"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.
Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV.
"Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.
James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
James menekan tombol angka pada telepon kantornya, jelas saja dia akan menghubungi seseorang saat ini. Dan, orang itu tentu saja adalah Mira, sekretarisnya.
[Bagaimana, apa ada kendala?] James bertanya penuh penekanan pada Mira.
[Ada, Pak. Ini Valentia memaksa untuk bertemu dengan CEO Emerald Publishing untuk melaporkan tindakan Andrea yang tidak fair karena tidak memintanya untuk membaca kontrak sebelum tandatangan,] jawab Mira tetap tenang. Tak tampak sama sekali kegelisahan.
[Oke, suruh saja dia masuk. Apapun keinginannya yang berkaitan denganku, persilakan saja!]
[Baik, sesuai instruksi akan saya antarkan Valentia ke ruangan anda, Pak.] Mira kemudian menutup telepon.
James tersenyum simpul. Sebentar lagi dia akan berada dalam satu ruangan dengan Valentia berdua saja. Pikiran-pikiran liarnya mulai bergerak kesana kemari.
Tok tok tok!
Terdengar suara ketukan. James tahu bahwa itu adalah kedatangan Mira dan Valentia.
"Masuk!" ujar James sedikit berteriak. Mira pun membuka pintu dan masuk bersama Valentia.
"Selamat pagi, Pak. Ini Valentia yang tadi saya ceritakan di telepon," ucap Mira. Mereka telah sepakat sebelumnya bahwa James tidak tahu apa-apa tentang Valentia.
James yang duduk membelakangi mereka dan menghadap jendela yang menampilkan pemandangan ibukota dan berbagai gedung pencakar langit lainnya perlahan membalikkan badannya. Dia tak sabar ingin melihat reaksi gadis pujaan hatinya itu.
"Hah? Loh, bukannya ini bapak-bapak kemarin yang udah bikin aku gagal selesaiin interview gara-gara dia ngomong ngelantur?" Valen memandang lekat ke arah lelaki tampan di kursi CEO itu. Valen tak mungkin begitu saja melupakan wajah pria itu. Selain dia tampan dan rupawan, kelakuannya yang membuat Valen stres kemarin juga tentu saja masih tergiang di kepala Valen.
"Jadi, kamu masih ingat sama saya?" James bertanya sambil memandang Valen dengan tatapan yang tak biasa.
"Tentu saja saya masih ingat, Pak. Bagaimana saya bisa melupakan begitu saja wajah orang yang sudah membuat saya gagal test interview kemarin." Valen melengos kesal. Mengingat kejadian kemarin benar-benar membuatnya kesal.
"Daya ingatmu sungguh tajam. Tapi, tentu saja itu karena aku terlalu tampan juga, kan? Jadi melupakan wajahku setelah bertemu sebelumnya adalah sebuah kebodohan," ujar James percaya diri.
"Astaga. Saya kemari bukan untuk mendengar anda berkata narsis seperti itu, Bapak CEO Yang Terhormat. Saya kemari mau melaporkan tentang Ketua HRD anda, Bapak Andrea Agastya. Dia sudah menjebak saya untuk bekerja disini sebagai sekretaris, padahal saya melamar sebagai editor." Valen menggebu-gebu menerangkan tujuannya masuk ke ruangan James.
"Wait, tunggu sebentar. Sebelum ke masalah pekerjaan, tadi kamu bilang saya narsis?"
"Lah, iya memang anda narsis kok, Pak. Anda dengan percaya diri tadi mengatakan kalau wajah anda terlalu tampan sehingga susah dilupakan. Yah, walaupun itu memang benar adanya tapi kan tidak usah diucapkan juga kali, pak!"
"Wah, berani juga kamu, ya? Gadis nakal!"
"Hah? Maksudnya, gadis nakal? Anda sehat pak?"
"Sehat. Kamu memang gadis nakal!"
Valentia mendengus kesal. Dia tidak menyangka bahwa seorang CEO Emerald Publishing akan se-lebay ini. Bahkan Valen dikatai "Gadis Nakal", sebuah sebutan yang baru pertama kali di dengar oleh Valen tentang dirinya.
Valen memaju-mundurkan bibirnya sambil tangannya dilipat di dada. Dia sepertinya sudah terlalu kesal akan kesalahan Andrea tadi, dan sekarang harus menghadapi James Leogard, CEO Emerald Publishing yang lebay.
James yang melihat ekspresi Valent hanya bisa menahan tawanya. Gemas sekali rasa hati James melihat Valen. Hatinya terasa geli. Merasa tergelitik untuk terus menggoda gadis kecil itu.
"Mau sampai kapan kamu diam dan bertingkah seperti itu, nona?" James mulai buka suara. Hal ini membuat Valen sadar dan membetulkan ekspresinya.
Valen yang mulai kembali normal mendekat ke arah James, hanya dibatasi meja dan tidak duduk di kursi Valen mulai menyatakan kembali maksud kedatangannya.
"Saya ingin melaporkan tentang kesalahan yang dilakukan HRD anda, Pak. Saya melamar di Emerald Publishing sebagai seorang editor, kemarin saya melakukan interview, yah walaupun gagal sampai akhir, tapi saya dapat kabar kalau saya diterima di perusahaan ini. Saya sudah bertemu dengan Pak Andrea bahkan sudah tandatangan kontrak, tapi yang saya sesalkan kenapa Pak Andrea sama sekali tidak mengatakan kalau saya diterima bekerja sebagai sekretaris dan bukannya sebagai editor. Jadi, saya merasa dijebak," terang Valen.
"Apa kamu membaca kontraknya sebelum tandatangan?"
"Ah, saya tidak membacanya."
"Kalau tidak membacanya dan tau apa isi kontraknya, kenapa kamu malah main tandatangan saja?"
"Itu karena saya percaya pada Pak Andrea dan juga karena saya terlalu senang bisa bekerja di perusahaan ini."
"Dari CV kamu saya melihat kamu bukanlah gadis yang bodoh, begitu banyak prestasi kamu. Tapi, kenapa hal dasar seperti membaca kontrak sebelum bekerja aja kamu bisa sampai kecolongan?"
"Mau bagaimana lagi, Pak. Wajah Pak Andrea itu terlihat seperti tanpa dosa, jadi ya saya percaya saja padanya. Tapi, siapa sangka malah saya terjebak!"
"Wajah Andrea tanpa dosa? Hahaha...." James tertawa terbahak-bahak mendengar Valentia mengatakan bahwa wajah Andrea tanpa dosa. Ini menggelikan bagi James.
"Bapak kenapa ketawa? Apanya yany lucu?"
"Kamu yang lucu!"
"Sa-saya? Maksudnya?"
James bangun meninggalkan kursi kebesarannya. Dia menghampiri Valen yang masih melongo.
"Bapak bisa tolong kita fokus pada permasalahan saya saja, Pak? Saya ingin meminta keadilan disini," ucap Valen yang sudah sadar akan situasi yang makin tak tentu arah pembicaraannya ini.
James makin mendekat ke arah Valentia. Kali ini dia hanya memberi jarak setengah meter diantara mereka.
Valen yang kaget akan diri James yang mendekatinya secara tiba-tiba itu sontak memundurkan langkah. Tapi, sayangnya langkah mundur Valen kalah cepat dari gerakan tangan James yang lebih dulu meraih pinggang Valen hingga akhirnya tubuh Valen menempel pada James. Mereka berpelukan.
Valen yang berada dalam dekapan James berusaha melepaskan diri. Dia berontak. Namun, sayangnya tubuh James yang begitu besar dengan tenaga yang kuat tak bisa ditandingi oleh Valen.
"Tolong, selagi saya masih menghormati anda sebagai CEO Emerald Publishing, lepaskan saya!" pinta Valen penuh penekanan.
"Kamu sedang mengancamku, gadis nakal?" James mengerlingkan matanya, mencoba menggoda Valen.
"Bapak CEO, saya minta lepaskan saya sekarang juga!"
"Aku tidak mau!"
"Lepas!"
"Gadis kecil, ketahuilah satu hal. Kamu sudah menandatangani kontrak kerja sebagai sekretarisku. Jadi, hal yang ku lakukan sekarang padamu bukanlah sesuatu yang harus kamu lawan." James berbisik menggoda Valentia. Kali ini dia malah semakin mengeratkan dekapannya. Membuat Valen merasa semakin tak nyaman dan ngeri.
"Maksud anda apa? Saya tidak pernah setuju untuk menjadi sekretaris anda. Asal anda tau, saya dijebak!" Emosi Valen makin meledak-ledak, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Berontak juga percuma karena dia kalah tenaga.
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tandatangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan.
Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard!
*****
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya."Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng."Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?""Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia."Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, V
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki."Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri."Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu."Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald P
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV."Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki."Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri."Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu."Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald P
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya."Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng."Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?""Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia."Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, V