Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki.
"Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri.
"Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"
Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu.
"Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald Publishing! Arrrgghh! Aku benci cowok ganteng kharismatik itu!" teriak Valen lantang untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya dia menutup mulut dan juga wajahnya karena sekarang dia benar-benar malu.
"Ini juga langit kok nggak bersahabat banget sih? Sekalian aja napa sih turun hujan, nggak usah cuma mendung-mendung segala. Kan malu gue tadi teriak-teriak nggak jelas."
Valen masih merutuki dirinya sendiri. Bayangan akan interviewnya yang gagal hanya karena masalah sepele membuatnya begitu kesal.
Sebuah taksi distop, lalu Valen memutuskan untuk pulang ke kostnya saja. Sepertinya pulang lalu tidur adalah pilihan terbaik saat ini. Dia bahkan tak peduli pada perutnya yang keroncongan.
*****
"Mira, saya sudah memikirkan tentang pengajuan cuti hamil sampai melahirkan kamu minggu lalu." Suara serak James Leogard terdengar begitu angkuh, namun entah kenapa pesonanya mengalahkan keangkuhannya itu.
"Jadi, maksud pak bos, saya bisa mengajukan cuti?" tanya Mira terbelalak seketika.
"Saya hanya mengatakan kalau saya sudah memikirkan, bukan saya sudah mengijinkan!" seru James penuh penekanan.
Mira yang mendengar hal ini kemudian tertunduk malu. Dia rupanya terlampau girang sampai salah mengartikan omongan dari bos nya.
"Begitu ya, Pak. Jadi, hasil dari pemikiran Bapak bagaimana?"
"Saya mengijinkan kamu cuti!"
"Oh begitu ya, Pak-"
Mira kaget tak percaya akan pendengarannya, kemudian mencubit salah satu punggung tangannya.
"Jadi, jadi, jadi, Bapak mengijinkan saya cuti?" tanya Mira sumringah.
"Iya. Tapi, ada satu hal yang harus kamu lakukan?"
"Apapun itu akan saya coba lakukan, Pak. Asal ijin cuti dari Bapak bisa saya dapatkan."
Sudah lima tahun bekerja sebagai sekretaris utama dari CEO dingin dan killer ini, baru kali ini pertama kalinya Mira bisa mendapatkan ijin cuti hamil hingga melahirkan. Bahkan, ketika menikah saja Mira hanya diberi cuti dua hari, sampai-sampai dia belum merasakan indahnya bulan madu.
Mira tersenyum terselubung menatap bos nya. Dia masih bertanya-tanya kenapa bos killer nya ini tiba-tiba memberinya ijin cuti. Ini sangat mencurigakan bagi Mira. Tapi dia masih tetap bersikap normal tanpa menunjukkan rasa penasarannya.
"Ini ambil dan kerjakan!" James melemparkan sebuah berkas ke hadapan Mira dan menyuruhnya untuk mengerjakannya.
"Wow? Apa yang harus saya kerjakan dengan portofolio gadis ini, Pak?" Mira bertanya karena sangat terheran-heran. Tugas yang diberikan oleh bos nya sungguh membingungkan.
"Sudah kamu lihat kan isi berkas itu? Sekarang aku mau kamu sampaikan ke Andrea bahwa gadis itu harus didapatkan dan bekerja di Emerald Publishing. Dan, tentu saja dia akan bekerja sebagai sekretaris yang mengisi kekosonganmu selama cuti."
"Loh, tapi Pak, bukannya gadis ini melamar untuk posisi editor? Bukannya agak aneh kalau dia harus bekerja sebagai sekretaris?"
"Kamu ingin membantah?"
"Ah, maaf Pak. Tidak sama sekali. Baik, akan saya sampaikan pada Andrea. Dan, kapan gadis ini mulai bekerja?"
"Besok. Pastikan dia datang besok pagi. Dan, tugas kamu selanjutnya adalah membimbing dia sampai dia mahir menjadi sekretaris pengganti. Jangan bermimpi bisa cuti dengan nyaman kalau gadis itu masih belum paham tugas dan pekerjaannya!"
Mira yang terkaget mendengar instruksi bos-nya hanya bisa menghela napas panjang. Dia mau tidak mau harus menyetujui kemauan bos-nya. Entah kenapa susah sekali melawan jika sudah berbicara dengan bos-nya ini. Bukan karena posisinya, namun ada suatu kharisma yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, yang jelas gaya mendominasi dan angkuhnya susah dihindari.
"Baiklah, saya paham. Kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak," ucap Mira lalu pergi meninggalkan ruangan CEO killer itu untuk menjalankan tugas pertamanya, yaitu memberi tahu Andrea.
Saat Mira sudah pergi dari ruangannya. James kembali membuka ponselnya dan memandangi foto seorang gadis yang terpampang di layar. "Kamu akan segera menjadi milikku, gadis nakal!"
*****
Kriiinggg Kriiiingggg........
[Halo, selamat sore. Apa betul ini dengan saudara Valentia Swind?] terdengar suara pria asing di seberang sana yang membuat Valen mau tidak mau terpaksa membuka matanya.
[Iya, betul. Saya Valentia Swind. Kenapa anda menghubungi saya?] Valen bertanya dengar suara serak efek kantuk yang masih menempel di tubuhnya.
[Saya Andrea Agastya, ketua HRD Emerald Publishing. Maksud saya menelepon adalah untuk mengabari anda bahwa besok anda sudah bisa mulai bekerja di perusahaan kami. Tolong besok pagi datang dan bawa berkas-berkas lengkap sesuai yang kami krimkan di email.]
[Hah? What? Emerald Publishing? Ini bukan mimpi kan? Bukannya tadi itu interview saya gagal? Kok bisa sih saya malah dapat panggilan kerja?]
[Anda datang saja besok, semua akan dijelaskan secara mendetail.]
[Ah, baiklah kalau begitu. Terimakasih atas informasinya, Pak Andrea.]
[Selamat sore.] Sambungan telepon dari Andrea kemudian terputus tanpa Valen sempat membalas ucapannya.
"Wow, gila! Yang benar aja, nih? Barusan bukan mimpi kan? Jadi, aku beneran keterima di Emerald Publishing?" Valen bergumam. Dia masih belum percaya atas apa yang didengarnya di telepon barusan.
Plak!
Plak!
Valen menepuk kedua pipinya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia akan benar-benar menjadi karyawan mulai besok. Bahkan di perusahaan impiannya!
"Woohoo! Yeayy! Aku bahagia benar-benar bahagia! Akhirnya aku besok akan menjadi seorang wanita karier!" Valen bersorak kegirangan dan tanpa dia sadari dia melompat-lompat di atas kasurnya. Persis anak kecil yang baru saja mendapatkan permen yang diinginkan.
*****
Disisi lain, daddy dan mommy Valen terkejut menerima informasi dari para bodyguard yang mengawasi Valentia diam-diam. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa putri mereka akan berteriak-teriak seperti orang gila di jalanan.
"Hm, Honey? Apa Valen kita baik-baik saja?" Richard menekuk kedua alisnya dan bertanya pada istrinya Amanda perihal tingkah laku putrinya itu.
"Ah, aku juga sebenarnya terkejut, tapi sepertinya saat ini sedang tren berteriak-teriak di pinggir jalan untuk melepas stress," jawab Amanda ragu-ragu.
"Apa tidak sebaiknya kita hubungi Valen? Aku harus katakan padanya bahwa Daddy nya sangat cemas. Apalagi ku dengar dia frustasi karena gagal dalam test interview di Emerald Publishing."
"Don't do that, Honey. Kita biarkan dulu Valen kita ya. Aku yakin kalau Valen bukan gadis yang lemah. Gagal di satu tempat tak akan membuatnya sampai frustasi. Kita harus tetap mendukung dan mengawasinya diam-diam aja yuk dari belakang. Lagi pula ini baru dua hari sejak Valen pergi dari rumah."
"Hah. Baiklah kalau harus begitu. Tapi, jujur saja rasanya berat melepas Valen di luar sana sendirian." Richard Swind menarik napas dalam-dalam. Sebegitu khawatirnya dia pada putrinya Valen. Bahkan dia tak tau bahwa saat ini Valen sedang berlompat-lompat di atas kasur karena kegirangan bisa diterima bekerja di Emerlad Publishing.
"Honey, aku cuma berharap satu hal. Semoga saja putri kita tidak tersentuh oleh James Leogard bila dia diterima di Emerald Publishing. Itu sangat berbahaya," ujar Amanda terlihat mulai memiliki guratan kecemasan.
"Oh My, aku lupa jika CEO di perusahaan itu adalah James Leogard. Tapi, tampaknya posisi yang diinginkan Valen tidak bersentuhan langsung dengan James. Dan, lagi pula belum tentu putri kita diterima disana. Bukankah dia sudah gagal test interview?" ujar Richard berusaha meyakinkan istrinya.
"Iya, semoga saja begitu adanya. Aku khawatir bila dia bertemu, berkenalan, bahkan terpedaya oleh pesona James Leogard."
"Aku pastikan itu tidak mungkin, darling. Tenanglah."
Richard menenangkan istrinya. Bayangan akan James Leogard membuat Richard bergidik ngeri. Bahkan sampai sang istri juga ikut memiliki kekhawatiran yang sama.
Tapi, sepertinya ke depannya malah akan semakin membuat mereka merinding, karena besok Valen akan mendapat kejutan di kantor barunya bekerja.
******
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV."Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya."Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng."Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?""Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia."Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, V
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
Valentia sadar kalau sekarang situasi tidak memungkinkan bagi dia untuk melawan lagi pria di hadapannya.Namun, ini juga sama sekali tidak mau kalau harus berurusan dengannya apalagi harus bersentuhan dengannya seperti apa yang diinginkan oleh James."Beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dulu, Tuan James," pinta Valentia.James mengerutkan keningnya. "Hah? Kamu butuh apa?""Ruang dan waktu untuk berpikir!" sahut Valentia cepat. "Aku sama sekali nggak suka kalau kita dalam posisi ini.""Oh, kamu mencoba untuk kabur?" James melihatnya penuh penekanan.Valentia menggeleng cepat. "No. Sama sekali enggak! Aku hanya berusaha untuk mengambil napas! Anda terlalu dekat," jawabnya.James terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh gadis muda ini. Bagaimana mungkin dia akan melepaskan buruan kecilnya yang telah tertangkap hanya untuk memberikan dia ruang dan juga waktu untuk berpikir?Ah, rasanya setiap hal dari diri Valentia begitu membuat James tertantang untuk segera memiliki gadis ini."Ba
Valen tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.Pergerakan James benar-benar membuat dia kebingungan sendiri akan melakukan apa untuk membuat pria ini menjauh darinya."Apa kamu nggak bisa denger ya kalau aku mengancam kamu barusan?" tanya Valen ketus.James tersenyum menyeringai. "Kalau aku jawab aku mau pura-pura nggak denger gimana?""Oh, Tuhan. Kenapa Anda suka sekali mendebatku, Tuan James Leogard?" tanya Valen kesal."Itu semua karena kamu terlalu menggemaskan dan juga membuatku ingin memilikimu, Valentia!" jawab James santai.Sumpah demi apa pun yang ada di dunia ini, sekarang Valen benar-benar merasa begitu kesal pada sosok James yang sudah berani mengambil langkah seakan tidak peduli pada apa pun lagi. Valen mencoba untuk berpikir.Karena biar bagaimanapun dia tidak mau jatuh pada jerawat pesona pria dewasa yang saat ini merupakan bossnya itu.Ah, lagi pula seorang James pasti hanya mencoba untuk menggodanya saja karena berdasarkan gosip yang beredar dia adalah seorang casanova!
Valen berguling-guling sendiri di atas ranjangnya.Dia tidak tahu sama sekali apakah keputusannya untuk bekerja dengan James Leogard adalah keputusan yang tepat atau adalah cara baginya untuk menggali kuburannya sendiri?Ingin sekali rasanya gadis ini menghubungi ibunya dan mengatakan apa yang telah terjadi padanya di kantor tadi. Namun, lagi-lagi Valen menggelengkan kepalanya karena dia tahu kalau melakukan hal itu pasti akan membuat dia disuruh untuk kembali ke rumah."Nggak bisa!" Valen bermonolog. "Biar gimanapun aku nggak mau kembali ke rumah lagi karena aku udah bertekad menjadi seorang gadis mandiri!""Aku nggak mau kalau sampai Daddy tertawa melihat aku yang nyerah gitu aja hanya karena dikerjain sama pria aneh kayak James itu!" serunya pada diri sendiri.Valen tampak berpikir sejenak.Dia harus mencari cara yang tepat untuk bisa menghadapi sikap James yang kadang-kadang suka di luar logikanya itu.Ya, sekuat apa pun pertahanan gadis cantik ini, dia yang bertubuh lemah pasti ti
"Kenapa kamu begitu membangkang? Terima saja keputusan pada kontrak yang sudah kamu tanda tangani tadi. Jadilah sekretarisku, dan bekerjalah sesuai kontrakmu atau kamu mau membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar? Ini bukan jebakan, tapi ini adalah takdirmu," seringai James penuh kelicikan. Valen yang menyadari hal ini sangat marah. Bisa-bisanya pria sekelas CEO Emerald Publishing melakukan hal ini. Sudah sangat nyata dan jelas bahwa ini adalah jebakan James Leogard! "Bagaimana ini, Bapak James? Saya sama sekali tidak menginginkan posisi sebagai sekretaris anda. Saya tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk bekerja sebagai seorang sekretaris. Apalagi menjadi seorang sekretaris pribadi. Saya melamar sebagai seorang editor karena saya merasa bahwa saya bisa bekerja sambil berkuliah. Namun, kalau harusmembayar ganti rugi yang besar, baiklah, saya bersedia untuk posisi ini." Valen menjawab dengan ragu - rag
"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV."Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.James menyeringai memandang monitor CCTV, dia sangat puas akan hasil kerja dari Andrea yang mampu membuat Valentia menandatangani kontrak kerja. Kali ini James merasa bahwa rencananya untuk memiliki Valen akan berhasil. Menjadikan gadis itu sebagai sekretarisnya, tentu saja Valen akan terus berada di sisinya.
Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen.'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.Duh, siapa sih yang tidak akan terp
Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki."Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri."Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu."Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald P
Valentia sudah lebih dari tiga puluh menit mematut dirinya di depan cermin. Dia terus meyakinkan dirinya bahwa penampilannya saat ini sudah benar-benar keceh badai cetar membahana.Sebenarnya tanpa polesan pun wajah cantik alami Valentia sudah sangat memukau. Siapa yang tidak mengenal Valentia Swind, sang primadona SMA yang memiliki segudang prestasi tapi begitu bandel dan pembangkang sejati. Semua guru-gurunya dulu bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi tingkah polah Valen.Tak sedikit cinta dari kakak kelas, adik kelas, bahkan teman seangkatannya yang ditolak. Valen hanya ingin hidup dalam kebebasan, tanpa cinta dia yakin bahwa dia bisa hidup dengan penuh warna. Makanya dia sekarang mencari kebebasannya sendiri.Di usia yang masih tergolong muda, sebagai seorang tuan putri dari konglomerat ternama di kotanya, dia meninggalkan semua fasilitas itu, membangkang ayahnya yang memintanya untuk berkuliah sesuai jurus
"Valen sayang, please dengerin Mommy! Mommy nggak mau kalau sampai kamu kenapa-kenapa, honey. So, please stay di rumah, okay?" Suara lembut Amanda Swind terdengar lirih meminta putrinya untuk tetap tinggal di rumah.Valentia Swind, gadis manis bahkan dapat dikatakan sangat cantik berusia 19 tahun ini mendongak dan memandang mommy nya."Mommy, I know kalau Mommy khawatir. But, please Mom.. Valen udah besar sekarang. Umur udah 19 tahun, loh. Jadi, please Mom, beri Valen kesempatan untuk bisa mandiri," ucap Valen meyakinkan ibunya, tapi Amanda malah menggeleng."Honey, kamu tau kan gimana bakal marahnya Daddy kamu kalau tau kamu malah pergi diem-diem dari rumah?""Yes, I know. Makanya please banget ya Mommy rahasiakan ini." Telunjuk Valentia mengatup kedua bibirnya, seolah memberi isyarat kepada ibunya bahwa ini adalah sebuah rahasia."Oh, My.. Kepala Mommy pusing. Kamu memang selalu membantah Mommy, V