Setelah membahas banyak hal, termasuk rencana Bagaskoro yang bersekutu dengan negeri Buntala. Menteri Supala mengajak Bayu untuk pamit meninggalkan istana, dengan kesepakatan dua hari lagi Bayu akan ikut hadir di Balairung Istana menggunakan penyamaran.Di Balairung Istana tampak semua menteri dan adipati sudah berkumpul di sana, mereka berbisik-bisik membicarakan seseorang yang berpakaian ala saudagar berusia setengah baya, dengan rambut mulai memutih tapi tubuhnya masih terlihat kekar dan kuat. Orang ini berdiri di dekat Menteri Supala. Kemudian Penasihat Raja Bagaskoro hadir ke ruangan, pandangannya juga langsung tertuju pada Bayu yang menyamar sebagai saudagar. Demikian juga Bayu, inilah kesempatannya melihat lagi wajah orang yang mengatur kudeta sehingga ayahandanya terbunuh. Dulu Bayu melihat Bagaskoro seperti raksasa tapi sekarang tubuhnya tidak kalah tinggi bahkan ia jauh lebih kekar dari Bagaskoro. Tak lama Raja Bhanu memasuki Balairung Istana, dan duduk di singgasananya. Se
Sebelum tengah hari, cukup banyak petani yang datang ke gudang, mereka saling bertanya-tanya, apa yang terjadi. Bayu berdiri dan mengangkat tangan untuk menenangkan mereka, kemudian berkata, “Saudara-saudara, namaku Rendra, aku adalah Pemeriksa Lapangan yang diangkat langsung oleh Raja Bhanu.” menunjukkan lencana dan surat pengangkatannya, lalu melanjutkan, “Mulai sekarang potongan untuk pajak tanah adalah seperempat bagian dari hasil panen. Jadi kalian tidak perlu menyuap para petugas pajak ini untuk mendapat keringanan potongan pajak. Bila masih ada yang melakukan kecurangan, nasibnya akan seperti ini.” Bayu membaca mantra, pedang cahaya muncul di tangannya, lalu diayunkannya ke lantai gudang, ‘crrrkkkk’, pelan suaranya tapi akibatnya, lantai gudang terbelah dengan rapi, “Lantainya jangan diperbaiki! Ini adalah peringatan bagi siapa pun yang melakukan kecurangan di sini,” ancam Bayu. Semua orang takjub dan takut, tapi para petani gembira tanah mereka akan memberikan hasil lebih ba
Sang Adipati pura-pura terkejut, “Oh benarkah Tuan? Damanik bagaimana bisa seperti itu?”Surya Damanik menjawab dengan terbata-bata, “Mm ... maafkan saya Tuan, tapi saya menjabat di sini belum terlalu lama, si Kadar ini yang sudah bekerja sebelum saya.”Si Hidung Bengkok yang bernama Kadar itu gelagapan, ia tak menduga dirinya akan menjadi tersangka utama, “Ta ... tapi semuanya hamba lakukan sudah sejak dulu dan hamba pikir Tuan Adipati yang memerintahkannya.”Adipati Tunggul Seta murka, “Kurang ajar! Kau menganggapku melanggar aturanku sendiri. Damanik, tangkap dia! Penjarakan dulu, setelah diadili kita tentukan hukumannya.”Kemudian sang Adipati kembali menghadap pada Bayu, “Maaf Tuan Rendra, saya tidak becus mengawasi anak buah, sehingga terjadi kecurangan di depan mata saya, tapi saya berjanji akan menyelesaikan masalah ini sebaik-baiknya.”Bayu tersenyum sinis melihat sandiwara yang diperagakan di hadapannya, “Aku perintahkan saat ini juga umumkan di seluruh wilayah Tuan pajak ya
Si Wanita juga berkata, “Bayu ..., kau sudah pulang.”Sesaat waktu seakan berhenti, dua orang hanya saling menatap, lalu entah mendapat keberanian dari mana, Bayu memeluk Kirani, “Kira, aku merindukanmu ...”Kirani menyandarkan wajahnya di dada Bayu, “Apakah Kak Laras sudah ...” Kirani tidak melanjutkan ucapannya, tapi Bayu tahu maksudnya, ia menganggukkan kepala, “Ya, dengan senyum di wajahnya. Dan pesan terakhirnya adalah aku diharuskan untuk mencarimu, kemudian Laras ingin aku menikahimu.” Wajah Kirani memerah. Tiba-tiba di belakang mereka terdengar suara, “Ehem, kalian sudah saling mengenal rupanya,” ucap Putri Safira mengejutkan dua insan yang sedang melepas rindu itu. Bayu melepaskan pelukannya, dan menjawab dengan gugup, “Eh Bunda, i ... iya kami sudah kenal koq.”Putri Safira hanya tersenyum maklum, lalu berkata, “Ayo, Bunda sudah menyiapkan makanan untuk kita, lanjutkan ngobrolnya sambil makan saja.”Kirani mengikuti Putri Safira, sedangkan Bayu mengganti bajunya yang tertun
Karena perut mereka sudah menuntut untuk diisi, Bayu dan Kirani mendatangi sebuah rumah makan. Di sini ternyata selera makanan mereka hampir sama, Bayu dan Kirani sama-sama menyukai masakan yang berbahan sayur daripada daging. Karena itulah mereka memesan tumis sayuran dan tahu masak saus tiram serta dua porsi nasi.Ketika Bayu dan Kirani sedang menikmati makanan yang mereka pesan, dua orang yang duduk di meja seberang mereka, bercakap-cakap dengan suara cukup keras, “Apakah yang kau maksud semacam pertandingan untuk memilih komandan pasukan pengawal Raja yang baru diadakan beberapa waktu lalu?” tanya salah seorang pada temannya.“Ya, tetapi ini lebih berbobot, karena pemenangnya akan menjadi pemimpin dunia persilatan yang diakui oleh Raja langsung,” jawab temannya.“Tetapi mengapa baru kali ini pertandingan semacam itu diadakan?” tanya orang itu lagi.“Ini disebabkan karena menurunnya kemampuan Raja Antakara dalam ilmu kanuragan. Dahulu Raja Antakara selalu memiliki ilmu kanuragan ya
Benar ia adalah si Pipi Bakpau, Mahen. Setelah mengetahui siapa yang memanggilnya, wajah Mahen berubah cerah, mulutnya membentuk sebuah tawa yang lebar, walaupun sambil mengunyah makanan, ia berkata, “Syukurlah, Bayu. Tepat sekali aku bisa bertemu denganmu di sini.”Bayu menjawab, “Mengapa setiap bertemu denganmu selalu berada di dekat makanan?”“Hehe, sama juga denganmu selalu tidak pernah jauh dari wanita cantik,” ucap Mahen sambil matanya melirik ke arah Kirani.“Oh ya Mahen, kenalkan ini Kirani,” ujar Bayu mengenalkan. Mahen mengusapkan tangannya ke celana sebelum mengulurkannya memberi salam pada Kirani. Sambil menjabat tangan Mahen, Kirani tertawa dan berkata, “Hihi, kau lucu sekali, masa membandingkan aku dengan kue bolu.”Mahen terkejut, wajahnya tersipu, “Astaga! Jadi benar kau bisa membaca pikiran orang lain. Wah, wah, wah malang sekali nasibmu Bayu. Kau tidak bisa selingkuh darinya.”“Ngaco kau! memangnya aku tukang selingkuh,” omel Bayu.“Lalu bagaimana dengan ...?” Mahen
Saat rumput masih basah oleh embun, di ufuk matahari pun masih mengintip malu-malu. Tiga ekor kuda berderap menantang angin. Bayu, Kirani dan Mahen memacu kudanya, menyalakan gairah kehidupan fana. Bayu di depan diikuti Kirani dan Mahen di belakangnya. Di rumah Wira, sudah berkumpul tokoh-tokoh persilatan yaitu Tuan Bisma, Ketua Klan Golok Naga, Tuan Paskalis Ketua Perguruan Tongkat Tunggal, Tuan Bimantoro, Ketua Perguruan Tinju Besi dan Tuan Dewangga yang tidak membuka perguruan. Bersama dengan Wira mereka menunggu kedatangan Menteri Supala.Sesaat kemudian dua ekor kuda tampak berhenti di depan klinik milik Wira. Menteri Supala diiringi Nayaka turun dari kuda dan bergabung dengan yang lain, di ruang tengah. Mereka duduk mengelilingi meja, yang di atasnya terdapat piring yang berisi beberapa macam jajanan khas rakyat Antakara. Tak lama pembantu Wira membawa nampan dengan dua buah teko dan beberapa cangkir di atasnya. Wira mempersilakan tamu-tamunya untuk menikmati hidangan yang ters
Hingga seseorang mengucapkan salam dari luar. “Permisi!” Lalu seorang dengan tubuh gempal muncul di halaman tengah. Wira langsung bertanya, “Hei Mahen! Apakah kau bertemu dengan Bayu?”“Aku di sini Paman,” ucap Bayu yang baru masuk bersama Kirani.Wira menyambut Bayu, “Bagus Bayu, kau bisa hadir hari ini, aku mengira baru besok atau lusa kau akan tiba.”“Aku bertemu dengan Mahen di luar Hutan Ayun-ayun Paman. Lalu kami langsung ke sini,” jelas Bayu. Wira mempersilakan Bayu dan Kirani masuk menemui para tokoh yang lain. Semua orang memandang ke arah Kirani. Bayu merasakannya, maka ia memperkenalkan gadis itu, “Para Paman, perkenalkan, ini adalah Kirani calon istriku.” Wajah Kirani memerah, ia membungkuk hormat pada semua orang, dan berkata, “Salam Paman, maaf bila aku mengganggu jalannya pertemuan ini, aku akan menunggu di luar saja.”Tuan Bisma tertawa, “Hahaha, engkau adalah calon istri Bayu, berarti keponakanku juga, ayo duduklah, ikuti pertemuan ini, kita adalah keluarga.”Menteri