Share

Menolong Ayah Mertua

Author: Windersone
last update Last Updated: 2024-02-22 23:20:27

Qian bergegas menaiki tangga setelah mobil yang dikemudikan sang ibu sampai di rumah. Sedang Sarina duduk di sofa ruang tamu, menyandarkan punggung ke sandaran sofa sambil memijit kecil pangkal hidungnya sendiri dengan mengabaikan kemarahan yang ada pada anaknya itu. Kepalanya terasa sakit memikirkan perkataan Lohan tadi, ditambah dengan berdebat bersama Qian yang tidak usai sejak mobil berjalan hingga sampai di rumah.

“Mama … Mama kenapa? Lalu, kenapa Qian sampai ngamuk begitu?” tanya Cici sambil menghampiri sang mertua dan duduk di samping wanita paruh baya itu.

“Jaga suamimu. Jangan biarkan dia dekat dengan wanita itu. Satu lagi, secepatnya kalian urus masalah Ibu pengganti untuk mengandung anak kalian,” kata Sarina.

“Iya, Ma,” ucap Cici.

“Mau ke mana lagi? Jangan berulah,” tegur Sarina, melihat Qian melewati keberadaan mereka, akan keluar dari rumah dengan kemeja baru yang tampak sudah berganti.

“Aku bukan anak kecil lagi, Ma. Jangan melarangku,” timpal Qian dan melanjutkan k
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Saya Yang Menikahi Inara

    Inara memperhatikan Yuda memeriksa kondisi Irawan di sebuah kamar. Ia berdiri di seberang ranjang yang dibaringin Irawan, di mana tengah memainkan alat medisnya dengan teliti di tubuh pria paruh baya yang berbaring di atas ranjang itu. Ekspresi cemas masih tergambar di wajah Inara, membuat Yuda semakin penasaran, siapa sebenarnya wanita yang selalu tampak bersama keluarga kakaknya itu akhir-akhir ini.“Jangan khawatir, dia baik-baik saja,” kata Yuda kepada Inara. Inara menganggukkan kepala beberapa kali, berusaha tenang. Yuda membetulkan selimut di tubuh Irawan dan berjalan meninggalkan kamar itu sambil memainkan ponsel yang baru dikeluarkan dari saku jas dokternya. Ia akan menghubungi Sarina, memberitahu kakak iparnya itu bahwa Irawan berada di rumah sakit. Setelah Yuda pergi, tidak berselang lama, Irawan membuka mata, sadar. Inar duduk di bangku besuk, bertanya-tanya kepada pria itu mengenai kondis

    Last Updated : 2024-02-23
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Aku Masih Berkemanusiaan

    Lohan dan Qian berjalan beriringan kembali ke kamar Irawan. Qian diam bersama perasaan kesal mengingat kakaknya itu berbohong, berpura-pura menjadi suami Inara. Berbeda dari Lohan, pria itu malah senang melihat Qian tampak terganggu. Matanya sesekali melirik Qian yang berjalan dengan wajah mengkerut kesal, dingin.Qian akhirnya berhenti berjalan dan menatap Lohan. “Kenapa?” tanya Lohan dengan salah satu alis naik. “Kenapa Kakak berbohong? Kenapa mengakui diri Kakak sebagai suaminya?” tanya Qian.“Aku bisa berbuat apa? Kamu mau mengakuinya sebagai istrimu? Lalu, bagaimana dengan Cici?” Qian terdiam. Lohan melanjutkan kaki melangkah menuju kamar Irawan yang berjarak beberapa meter dari keberadaan mereka saat ini. ***Dua hari kemudian, Elmi sudah bisa di bawa keluar dari rumah sakit, begitu juga dengan Irawan. Kebetulan, mereka sama-sama akan meninggalkan gedung itu dan bertemu di lobi rumah sakit. Elmi melepaskan rangkulan tangan Inara dan berlari menghampiri Sarina, mendorong wan

    Last Updated : 2024-02-24
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Ibu Pengganti?

    Inara membetulkan posisi duduk dan mengarahkan pandangan ke depan, menatap gerbang rumah yang dilewati oleh mobil di mana dirinya dan Lohan berada. Matanya menatap tidak tenang rumah itu dengan mobil pria itu memasuki pekarangan rumah kediaman Wirananda, yang baru disadari Inara dirinya diajak Lohan ke tempat itu. Sepanjang jalan pikirannya melayang jauh, memikirkan kondisi ibunya dan pekerjaan untuk menghasilkan uang dan tidak sadar dengan tujuan Lohan mengajaknya yang sejak tadi menjadi misteri. “Kenapa ke sini?” tanya Inara, mulai tidak tenang. Lohan menginjak rem, memberhentikan mobil itu di halaman rumah bak istana milik keluarga Wirananda itu. “Ikuti saja aku,” kata Lohan dan membuka sabuk pengaman di badannya, begitu juga dengan Inara. Mereka sama-sama keluar dari mobil, berjalan memasuki pintu rumah yang terbuka lebar, di mana semua orang duduk dalam suasana riang dalam pembicaraan mereka di sana. “Inara!” panggil Tias, antusias melihat Inara baru memasuki rumah itu. Ked

    Last Updated : 2024-02-25
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Pekerjaan 500 Ribu Sehari

    Inara berjalan memasuki kafe Raselo, di mana di sana sudah ada Brandon dan seorang pria sebaya dengannya duduk sambil memainkan ponsel di atas meja. Brandon menepuk pelan tangan pria itu, menyuruh pria itu menatap Inara yang berjalan menghampiri mereka. Teman Brandon tersenyum ringan, memperhatikan Inara dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pandangan menjelaskan dirinya tertarik dengan wanita itu. Inara duduk dan memperhatikan sekitaran, melihat pengunjung kafe yang cukup banyak. Inara berpikir dirinya akan ditawari bekerja di kafe itu. “Lelan,” ucap pria itu sambil menyodorkan tangan, ingin Inara yang baru duduk bisa menjabat tangannya. Tangan pria itu ditatap Inara dengan raut wajah tahu. Brandon menarik tangan Inara yang duduk di sampingnya dan menautkan tangan mereka. “Inara,” balas Inara dengan sedikit takut, pria yang ada di hadapannya itu berniat buruk padanya setelah melihat mata pria itu yang sedikit aneh saat menatapnya.“Kata Brandon kamu mau bekerja? Saya punya satu p

    Last Updated : 2024-02-26
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Kamu Mau Dibayar Berapa Untuk Rahim Ini?

    Inara datang pagi-pagi ke kediaman Wirananda. Setelah sampai di sana, ia melihat Sarina sedang duduk di sofa dengan dua wanita berdiri di hadapan wanita paruh baya itu yang merupakan pembantu baru yang tengah diwawancarai oleh Sarina.Kedatangan Inara disambut dengan tatapan buruk oleh Sarina. “Kenapa ke sini? Kamu sudah tidak bekerja di sini,” kata Sarina, membuat dua wanita yang sedang diwawancarai olehnya menoleh ke belakang. “Saya hanya mengantarkan ini.” Inara menaruh plastik berisi obat yang disebut Qian semalam. "Itu apa?" tanya Sarina, enggan mengambil kertas tersebut dan memeriksanya. "Qian menyuruhku membeli obat itu." Inara berjalan hendak meninggalkan rumah itu. "Tunggu!" tahan Sarina. Inara memberhentikan kaki melangkah di depan pintu dan perlahan memutar badan ke belakang. Sarina berdiri dari posisinya, memainkan mata pada kedua wanita yang di hadapannya untuk minggir. Kedua wanita itu mengerti, mereka menepi, menonton tingkah Sarina yang belum diketahui apa adegan

    Last Updated : 2024-02-28
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Inara Istrimu

    Satu Bulan Kemudian ....Inara keluar dari restoran Seafood sambil melambaikan tangan kepada teman-teman satu kerjanya yang masuk shift malam. Seharian Inara menghabiskan waktu bekerja di tempat lamanya dengan bantuan Devi, sang teman yang ada untuknya ketika sedang membutuhkan bantuan. Keluar dari kontrak yang direkomendasikan oleh Lohan satu bulan lalu, Inara kembali ngontrak di samping kontrakan kecil yang ada di samping kontrakan Devi. Ia tinggal bersama Elmi yang perlahan membaik sejak dirawat rutin sebulan ini. "Satu bulan tanpa memasuki keluarga Wirananda itu rasanya lebih plong. Sudah lama aku tidak merasakan kebebasan dalam hidup ini," ucap Inara, berjalan di tepi jalan dengan senyuman senang yang terpancar di bibirnya.Dari tempat itu ia kembali ke kontrakan dengan menjinjing plastik makanan yang dibelikan untuk Elmi. Setelah sampai di kontrakan, Inara menghampiri sang Ibu yang duduk di tepi kasur, di dalam kamar. Wanita paruh baya itu sedang menatap foto keluarga kecil mer

    Last Updated : 2024-02-28
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Lakukan Saja!

    Inara menaruh gelas air putih itu di atas meja, berlanjut duduk di tepi kasur dengan Qian duduk memperhatikannya sejak masuk ke kamar itu. Qian memeluk tubuh Inara erat, membuat wanita itu malah bingung. "Lepas." Inara melepaskan pelukan Qian, tidak ingin memiliki hubungan dekat dengan keluarga Wirananda, terutama suaminya itu. Qian kembali memeluk Inara. "Kamu istriku, kan?" tanya Qian. Inara melepaskan tangan yang sempat berusaha melepaskan pelukan Qian di tubuhnya. Sejenak tubuhnya diam kaku, kaget mendengar pertanyaannya pria itu. Setelah merasa pelukan Qian kendur, Inara melepaskan pelukan pria itu dan menatap Qian cukup dalam. "Aku bukan istrimu. Kamu mabuk, Tuan," bohong Inara, mengingat Sarina tidak akan pernah memberikan jalan untuk hubungan mereka dan yang akan ada hanya luka. "Kamu istriku," kata Qian, menarik tangan Inara yang hendak berdiri. Wanita itu kembali duduk di tepi kasur dan Qian memeluknya, tidak memberikan celah untuk Inara bisa meninggalkannya. "Mama b

    Last Updated : 2024-02-29
  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Mana Mungkin Inara

    "Mengapa hatiku begini? Hati ini rasanya sakit saat tahu Kak Lohan berhubungan bersama Inara. Ada apa denganku? Mengapa aku bisa berpikir Cici adalah Inara dan berhubungan dengannya? Mungkinkah aku telah jatuh hati pada pembantu itu?" Qian berkata-kata dalam hatinya sambil menggosok badannya di bawah shower air yang menjatuhkan derasnya air.Qian mengingat kembali kejadian beberapa jam lalu, saat dirinya berpikir telah meniduri Inara. Hatinya berkata kalau wanita itu benar Inara, bukan Cici. Meskipun memorinya tidak cukup baik mengingat kejadian itu, tetapi Qian sedikit ingat dengan jelas wanita yang ditidurinya itu tidak memakai anting, sedangkan Cici memakai anting tadinya. Qian bergegas mengakhiri mandinya. Ia keluar dari kamar mandi bersama handuk kimono terpasang di tubuhnya dan rambut masih basah. Kemudian, berlanjut keluar dari kamar, menemukan wujud Lohan sedang membuatkan minuman di dapur. Ia memasuki kamar Lohan tanpa disadari oleh kakaknya itu. Setelah pintu kamar Lohan d

    Last Updated : 2024-03-01

Latest chapter

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Bayinya Perempuan (Ending)

    Usai makan, usai melepaskan kepulangan keluarga mereka, Inara dan Qian memasuki kamar yang sudah disiapkan Tias dan Erlanda untuk mereka di kediaman mereka, di mana mereka bisa tempati saat berkunjung seperti malam ini. Inara dan Qian tidak kembali ke kediaman mereka. Untuk pertama kalinya mereka menginap di rumah itu untuk menghargai Tias dan Erlanda yang selalu meminta mereka menginap. “Melelahkan,” ucap Inara sambil duduk di tepi kasur yang empuk di kamar itu. Pintu kamar ditutup Qian dan pria itu bergegas melepaskan kancing kemeja sambil memutar badan ke belakang dan tangannya berhenti lanjut melepaskan kancing baju itu setelah melihat Inara duduk dalam kelelahan. Ekspresi pria itu mulai menampakkan kekecewaan dan kembali memasang kancing bajunya. Sesuatu muncul di benak kalian terhadap apa yang ingin dilakukan Qian sebelumnya? Benar, itu benar. Pria itu duduk di samping Inara dan memijat kedua pundak istrinya itu dari belakang. Tampak wanita itu menikmati dan membetulkan posi

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Tandatangani

    LIMA BULAN KEMUDIAN ….Qian mengemudikan mobil di mana Inara duduk di sampingnya, mereka akan menghabiskan waktu seharian di hari Minggu yang kebetulan cerah. Mereka akan ke taman, menikmati suasana taman yang biasa dikunjungi oleh anak-anak. Wanita yang kini sudah hamil lima bulan lebih itu mengidam ingin melihat suasana taman yang dipenuhi oleh anak-anak kecil. Setelah mobil terparkir, Qian merangkul pinggang istrinya itu keluar dari mobil, membimbing memasuki area taman dengan kehati-hatian sampai duduk di bangku salah satu taman yang kebetulan berada di bawah pohon yang rindang. “Kamu duduk di sini dulu. Biar aku belikan beberapa minuman dan makanan di minimarket seberang,” pesan Qian yang takut Inara ke mana-mana. Pria itu berlalu pergi setelah Inara menganggukkan kepala. Baru beberapa menit Qian pergi, deringan telepon terdengar dari tas yang ditaruh di sisi kanannya. Dirogoh olehnya tas jinjing itu dan mengeluarkan ponsel kepemilikan Qian yang dititipkan suaminya itu ketika

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Menapa Kalian Menatapku Begitu?

    Di hadapan semua orang, terutama di hadapan Inara yang sudah duduk di samping Elmi, mendengar semua cerita dari Devi dari awal sampai kejadian bayi tertukar itu terjadi. Sepanjang cerita itu berlangsung, Elmi dan Tias sama-sama menangis, satu karena kebenaran Inara bulan putri kandungnya dan satu lagi menangis karena rasa haru bisa bertemu putri yang dianggapnya telah meninggal selama ini. “Sekali lagi saya minta maaf,” ucap Devi dengan wajah meminta belas kasih mereka. “Wah … ini tidak bisa didiamkan. Harus dibawa ke jalur hukum, nih,” celetuk Ditya. “Diam,” tegur Lohan dengan suara kecil kepada sang adik.Inara jadi bingung sendiri, entah harus mengekspresikan hal tersebut dengan bahagia atau malah sedih. Tias bangkit dari tempat duduknya, tidak sabar ingin memeluk wanita itu setelah menahan diri sejak tadi. Dalam pelukan itu Inara masih diam, masih bingung untuk bertingkah. Ia malah menatap Elmi yang diam bersedih, yang membuat hatinya ikut bersedih. Bergegas Inara melepaskan p

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Jadi, Inara Anak Kita?

    Erlanda menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir dengan sikap Sarina terhadap putrinya. Berbeda dengan Tias, istri pria paruh baya itu malah memperhatikan Inara yang berjalan memunggunginya sampai wanita itu memasuki kamar. Ekspresi murung tergambar di wajah wanita itu. “Kami benar-benar kecewa, Bu Sarina,” ucap Erlanda dan hendak mengikuti jejak Cici. Namun, diamnya Tias dalam lamunan sedih wanita itu membuat Erlanda terhenti dan menggenggam pergelangan tangan kanan istrinya itu, menyadarkan Tias. Lanjut, membawa wanita itu keluar dari rumah itu dengan kepala Tias menoleh ke belakang, tidak memperhatikan jalannya saat berjalan. Tias menghentikan langkah kakinya di depan rumah tersebut setelah mendengar suara deringan telepon dari saku celananya. Itu ikut menghentikan langkah Erlanda dan pria itu memperhatikan Tias menerima sambungan telepon dari seseorang yang tampak membuat istrinya itu terharu sampai meneteskan air mata. “Suster tidak berbohong, kan?” tanya Tias. Sejenak

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Kamu Percaya, kan?

    Ekspresi Sarina berubah sedih setelah mendengar penjelasan dokter di luar kamar Qian, di mana juga ada Inara yang berdiri di sisi kanannya. Sarina terperangah, merasa tidak percaya putra kesayangan itu melupakan dirinya dan hanya mengingat Inara karena hanya wanita itu yang berkesan di memorinya Qian. “Tolong jangan paksa pasien untuk mengingat. Karena cedera yang sebelumnya pernah dialaminya membuat otaknya cukup rusak. Jika dipaksa mengingat, pasien bisa kehilangan nyawa atau bodoh,” terang dokter berjenis kelamin laki-laki itu. Dokter paruh baya itu melewati keberadaan Sarina dan Inara, meninggalkan mereka di depan kamar itu. “Qian tidak mengingatku,” kata Sarina, menangis. Inara memperhatikan kesedihan di wajah mertuanya itu yang membuatnya ikut bersedih. Inara melangkah mendekati Sarina, memberanikan diri memeluk ibu mertuanya itu untuk menyalurkan energi agar wanita itu bisa lebih kuat dengan kesedihannya. “Qian pasti bisa mengingat Mama lagi. Orang yang paling disayanginya

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Merenggut Hak Kebebasan

    Irawan memarahi Sarina habis-habisan setelah berhasil menyeret istrinya itu keluar dari gedung rumah sakit. Tidak hanya Irawan, kedua putranya juga ikut menyerbunya dengan kata-kata marah setelah melihat sikap dan ucapan kasar Sarina kesekian kalinya kepada Inara. “Mama kapan sadar kalau perbuatan Mama itu salah! Mama tidak pernah melihat sisi baik anak itu,” kata Irawan dalam kemarahan yang sebelumnya tidak pernah diperlihatkan kepada sang istri. “Kak Inara sudah banyak menderita karena Mama. Jika Mama yang berada di posisinya apa Mama sanggup menanggungnya?” Ditya ikut memarahi sang ibu. “Dia kehilangan anaknya karena Mama. Waktu, masa depannya hancur karena Mama dan sekarang Mama ingin memisahkannya dari Qian yang jelas-jelas putra Mama itu sangat mencintainya. Aku tidak tau masalah apa yang Mama alami di masa lalu, tapi tidak sepantasnya Mama memperlakukannya begitu,” ucap Lohan, di mana jiwa tenangnya ikut terguncang setelah jenuh melihat perbuatan ibunya itu kepada Inara. “M

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Tolong ...!

    Keluarnya Qian dari kamar Cici yang ditempati oleh wanita itu selama beberapa hari ini, bersambut masuknya seorang pria ke sana. Pria itu adalah orang yang sempat berdebat bersama Qian di taman rumah sakit. Sendi, pria itu teman dekat Cici yang tidak diketahui Qian orang yang selalu menghubungi istri keduanya itu. Sendi tempat curhat Cici mengenai hubungan rumah tangganya bersama Qian dan tidak diketahui oleh wanita itu kalau Sendi menyukainya secara diam-diam, itu sebabnya pria itu marah besar kepada Qian yang menjadi penyebab Cici masuk rumah sakit. Pria itu masuk tidak hanya dengan tangan kosong, ada buket bunga mawar indah di tangan kanannya. Sendi sengaja mengambil peluang memasuki kamar Cici setelah Qian keluar. “Bagaimana kabarmu?” tanya Sendi sambil melangkah masuk setelah menutup pintu. Buket bunga mawar merah itu disodorkan ke arah Cici yang duduk bersandar di atas ranjang kamar itu. Cici tercengang kaget, bersama perasaan takut mulai muncul di jiwanya. “Kamu bertemu Qia

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Aku Harus Berbuat Apa?

    Inara merasakan sesuatu menyentuh beberapa helai rambut di dekat pelipisnya, perlahan Inara membuka mata dan menemukan Qian duduk bersandar di sampingnya. Bergegas Inara duduk, dibantu Qian yang tidak ingin sang istri kesulitan. Bibir Inara tersenyum ringan menatap sang suami, perasaannya bahagia. “Kapan kembali?” tanya Inara. Wanita itu menoleh ke sisi kanan, menatap jam di atas meja yang menunjukkan pukul dua belas malam. Bukannya menjawab, pria itu memeluknya, mendarat kepala ke pundak kiri Inara dengan tangan memeluk tubuh Inara dari samping. “Kenapa?” tanya Inara, penasaran dengan tingkah Qian. “Hanya rindu.” Tangan kiri Qian mengelus perut Inara, bertingkah seperti anak kecil. “Bagaimana kondisi Cici?” tanya Inara, penasaran. “Setelah dia tidur, aku ke sini,” jawab Qian dan diam, tampak memikirkan sesuatu. Diamnya Qian menarik perhatian Inara, wanita itu menurunkan pandangan setelah menoleh ke kiri, menatap wajah Qian yang melamunkan sesuatu. Inara membetulkan posisi du

  • Penantian Sang Istri Teraniaya   Bersamanya

    Cici meneteskan air mata dengan bibir tersenyum ringan saat melihat Qian yang ditunggu-tunggunya setelah sadar berdiri di pintu kamar di mana dirinya berada. Ia terharu suami yang tidak memikirkannya itu menjenguknya dan membuatnya beranggapan pria itu masih peduli padanya yang berarti masih ada peluang bagi Qian mencintainya. Tias dan Erlanda menoleh ke belakang setelah melihat perubahan di wajah wanita itu. Mereka berdua, terutama Erlanda menatap sinis Qian dan tatapan pria paruh baya itu bisa dimaklumi Qian padanya. Siapapun orang tua yang berada di posisi mereka, pasti akan marah, begitupun dengan dirinya sendiri. "Kamu sudah datang. Aku menunggumu sejak aku sadar," kata Cici dengan suara berat. Qian menganggukkan kepala dengan senyuman, lalu mendekati Cici setelah kedua mertuanya itu memberikan ruang untuk bisa berdiri di samping Cici. Wanita yang terbaring di atas kasur tidak bisa menggerakkan badannya, hanya tangan sebelah kanan saja karena tangan kirinya patah sementara, beg

DMCA.com Protection Status