"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.
Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya.
"Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng.
"Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?"
"Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia.
"Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, Valen." Amanda berucap seraya memijat kedua keningnya.
Valentia melihat ibunya berekspresi demikian nampak tidak tega. Tapi, niatnya sudah sangat bulat. Dia tidak bisa lagi memahan diri. Pokoknya hari ini rencananya untuk pergi dari rumah harus terlaksana.
"I'm sorry, Mommy. Valen bener-bener harus pergi. Cuma ini kesempatan yang Valen miliki. Mumpung Daddy lagi perjalanan bisnis keluar negeri," seru Valen mantap.
"Ah, okay Honey kalau memang itu mau kamu. Mommy nggak bisa ngelarang. But, you have to promise satu hal sama Mommy. Kamu nggak boleh menghilang tanpa jejak ataupun kabar. Mommy harus tau kamu tinggal dimana, kerja dimana, dan teman kamu siapa aja!" terang Amanda.
"Ah, itu sih gampang mom! Siap laksanakan! Valen cuma keluar dari rumah dan mencoba hidup mandiri kok Mom, nggak lebih. Jadi, pasti Valen bakalan selalu kasi kabar ke Mommy,"
"Okay, baby! Jangan bikin Mommy khawatir ya. Perhatikan makan dan kesehatanmu. Mommy percaya kamu bisa menjadi pribadi yang sangat-sangat mandiri."
"Uunch, Mommy emang terdebest lah ya. Makasi Mommy. Sekarang aku lanjut prepare ya, mom.. Dan, well, ini Valen kembalikan semua fasilitas Valen selama ini ya Mom.. Kunci mobil, ATM, dan Credit Card. Valen cuma bawa beberapa pakaian aja ya dan juga uang secukupnya. Mommy tenang aja. Valen masih punya tabungan kok dari hasil kerja Valen sebagai author novel remaja." Valen kemudian memeluk ibunya.
Amanda membantu Valen membereskan pakaiannya. Dengan air mata menetes, nampak berat hati Amanda melepas putrinya keluar sana. Ke alam liar yang bahkan tak dapat diprediksi hal-hal apa saja yang akan dialami Valentia. Terlebih Valen hanya ingin menjadi gadis biasa, bukan putri tunggal konglomerat di kota kecilnya tinggal itu, jadi dapat dipastikan tak akan ada bodyguard yang menjaganya seperti biasa.
"Nggak terasa ya, ternyata anak Mommy sudah sebesar ini. Dan, sekarang bahkan mengambil keputusan untuk tinggal sendiri tanpa sokongan dari orang tua." Amanda berucap sembari mengantar kepergian putri kecilnya itu.
"Mommy, tenang aja. Valen akan menjaga diri baik-baik. Dan, masalah kuliah, Valen harap Mommy bisa menyampaikan ke daddy kalau Valen akan mengambil jurusan sesuai dengan minat dan bakat Valen. Pokoknya, Valen nggak bakal ngecewain Mommy sama Daddy."
Valen tersenyum ke arah ibunya, dan tentu saja Amanda membalas senyuman putrinya.
Sambil melambaikan tangan, Valen menaiki taksi yang sudah dipesannya.
"Huh, hari ini adalah hari kebebasanku! Aku harus berjuang! Semangat Valentia Swind!!" teriak Valen dalam taksi yang sontak membuat supir taksi terkejut sampai latah.
"Eh, ayam ayam!" latah si supir taksi.
"Uups, maaf ya, Pak. Saya terlalu bersemangat," kekeh Valen sambil menutup mulutnya dengan kelima jarinya seraya menahan tawa.
"Heleh, jangan diulangi ya non. Bahaya nih, saya lagi menyetir soalnya," seru supir taksi itu lantang. Valen hanya bisa menunjukkan jempolnya sebagai tanda setuju untuk tetap tenang dan diam.
*****
"Amanda! Kenapa kamu malah biarin si Valen keluar dari rumah? Kamu tau nggak sih, putri kita itu masih kecil. Kalau dia kenapa-kenapa gimana coba?" Richard Swind tampak menjambak rambutnya. Tanda bahwa dirinya sedang sangat stres.
"I'm sorry Baby. Kamu tau kan gimana keras kepala dan membangkangnya Valen. Jadi, aku nggak bisa berbuat apa-apa," ucap Amanda menerangkan. Tampak ekspresi bersalah menghiasi wajah cantik mommy Valentia ini.
"Sepertinya anak nakal itu sudah merencanakan ini semua sejak lama. Dia bahkan bisa-bisanya mengambil celah saat aku sedang lengah dan berada di luar negeri."
"Mau bagaimana lagi, you know Valen very well, kan. Dia itu kalau sudah membulatkan tekad, ya susah banget untuk dibelokkan."
"Terus sekarang dia ada dimana, Mom? Padahal aku ingin memberinya kejutan, kalau aku udah mendaftarkan dia kuliah jurusan Managemen Bisnis di kampus terkondang di kota ini."
"Ah, iya. Kalau masalah tempat tinggal. Kamu nggak usah khawatir, Honey. Aku tau dia tinggal dimana. Dan, well untuk masalah kuliah. Mungkin ini juga salah satu pemicu Valen keluar dari rumah. Dia mengatakan kalau dia sudah mengurus semua berkas-berkas pendaftaran kuliah sesuai jurusan yang dia inginkan."
"What?" Mata Richard terbelalak mendengar penjelasan istrinya. Tak disangk bahwa putri kecilnya, bidadarinya kini sudah sedewasa itu sampai bisa memikirkan bahkan membelot dari keinginan sang ayah.
"You see, Honey. Valen kita sudah dewasa. Makanya dia ngotot untuk mandiri. Sementara kita biarkan dulu dia ya. Tapi, tetap kita harus awasi dia, yah meski dari jauh. Dan, oh ya dia mengembalikan semua fasilitas. Mobil, ATM bahkan credit card nya." Amanda lalu meletakkan semua benda-benda itu di atas meja di depan Richard.
Richard hanya melongo melihatnya. Putri tunggalnya yang begitu disayangi hari ini meninggalkan semua fasilitasnya hanya karena ingin merasakan hidup mandiri? Oh My, akal sehat Richat tampak tak bisa menerima hal konyol ini.
"Hah, baiklah. Mau bagaimana lagi. Akan ku suruh bodyguard kita diam-diam mengawasinya. Biar bagaimanapun, Valen harus tetap sehat dan selamat. Banyak bahaya mengincar di luar sana," tutur Richard sambil mengirimkan pesan pada sekretarisnya untuk segera menuju ke ruang kerjanya.
"Iya, Honey. But, please jangan terlalu mencolok dan disadari oleh Valen. Mommy nggak mau nanti dia malah kabur dan pindah-pindah tempat tinggal gara-gara kita ketahuan mengawasinya."
"Tenang aja, Mom. Kita punya bodyguard handal dan terlatih. Jadi mereka bakalan profesional."
Dua orang bodyguard datang dan menghampiri Richard Swind. Setelah menerima instruksi dan mendapatkan alamat tempat tinggal Valen, mereka meninggalkan ruangan itu.
"Valen, anak gadis Daddy yang sangat suka membangkang, daddy akan selalu melindungimu dimanapun kamu berada, nak."
*****
Valen tampak sumringah memasuki kamar kost miliknya. Ukurannya sudah sangat pas untuk dia tinggali seorang diri. Tidak ada perabotan bawaan di kamar itu. Kamar itu hanya kamar kosongan.
Jadi, beberapa hari yang lalu Valen sudah sempat berbelanja dan mengisi tempat tidur, lemari, meja, kursi, peralatan dapur, jemuran, dan juga peralatan mandi. Saat ini dia hanya perlu merapikan sedikit, menyapu dan bisa beristirahat.
Valen merebahkan badannya di kasur kecil yang dia beli. Setelah puas menata kamar kostnya menjadi sangat cantik dan rapi, Valen tersenyum bangga.
'Ah, well. Aku memang terkenal sangat suka membangkang karena Daddy dan Mommy selalu memanjakanku selama ini. But, see! Aku bahkan bisa mandiri sekarang. Aku akan buktikan pada semua yang sudah meremehkanku!' batin Valen.
Valen lantas memeriksa ponselnya. Terlihat ayahnya menelepon sebangak 30 kali. Ah, wow. Walaupun bukan hal luar biasa, tapi Valen tetap saja terkejut.
"Biasanya Daddy bakalan nelpon sampai 100 kali, ini kok baru 30 kali udah nyerah aja?" ucap Valen bermonolog.
"Apa Mommy udah berhasil meyakinkan Daddy, ya? Ah, good job, Mommy. Emang terbaik dah emak gue satu itu," seru Valen bermonolog lagi.
Impian Valen untuk menjadi gadis mandiri sudah di depan mata. Bahkan kini sedang dijalaninya. Dia sendiri tidak tau betapa kejamnya dunia luar, tapi keputusan nekad ini malah tetap diambilnya.
"Tiiitt tuuuutt"
Ponsel Valen berbunyi. Nampak sebuah notifikasi masuk.
Sebuah Email!
Wow, dari Emerald Publishing!
Panggilan interview? Well, done! Aku ada ditahap bisa melangkah ke babak selanjutnya?
Valen bersorak dalam hati. Rupanya perusahaan besar itu memberikannya kesempatan untuk melakukan interview!!!!
*****
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki."Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri."Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu."Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald P
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV."Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV."Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki."Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri."Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu."Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald P
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya."Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng."Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?""Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia."Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, V