Saking kagumnya Bayu pada jurus baru ini, ia langsung berusaha menghafalkan teorinya. Tak terasa di luar sanggar sudah gelap. Kirani mengetuk pintu sanggar, “Bayu, apakah kau masih di dalam?”Bayu tersadar, ia sudah lupa waktu mempelajari Kitab Langit lagi. “Ya Kira, aku masih di sini, maaf aku terlalu asyik mempelajari Kitab Langit.”Kirani berkata, “John akan pulang, ia menanyakan apakah kau akan menginap di sini atau di rumahnya.”“Oh ya, sebaiknya aku ikut John dan menginap di rumahnya,” jawab Bayu sambil berdiri dan keluar meninggalkan sanggar.Kirani berjalan mendampinginya sambil berkata, “Besok aku akan mulai memasang mesin teleportasi ke gua, oh ya bila kau membutuhkan timah hitam untuk membungkus sarung Pedang Pengisap Bintang, kau bisa mengambilnya di ruang kerjaku besok.”“Baiklah, besok aku akan kembali ke sini lagi. Sepertinya sanggar ayah cukup baik sebagai tempatku berlatih,” ucap Bayu.Kirani tertegun, “Kau sudah memanggil Ayah juga?”“Ya, beliau merestui hubungan kit
Baroto baru memasuki kawasan gunung Belah ketika seseorang dengan seragam pasukan Antakara menghampirinya dan dengan hormat berkata padanya, “Selamat datang Tuan Baroto, kedatangan Tuan sudah ditunggu oleh Tuan Penasihat, Bagaskoro.”Baroto menjawab, “Hahaha, tak kusangka Bagaskoro masih memberi muka padaku teman lamanya ini.”“Silakan Tuan!” Sebuah kereta kuda menghampiri Baroto, dan utusan Bagaskoro membukakan pintunya.Baroto masuk ke dalam kereta sambil tertawa, ia bangga sekali diperlakukan khusus oleh Bagaskoro.Sampai di area pertandingan suasana masih sepi, karena acara memang baru dimulai dua hari lagi. Baroto turun dari kereta, Bagaskoro sudah menyambutnya bersama Ki Lurah Gondomayit.“Hahaha, apa kabar Sobat lama, bersemangat sekali kau tampaknya, acara belum dimulai, kau sudah berkeliaran di sini.” Bagaskoro menjabat tangan Baroto, lalu mengajaknya ke gardu pandang. Walaupun gardu pandang itu memiliki tangga untuk menaikinya, Bagaskoro tidak menggunakannya, ia menarik nafa
Setelah mengetahui peraturan dan seleksi peserta, banyak orang yang batal mengikuti pertandingan. Mereka khawatir akan ditertawakan banyak orang, karena gagal dalam ujian seleksi. Tapi tetap saja ada orang-orang yang tidak bisa mengukur kemampuannya sendiri. Mereka sangat percaya diri mengikuti ujian seleksi, gayanya seolah-olah sudah menjadi pemimpin dunia persilatan, kepala mendongak dan dada dibusungkan. Berada di tepi rawa, membawa beberapa potong kayu sebagai pijakan di air. Sekali lompat berpijak pada sebatang kayu yang dilemparnya ke air, berhasil, tapi pada lompatan ke-dua, tenaga dalam untuk ilmu meringankan tubuhnya tidak mencukupi, sehingga terceburlah peserta itu. Penonton tertawa dan menyorakinya.Tampaknya tokoh-tokoh persilatan belum ada yang mengikuti ujian seleksi. Beberapa orang yang berhasil menyeberangi rawa hanya kaum persilatan kelas menengah. Pada ujian ke-dua lebih heboh lagi, peserta yang terlalu memaksakan diri mengangkat batu besar itu, wajahnya memerah dan
Bagaskoro mengangguk-angguk, hanya kepada Ki Lurah inilah Bagaskoro mau mendengarkan perkataannya, ia menjawab, “Tapi aku masih memakai cincin mantra Pembelenggu Sukma pemberianmu Paman, ini adalah senjata terakhir bila keadaan mendesak.”Ki Lurah menyeruput kopinya, lalu bertanya, “Bagaimana dengan pasukan Buntala? Apakah mereka sudah bergerak?”“Belum Paman, menurut Prastowo pasukan Buntala sebanyak 10.000 orang, mereka membutuhkan waktu 2 hari untuk mencapai istana, jika mereka terlalu awal menyerang istana, sementara gelar pemimpin dunia persilatan belum kupegang, maka Menteri Supalalah yang akan memimpin orang-orang ini. Lebih baik penyerangannya setelah aku mendapatkan gelar, karena aku bisa mengulur waktu dengan mengadakan perjamuan bagi orang-orang bodoh ini,” ungkap Bagaskoro menjelaskan detail rencananya.Ki Lurah manggut-manggut, “Bagus, bagus, kau sangat teliti Koro. Kapan kau akan mengikuti seleksi peserta?”“Ah gampang itu, nanti saja, terlalu ramai hari ini,” jawab Baga
Pemuda itu memang Bayu, ia mendekati ujian tahap ke-dua. Dirangkulnya batu besar itu dengan kedua tangannya, lalu dikerahkannya tenaga dan batu itu pun terangkat di atas kepalanya. Bayu sengaja tidak mau menunjukkan semua ilmunya, ini adalah bagian dari rencananya. Tapi tetap saja penonton memberikan dukungannya dan saling bertanya siapakah pemuda ini.Pada ujian terakhir Bayu hanya mengambil satu pisau dan melemparkannya, tepat mengenai sasaran. Meskipun dinyatakan lolos, tapi tak ada gerakan atau hasil yang menghebohkan. Menteri Supala mendekatinya dan bertanya, “Apakah perlu kuumumkan identitasmu Bayu?”Bayu menggeleng, “Jangan Paman, cukup asal Bagaskoro tahu siapa diriku.”Maka di kalangan penonton mulai beredar desas-desus bahwa pemuda itu adalah Pangeran Bayu putra dari Raja Arkha. Berita ini pun sampai ke telinga Bagaskoro, segera ia memerintahkan orang untuk memanggil Baroto. “Sobat, pemuda yang baru saja lolos adalah targetmu. Tampaknya kali ini kau salah menilai orang. Men
Pada saat genting seperti itu, seseorang meloncat ke atas panggung, sambil berkata, “Kau sudah menang Baroto, Lepaskan Tuan Dewangga, akulah yang kau tantang sebetulnya bukan.” Bayu membungkuk hormat pada Tuan Dewangga, “Maafkan kelancanganku Paman.”“Tidak apa-apa Bayu, aku justru berterima kasih padamu, berhati-hatilah si Kodok Bau ini tenaga dalamnya sangat hebat,” jawab Tuan Dewangga lesu. Baroto tertawa bangga, lalu berkata dengan tidak sabar, “Ayo cepat! Kalau mau ngobrol di warung saja.”“Silakan Baroto, aku sudah siap,” ucap Bayu.Baroto berkata dengan pongah, “Karena kau masih muda, kuberi kesempatan untuk menyerang dulu.”Bayu tidak sungkan lagi, dari pertarungan Baroto tadi ia melihat jurus kodoknya sedikit lebih lambat bila harus berbalik arah. Karena itu Bayu langsung menggunakan jurus udara dan bergerak ringan ke belakang Baroto yang sudah memasang kuda-kuda jurus kodoknya. Tenaga dalam Bayu terkumpul di tangan membentuk bola tenaga, lalu dilontarkannya ke arah Baroto.
Sementara di negeri Buntala, Raja Darpa memimpin sendiri pasukannya didampingi oleh menantunya, Prastowo. Keberangkatan pasukan justru saat lewat tengah hari, mereka memperkirakan memasuki wilayah Antakara ketika matahari mulai tenggelam. Walaupun jalan masuk ke Antakara sudah disiapkan mereka tetap berusaha untuk tidak menarik perhatian penduduk. Hutan perbatasan Surya Selatan dan Surya Timur akan dijadikan markas sementara mereka sebelum menyerang ke istana.Mahen dan Nayaka yang sudah melihat pergerakan Pasukan Buntala, segera kembali untuk melaporkan hasil pengintaiannya kepada Raja Bhanu melalui pengawalnya. ***Bayu membuka matanya dan bertanya, “Di mana ini John?”“Kau baru saja kuangkat keluar dari arena pertandingan,” jawab John.Lalu Bayu bertanya lagi, “Apakah ada yang curiga dengan kematianku?”“Sepertinya tidak, salah satu juri sudah memberi tanda bahwa kau sudah mati pada Bagaskoro,” ungkap John.“Bagus! Berarti sekarang saatnya untuk rencana berikutnya,” ujar Bayu, sam
Raja Darpa terkejut, ada prajuritnya yang berani memukul Prastowo. “Hei, siapa kau?”Prajurit itu dengan tenang berjalan mendekati Raja Darpa. “Maaf Yang Mulia, nama hamba Bayu Narendra. Hamba adalah Pangeran Antakara. Yang Mulia sudah menyerang negeri hamba karena terpengaruh hasutan dari Bagaskoro dan putranya Prastowo. Tunggulah sebentar, teman hamba akan segera datang membawa buktinya.”Tak seberapa lama muncullah di tengah ruangan seorang gadis cantik bermata kelabu. Ia mendekati Raja Darpa. Sang Raja terkejut. Ia mengenali gadis itu. “Bukankah kau penyusup yang mencoba meracuni aku.”Kirani membungkuk hormat, “Nama hamba Kirani Yang Mulia. Saat itu hamba hanya berkunjung ke Buntala untuk mencari Prastowo, sama sekali tidak bermaksud meracuni Paduka.”“Lalu siapa yang menaruh racun dalam minumanku?” tanya sang Raja.“Dia!” Kirani menunjuk Prastowo.“Tidak mungkin, Prastowo menantuku, untuk apa dia mencoba meracuniku?” Raja Darpa tidak percaya pada keterangan Kirani.“Sabar Yang M