Natasha mendongak menatap ke arah mall yang berdiri kokoh di hadapannya. Sebuah perusahaan yang mungkin bisa menerimanya untuk bekerja."Semoga saja aku mendapatkan pekerjaan di sini. Entah itu menjadi apa, aku akan menerimanya. Meskipun gajinya sedikit sekalipun, tak apa. Yang penting aku mempunyai pemasukan untuk makan sehari-hari. Sungguh, rasanya sangat lelah tubuhku ini, hampir satu minggu mencari pekerjaan, tak ada satupun perusahaan yang mau menerimaku. Apalagi, uangku sudah menipis," gumam batin natasha seraya mengerucutkan bibirnya.HuftHelaan nafas mulai keluar dari hidung dan mulutnya. Sudut bibirnya mengembang dan mulai melangkah memasuki mall tersebut."Semangat natasha semangat! Kamu pasti di terima!" ucap Natasha mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri.Sesaat, langkah kakinya terhenti ketika melihat lelaki yang begitu tak asing baginya. "Bukankah itu om Angga?" Natasha berjalan mendekat. Memastikan orang berseragam serba hitam itu pamannya atau bukan
Satu bulan kemudianKring ... Kring ...Dengan mata yang masih terpejam, Natasha meraih jam weker yang masih berbunyi tepat di sampingnya. Sejenak, dua bola matanya menyipit melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Waktu dimana ia harus pergi bekerja satu jam lagi."Hah! Rasanya lelah sekali!" Dua bola matanya mengerjap sembari menghela nafas panjang. Seakan mengumpulkan tenaga yang telah hilang akibat mimpi yang datang. "Huft! Rasanya tulangku remuk semua. Ternyata begini rasanya menjadi seorang security. Aku kira hanya duduk manis sambil melihat orang-orang belanja. Ternyata tidak!" gumam Natasha seraya merapatkan bibirnya."Tapi, seru juga sih! Setiap kali ada pencuri, tangan dan kakiku seakan tak mau diam untuk menghajarnya. Seperti yang ada di film-film," ucap natasha tersenyum senang. Ia mulai berbalik meraih guling, mendekap dan menatap ke arah boneka kecil yang terpajang di atas meja. Sebuah boneka yang telah menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. Sesaat, ia
Alis Darren bertaut seketika. Dahinya mengernyit menatap wanita yang begitu berani menuduhnya sebagai seorang pencopet."Hah, aku tak habis pikir. Melihat orang berpenampilan layaknya kerja kantoran seperti Anda, tapi sangat hobi dalam mencopet. Apa Anda tidak malu dengan semua itu?" Pertanyaan Natasha yang seketika membuat semua orang di sekitar menoleh ke arahnya.Darren menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, ia di permalukan oleh orang yang tidak di kenal tepat di depan semua orang. Sungguh, suatu hal yang sangat memalukan dalam kehidupannya. Sejenak, dua bola manik matanya beralih menatap Natasha dari bawah ke atas."Apa kamu security baru di sini?" tanya Darren memastikan.Natasha tersenyum sinis. Kedua tangannya menopang di dada, menatap lelaki yang harus segera ia tangkap."Apa jawaban itu sangat penting bagi Anda?" Natasha mulai melangkah dan dengan cepat memelintir tangan Darren dan memborgolnya."Apa-apaan ini!" "Sekarang, Anda tak bisa lari lagi!" ketus Na
"Bukan dia?" tanya batin Natasha berpaling. Bibirnya merapat mengimbangi lentik bulu matanya yang tak berhenti mengerjap. Seolah-olah masih tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut pak Angga."Serius, Pak? Bapak sedang bercanda, kan?" lirih natasha memastikan. Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancung natasha saat pak Angga menggelengkan kepala."Lepaskan borgolnya sekarang! Jika tidak, bisa-bisa pekerjaan kita yang akan jadi taruhannya!" Perkataan Pak Angga seketika membuat Natasha takut setengah mati. Bagaimana tidak, jika ia kehilangan pekerjaannya hanya gara-gara kecerobohan yang telah ia lakukan. Bisa-bisa, ia akan menjadi gelandangan di luar sana. Hal yang paling menakutkan dalam kehidupan bagi Natasha Amora."Apa konsekuensinya seperti itu?" bisik natasha memastikan. "Heem. Apalagi berhadapan dengan dia. Bisa hancur kehidupan kita nantinya," jawab pak Angga begitu meyakinkan.Natasha mengulum bibir mungilnya. Pandangan bola matanya beralih menatap ke arah
"Kamu tau, anak pemilik mall ini orangnya sangat tegas. Banyak karyawan yang di mutasi tanpa sebab yang jelas."Perkataan Dea, salah satu security yang kembali melintas dalam benak Natasha. Helaan nafas mulai keluar secara perlahan mengimbangi rasa gugup yang datang.'Bagaimana bisa aku salah menangkap orang? Dan kenapa orang itu pemilik mall ini!' gumam Natasha dalam hati.'Apa aku akan di mutasi gara-gara kesalahanku ini? Oh no! Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan. Jika aku tau dia pemilik mall ini, aku tak mungkin berbicara kasar padanya, apalagi memelintir tangannya hingga kesakitan. Ya Tuhan, tolonglah aku. Semoga dia bermurah hati memaafkanku!' gumam batin Natasha berdoa seraya menutup mata.Perlahan, ia mulai membuka kedua matanya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap mengimbangi detakan jantung yang berdetak begitu kencang saat darren sudah berdiri di hadapannya dengan pandangan yang begitu tajam.'Semoga saja kata pecat tidak keluar dari mulutnya!' gumam batin nata
'Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya."Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha
"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu."Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.***Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu."Saya akan memaa
Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan mengejar pak Danu yang akan masuk pintu rumah yang berdiri kokoh tak jauh darinya."Pak Danu!" teriak Bara menghentikan langkah pak Danu."Mas Bara," jawab pak Danu membalikkan badan. "Bapak ngapain di sini? Bukankah seharusnya bapak mengantarkan Darren untuk pergi ke luar kota?" cecar Bara penasaran."Nyonya besar menyuruh saya untuk menjadi sopir pribadinya kembali, Mas!" jawab Pak Danu yang membuat Bara mengerling."Menjadi sopir pribadinya tante ayu lagi? Jika pak Danu kembali ke sini, lalu siapa yang mengantar Darren pergi keluar kota? Dan tak mungkin juga, kalo dia pergi seorang diri?" gerutu Bara mulai bingung."Maaf, Mas. Saya juga kurang tau!" jawab pak Danu."Kenapa dia tak menyuruhku untuk mengantarkannya? Apa dia nekat pergi ke luar kota seorang diri?" tanya batin Bara menopangkan kedua tangan di pinggang.****Di mobil, Natasha sesekali melirik ke arah spion yang memperlihatkan wajah Darren yang duduk di belakangnya.Terlihat beg
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang