Hingga seseorang mengucapkan salam dari luar. “Permisi!” Lalu seorang dengan tubuh gempal muncul di halaman tengah. Wira langsung bertanya, “Hei Mahen! Apakah kau bertemu dengan Bayu?”“Aku di sini Paman,” ucap Bayu yang baru masuk bersama Kirani.Wira menyambut Bayu, “Bagus Bayu, kau bisa hadir hari ini, aku mengira baru besok atau lusa kau akan tiba.”“Aku bertemu dengan Mahen di luar Hutan Ayun-ayun Paman. Lalu kami langsung ke sini,” jelas Bayu. Wira mempersilakan Bayu dan Kirani masuk menemui para tokoh yang lain. Semua orang memandang ke arah Kirani. Bayu merasakannya, maka ia memperkenalkan gadis itu, “Para Paman, perkenalkan, ini adalah Kirani calon istriku.” Wajah Kirani memerah, ia membungkuk hormat pada semua orang, dan berkata, “Salam Paman, maaf bila aku mengganggu jalannya pertemuan ini, aku akan menunggu di luar saja.”Tuan Bisma tertawa, “Hahaha, engkau adalah calon istri Bayu, berarti keponakanku juga, ayo duduklah, ikuti pertemuan ini, kita adalah keluarga.”Menteri
Karena sudah menjelang malam terpaksa Bayu dan Kirani menunda perjalanannya kembali ke Agartha sampai besok pagi. Malam itu Bayu sekamar dengan Mahen, sedangkan Kirani tidur di kamar yang biasa dipakai Bayu dulu.Karena Mahen sering bertugas sebagai mata-mata, maka Bayu memberikan buku dari biksu Pradipa yang berisi ilmu merias wajah. Bayu menjelaskan tentang kata-kata dan istilah yang belum dimengerti oleh Mahen. Beberapa obat yang digunakan untuk mengubah warna kulit juga diberikan pada Mahen. Bayu berkata, “Semoga ilmu ini bisa membantu dalam menjalankan tugasmu sebagai mata-mata.”“Terima kasih Bayu, tapi apakah ada ilmu yang bisa membuatku terlihat lebih kurus?” tanya Mahen sambil tertawa-tawa.“Ada, namanya ilmu Tahan Lapar,” jawab Bayu kesal, tapi ia tertawa juga melihat wajah sahabatnya yang langsung berubah memelas.Bayu dan Kirani sudah terlihat melintasi jalan-jalan ibukota pagi-pagi sekali. Keadaan sangat tenang bagaikan kesunyian sebelum badai menerjang. Perjalanan ke gun
Mereka berdua berenang ke tepi, John sudah menunggu bersama Ramos. Kirani langsung memeluk ayahnya, “Maafkan aku Ayah, telah membuatmu khawatir.”Ramos mengusap rambut Kirani yang basah, “Aku tahu perasaanmu Kira, bagaimana penyakitmu sekarang?”“Aku sudah sembuh Ayah,” jawab Kirani haru.“Bagaimana? Siapa yang menyembuhkanmu?” tanya Ramos heran dan gembira.Kirani memandang ke arah Bayu, “Panjang ceritanya Ayah, tapi Bayulah yang pertama menggunakan mesin pemberian Ayah padaku. Lalu ada seorang sahabatku yang berkorban untuk Bayu.”Sementara Bayu menjabat tangan John dengan erat, “Apa kabar John? Senang sekali aku bisa kembali ke sini.”“Baik, wah kau terlihat semakin dewasa Bayu, bagaimana keadaan Antakara?” Pertanyaan John, membuat Bayu teringat akan tugasnya.“Justru karena Antakaralah aku kembali ke sini John. Aku mohon bantuan Kirani untuk menyelamatkan negeriku.”Lalu Bayu menghampiri Ramos, “Apa kabar Ramos? Akhirnya aku berhasil membawa Kirani kembali.”Ramos memegang bahu Ba
Saking kagumnya Bayu pada jurus baru ini, ia langsung berusaha menghafalkan teorinya. Tak terasa di luar sanggar sudah gelap. Kirani mengetuk pintu sanggar, “Bayu, apakah kau masih di dalam?”Bayu tersadar, ia sudah lupa waktu mempelajari Kitab Langit lagi. “Ya Kira, aku masih di sini, maaf aku terlalu asyik mempelajari Kitab Langit.”Kirani berkata, “John akan pulang, ia menanyakan apakah kau akan menginap di sini atau di rumahnya.”“Oh ya, sebaiknya aku ikut John dan menginap di rumahnya,” jawab Bayu sambil berdiri dan keluar meninggalkan sanggar.Kirani berjalan mendampinginya sambil berkata, “Besok aku akan mulai memasang mesin teleportasi ke gua, oh ya bila kau membutuhkan timah hitam untuk membungkus sarung Pedang Pengisap Bintang, kau bisa mengambilnya di ruang kerjaku besok.”“Baiklah, besok aku akan kembali ke sini lagi. Sepertinya sanggar ayah cukup baik sebagai tempatku berlatih,” ucap Bayu.Kirani tertegun, “Kau sudah memanggil Ayah juga?”“Ya, beliau merestui hubungan kit
Baroto baru memasuki kawasan gunung Belah ketika seseorang dengan seragam pasukan Antakara menghampirinya dan dengan hormat berkata padanya, “Selamat datang Tuan Baroto, kedatangan Tuan sudah ditunggu oleh Tuan Penasihat, Bagaskoro.”Baroto menjawab, “Hahaha, tak kusangka Bagaskoro masih memberi muka padaku teman lamanya ini.”“Silakan Tuan!” Sebuah kereta kuda menghampiri Baroto, dan utusan Bagaskoro membukakan pintunya.Baroto masuk ke dalam kereta sambil tertawa, ia bangga sekali diperlakukan khusus oleh Bagaskoro.Sampai di area pertandingan suasana masih sepi, karena acara memang baru dimulai dua hari lagi. Baroto turun dari kereta, Bagaskoro sudah menyambutnya bersama Ki Lurah Gondomayit.“Hahaha, apa kabar Sobat lama, bersemangat sekali kau tampaknya, acara belum dimulai, kau sudah berkeliaran di sini.” Bagaskoro menjabat tangan Baroto, lalu mengajaknya ke gardu pandang. Walaupun gardu pandang itu memiliki tangga untuk menaikinya, Bagaskoro tidak menggunakannya, ia menarik nafa
Setelah mengetahui peraturan dan seleksi peserta, banyak orang yang batal mengikuti pertandingan. Mereka khawatir akan ditertawakan banyak orang, karena gagal dalam ujian seleksi. Tapi tetap saja ada orang-orang yang tidak bisa mengukur kemampuannya sendiri. Mereka sangat percaya diri mengikuti ujian seleksi, gayanya seolah-olah sudah menjadi pemimpin dunia persilatan, kepala mendongak dan dada dibusungkan. Berada di tepi rawa, membawa beberapa potong kayu sebagai pijakan di air. Sekali lompat berpijak pada sebatang kayu yang dilemparnya ke air, berhasil, tapi pada lompatan ke-dua, tenaga dalam untuk ilmu meringankan tubuhnya tidak mencukupi, sehingga terceburlah peserta itu. Penonton tertawa dan menyorakinya.Tampaknya tokoh-tokoh persilatan belum ada yang mengikuti ujian seleksi. Beberapa orang yang berhasil menyeberangi rawa hanya kaum persilatan kelas menengah. Pada ujian ke-dua lebih heboh lagi, peserta yang terlalu memaksakan diri mengangkat batu besar itu, wajahnya memerah dan
Bagaskoro mengangguk-angguk, hanya kepada Ki Lurah inilah Bagaskoro mau mendengarkan perkataannya, ia menjawab, “Tapi aku masih memakai cincin mantra Pembelenggu Sukma pemberianmu Paman, ini adalah senjata terakhir bila keadaan mendesak.”Ki Lurah menyeruput kopinya, lalu bertanya, “Bagaimana dengan pasukan Buntala? Apakah mereka sudah bergerak?”“Belum Paman, menurut Prastowo pasukan Buntala sebanyak 10.000 orang, mereka membutuhkan waktu 2 hari untuk mencapai istana, jika mereka terlalu awal menyerang istana, sementara gelar pemimpin dunia persilatan belum kupegang, maka Menteri Supalalah yang akan memimpin orang-orang ini. Lebih baik penyerangannya setelah aku mendapatkan gelar, karena aku bisa mengulur waktu dengan mengadakan perjamuan bagi orang-orang bodoh ini,” ungkap Bagaskoro menjelaskan detail rencananya.Ki Lurah manggut-manggut, “Bagus, bagus, kau sangat teliti Koro. Kapan kau akan mengikuti seleksi peserta?”“Ah gampang itu, nanti saja, terlalu ramai hari ini,” jawab Baga
Pemuda itu memang Bayu, ia mendekati ujian tahap ke-dua. Dirangkulnya batu besar itu dengan kedua tangannya, lalu dikerahkannya tenaga dan batu itu pun terangkat di atas kepalanya. Bayu sengaja tidak mau menunjukkan semua ilmunya, ini adalah bagian dari rencananya. Tapi tetap saja penonton memberikan dukungannya dan saling bertanya siapakah pemuda ini.Pada ujian terakhir Bayu hanya mengambil satu pisau dan melemparkannya, tepat mengenai sasaran. Meskipun dinyatakan lolos, tapi tak ada gerakan atau hasil yang menghebohkan. Menteri Supala mendekatinya dan bertanya, “Apakah perlu kuumumkan identitasmu Bayu?”Bayu menggeleng, “Jangan Paman, cukup asal Bagaskoro tahu siapa diriku.”Maka di kalangan penonton mulai beredar desas-desus bahwa pemuda itu adalah Pangeran Bayu putra dari Raja Arkha. Berita ini pun sampai ke telinga Bagaskoro, segera ia memerintahkan orang untuk memanggil Baroto. “Sobat, pemuda yang baru saja lolos adalah targetmu. Tampaknya kali ini kau salah menilai orang. Men