Japra balik kaget, artinya Panglima Ulay juga sudah tahu kisah sesungguhnya. “Panglima…jujur aku sudah bertemu Ibu Suri dan beliaulah yang minta agar aku menemui Panglima di sini!”Tiba-tiba Panglima Ulay turun dari kursinya lalu bersujud di depan Japra.“Pangeran Japranata, mulai detik ini, aku akan bantu pangeran untuk rebut kembali tahta Kerajaan Daha, orang yang paling berhak dibandingkan Prabu Kanji!”Dan tiga komandan Panglima Ulay juga bersikap sama, serempak mereka ikut bersujud di depan Japra.Entah kenapa, kali ini Japra sama sekali tak menegur ulah ke 4 nya dan dia membiarkan saja.“Pangeran…dari laporan yang kami dapat, Mahapatih Jugi sengaja tak mau kirim pasukan tambahan, malah minta agar kami semua balik saja ke kotaraja. Ini kan aneh, kenapa wilayah kita di ambil orang, malah pasukan diminta balik, ini sangat mencurigakan dan bikin kami bertanya-tanya!”Salah satu komandan bernama Acon bongkar sebuah kejanggalan, hingga Japra ikut terdiam dan mikir.Komandan Ila dan Ko
Di halaman bangunan itu Japra kaget bukan main, lagi-lagi musuh besarnya ada di sini, siapa kalau bukan Ki Birawa.“Orang ini harus di lenyapkan, di mana-mana hanya bikin masalah!” geram Japra, sambil gemelukan giginya.Ingin rasanya Japra langsung muncul saja, tapi akal sehatnya jalan. Apalagi saat melihat bukan hanya pengawal Jenderal Amani yang ada di sana, juga banyak orang-orang yang tak Japra kenal, dan sepintas bukan orang yang rendah ilmu kanuragannya. Namun ada satu orang yang bikin dahi Japra bergerinyit…tapi bikin jantungnya berdebar. Saat melihat kemunculan seorang wanita cantik dengan pakaian panglima.Wanita cantik tersebut terlihat menyambut Jenderal Amani, bahkan bergandeng tangan ‘mesra’ saat masuk ke dalam rumah besar ini“Aura…ternyata dia kini jadi salah satu komandan pasukan Loksana, tapi kenapa ikut Kerajaan ini? Apa yang membuatnya malah kesasar ke sini dan bantu kerajaan musuh..?” batin Japra sambil menatap tajam wajah mantan istrinya ini dari kejauhan.Wala
Diam-diam Ki Birawa melirik 5 orang yang sejak tadi terlihat sangat marah dan menatap penuh permusuhan pada Japra.Namun kali ini Japra benar-benar siap tempur, dia tak bakal mundur secuil pun. Hatinya teramat marah, Kerajaan Daha makin menyusut wilayahnya, akibat ketidak becusan Prabu Kanji.Walaupun dia mendengar ada derap kaki ratusan bahkan lebih di luar bangunan ini, tanda pasukan Kerajaan Loksana sudah mulai berkumpul mengurung tempat tersebut.Tapi lagi-lagi Japra tidak menunjukan rasa gentar.Saat ituah Japra menatap ke langit yang berawan, ada dua titik kecil seorang burung dan senyum mengembang di bibirnya.Makin kuatlah mentalnya saat ini, dua sahabatnya yang tak biasa sedang 'memantaunya' dari atas.Kini Japra kembali menatap musuh-musuhnya, Japra sudah di kurung sangat ketat, pengeroyokan hanya tinggal menunggu perintah Jenderal Amani, yang jadi pimpinan di sini.“Japra, musuh-musuhmu boleh takut denganmu, tapi aku sebagai panglima, tak pernah takut!” kali ini kembali ter
Ki Birawa gelagapan, apalagi tangan Japra yang kuat sebuah paruh burung rajawali seakan kejar ubun-ubunnya dengan kecepatan tinggi.“Gila, ilmu apalagi ini,” batin Ki Birawa kaget tak kepalang.Namun itulah ucapan terakhir Ki Birawa, gerakan Japra yang saat ini gunakan ilmu mengejar anginnya luar biasa cepatnya.Cappp…jari Japra yang berubah mirip paruh burung rajawali secara lihai telah membikin bolong ubun-ubun Ki Birawa.Walaupun pendekar tua yang hebat dan licik ini terlindungi tenaga dalam yang sudah sempurna dia kuasai.Tapi jari-jari tangan Japra lebih kuat lagi, akibatnya ubun-ubun itupun tembus, berlubang hingga 2 buah, saat tercabut, keluarlah darah merah campur putih.Pekikan dahsyat keluar dari mulut Ki Birawa, serangkum serangan terakhir dia lepaskan pada Japra.Tangannya yang berisi tenaga jurus halilintar menampar ke arah depan, tapi Japra secepat kilat mencelat ke atas sehingga sambaran jurus ini luput.Tubuh Ki Birawa pun terjatuh ke tanah dengan mata mendelik, mati p
Japra terpaksa bersuara keras dan keluarkan tenaga dalamnya, saking derasnya angin. Panglima Amani yang sempat melirik ke bawah nyalinya langsung ciut seketika. Karena manusia-manusia di bawah, yang merupakan pasukannya hanya sekecil semut terlihat kini.”B-baik, turunkan aku, aku akan segera perintahkan mereka pergi saat ini,” cetus Panglima Amani, suaranya hampir tenggelam oleh deru angin yang sangat kencang.Japra pun menepuk kepala burung rajawali untuk menuju ke atap wuwungan tinggi di bangunan bekas tempat tinggal kepala kadipaten kota Muara.“Gunakan kesaktianmu untuk minta pasukan kalian pergi sekarang juga,” Japra pun lepaskan totokan di tubuh Panglima Amani, yang kini benar-benar tak berkutik, apalagi mereka mendarat di atap bangunan yang tingginya hampir 15 meteran dari tanah.Nyali Panglima Amani makin ciut, saat melihat satu lagi burung raksasa ini hinggap tak jauh dari dia dan Japra saat ini. Setelah tarik nafas panjang, terdengarlah suara Panglima Amani yang meminta
Ki Sumu kepala kadipaten sekaligus orang yang paling di tuakan di pertemuan penting ini minta izin ke Japra untuk bicara.“Izin baginda pangeran…!” katanya, Japra pun mengangguk, sikapnya yang banyak mendengar terlihat berubah makin dewasa dan pastinya sangat berwibawa.“Apa yang dikatakan baginda pangeran benar sekali, kalau kita lakukan pemberontakan saat ini, sama saja dengan mati konyol. Sedangkan kalau menunggu Prabu Kanji menyerahkan secara suka rela tahta-nya juga tak mungkin. Sebab besok dari ucapan Panglima Amani saat aku di tahan dulu, Prabu Kanji akan umumkan Putra Mahkotanya, yakni…Pangeran Somali!”Terdengar gumaman kaget, Japra pun ikutan kaget dalam hati, Prabu Kanji agaknya sudah bisa di bujuk Permaisuri Ela, untuk menunjuk Pangeran Somali sebagai putra mahkota, atau penerusnya kelak.Padahal dia berharap agar ‘sepupunya’ Pangeran Daha yang dijadikan putra mahkota. Sehingga dia ada alasan untuk menolak pemberontakan dan Japra berniat akan bantu sepupunya jadi Maharaja,
“Maaf kalau hamba lancang, sebaiknya kita bicara di dalam, biar semuanya menjadi jelas,” Ki Sumu yang lebih tua dari Ki Samonang buru-buru menengahi.Ki Sumu sudah melihat, kalau dibiarkan, tak mustahil 3 Pendekar Pedang Putih dan Japra akan bentrok hebat.Ki Samonang tahu, Ki Sumu bukan hanya kepala kadipaten, tapi juga seorang bangsawan, karena kakek moyangnya salah satu keturunan maharaja terdahulu. Ia pun segan dan mengangguk, bersama Ki Ulai dan Ki Usu mereka mengalah.“Hmmm…baiklah, itu lebih baik, baru setelah ini kita akan ambil keputusan,” sahut Ki Samonang sambil anggukan kepala, dan akhirnya mereka semua kembali ke ruangan tadi.Ki Samonang lalu minta Japra ceritakan semuanya, agar mereka tak salah ambil tindakan.Sikap ini tentu saja makin membuat Japra kagum, Ki Samonang ternyata seorang pendekar yang bijaksana dan tak asal main tangkap, sebelum dengar semuanya.Sedangkan Ki Ulai terlihat lebih pendiam, beda dengan Ki Usu yang lebih cepat ‘naik darah’. Karena dia termud
Ki Samonang tidak tersinggung dengan jawaban Japra, dia sudah tahu bagaimana hebatnya pengeran ini.Dia masih menduga, pasti kelak Japra akan keluarkan senjata istimewanya, berupa pedang golok emas. Padahal pedang itu sudah Japra berikan pada kekasihnya, Putri Li Me, yang kini pulang kekerajaannya.Dan saat ini Japra hanya menyimpan sebuah pisau kecil, itupun bukan senjata, tapi hanya keperluannya selama berpetualang, seperti bersihkan binatang buruan.“Baiklah pangeran, lihat serangan!” seru Ki Samonang bergerak sangat cepat, langsung tebaskan pedang putih miliknya.Bunyi berdesing terdengar, segulung sinar putih menyambar ke depan ke arah tubuh Japra. Sinar itu mengelilingi tubuh Japra.Semua orang memandang dan menahan nafas, pembukaan serangan Ki Samonang luar biasa hebatnya. Saking cepatnya, pedang di tangan Ki Samonang berubah seolah jadi sangat banyak,Cuaca mendadak berubah dingin, sebab sangat jarang Ki Samonang keluarkan pedang putihnya yang luar biasa ini.Yang selama ini m