan ini digunakannya untuk memperha
Hehe, aku bisa membantumu meringankan pajak yang harus kau bayar dari hasil panenmu. Seharusnya kau membayar pajak sebesar setengah dari hasil panenmu. Tetapi sebagian bisa kubantu dengan membayar pajaknya seperempat bagian saja.” Suradi menjelaskan seluk beluk pembayaran pajak disitu.Bayu kembali bertanya, “Apakah aku boleh tahu setengah bagian pajak yang sah itu, untuk apa saja Pak?”“Pajak yang sah itu dibagi dua, setengah disetorkan ke pusat sedangkan setengahnya untuk pejabat daerah dan biaya operasional di sini termasuk upah kami,” jelas Suradi secara terus terang.Bayu terkejut mendengar besarnya pajak yang harus ditanggung oleh para petani. Tapi wajahnya tak berubah ketika ia berkata pada Suradi, “Baiklah Pak akan kusampaikan pada Pamanku, dan aku akan menghubungi Bapak lagi dalam waktu dekat ini.”“Kapan pun aku siap untuk membantumu Ubay,” ucap Suradi mantap.Esoknya, Bayu sudah berada di dalam ruang kerja Menteri Supala.Sang Menteri berkata, “Memang para pejabat daerah it
Sebelum Bayu menjawab, Mawar sudah mendahului memperkenalkannya, “Dia adalah Pangeran Bayu, adik sepupumu Kanda.”Raja Bhanu terkejut, diamatinya wajah Bayu, memang ada kemiripan dengan pamannya Raja Arkha. Tanpa rasa curiga sang Raja mendekati Bayu dan memegang bahunya, “Adi, benarkah ini engkau Bayu?”Bayu membungkuk hormat, jawabnya, “Benar Yang Mulia, hamba Bayu.”Tak terduga sang Raja memeluknya, “Ah ... Adi, maafkan kesalahan Ayahku, keluargaku sungguh berdosa besar padamu. Apakah kau datang untuk mengambil kembali hakmu Adi?”“Maaf Yang Mulia, tidak sekali pun terlintas dalam pikiran hamba untuk mengambil alih takhta,” ucap Bayu dengan tulus. Raja Bhanu terharu, “Apakah engkau masih mendendam dan tidak menganggap aku sebagai saudara Adi? Panggillah aku selayaknya kau memanggil kakakmu.”Bayu tidak menyangka reaksi sang Raja justru tidak menganggapnya sebagai ancaman melainkan sangat akrab dan masih menganggapnya sebagai saudara. Ini mengingatkan akan hubungan ayahandanya dan P
Setelah membahas banyak hal, termasuk rencana Bagaskoro yang bersekutu dengan negeri Buntala. Menteri Supala mengajak Bayu untuk pamit meninggalkan istana, dengan kesepakatan dua hari lagi Bayu akan ikut hadir di Balairung Istana menggunakan penyamaran.Di Balairung Istana tampak semua menteri dan adipati sudah berkumpul di sana, mereka berbisik-bisik membicarakan seseorang yang berpakaian ala saudagar berusia setengah baya, dengan rambut mulai memutih tapi tubuhnya masih terlihat kekar dan kuat. Orang ini berdiri di dekat Menteri Supala. Kemudian Penasihat Raja Bagaskoro hadir ke ruangan, pandangannya juga langsung tertuju pada Bayu yang menyamar sebagai saudagar. Demikian juga Bayu, inilah kesempatannya melihat lagi wajah orang yang mengatur kudeta sehingga ayahandanya terbunuh. Dulu Bayu melihat Bagaskoro seperti raksasa tapi sekarang tubuhnya tidak kalah tinggi bahkan ia jauh lebih kekar dari Bagaskoro. Tak lama Raja Bhanu memasuki Balairung Istana, dan duduk di singgasananya. Se