Satu bulan kemudian
Kring ... Kring ...
Dengan mata yang masih terpejam, Natasha meraih jam weker yang masih berbunyi tepat di sampingnya. Sejenak, dua bola matanya menyipit melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Waktu dimana ia harus pergi bekerja satu jam lagi.
"Hah! Rasanya lelah sekali!" Dua bola matanya mengerjap sembari menghela nafas panjang. Seakan mengumpulkan tenaga yang telah hilang akibat mimpi yang datang. "Huft! Rasanya tulangku remuk semua. Ternyata begini rasanya menjadi seorang security. Aku kira hanya duduk manis sambil melihat orang-orang belanja. Ternyata tidak!" gumam Natasha seraya merapatkan bibirnya.
"Tapi, seru juga sih! Setiap kali ada pencuri, tangan dan kakiku seakan tak mau diam untuk menghajarnya. Seperti yang ada di film-film," ucap natasha tersenyum senang.
Ia mulai berbalik meraih guling, mendekap dan menatap ke arah boneka kecil yang terpajang di atas meja. Sebuah boneka yang telah menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. Sesaat, ia mulai meraih ponsel miliknya. Memastikan apa ada orang yang telah menghubungi dirinya.
"Sepi!" gumam Natasha merapatkan bibirnya saat benda layar pipih itu sama sekali tak ada panggilan atau chat yang masuk.
"Sudah satu bulan berlalu. Tapi, kenapa orang kaya itu tidak menghubungiku? Apa jangan-jangan orang itu kenapa-kenapa atau justru malah mengikhlaskan uang yang aku pinjam?" tebak Natasha seorang diri.
"Argh! Natasha- Natasha, ngapain juga kamu memikirkan orang kaya itu. Kurang kerjaan banget! Pokoknya, sebelum orang kaya itu datang menagihmu, kamu harus menyiapkan uang satu juta itu. Semangat Natasha semangat! Kamu pasti bisa melewati ini semua!" ucap Natasha tersenyum seraya mengepalkan tangannya untuk memberi semangat pada dirinya sendiri.
Tiga puluh menit kemudian, Natasha bersiap berangkat bekerja dengan sepeda kesayangannya. Dengan senyum yang teramat manis, ia memejamkan kedua bola mata seraya berdoa sebelum berangkat.
"Ya Tuhan, lancarkan semua pekerjaanku hari ini! Amin!" gegas Natasha mengusap wajah cantik alami dan mulai mengayuh sepeda yang akan mengantarnya ke tempat dimana ia akan bekerja.
Menjadi seorang security di salah satu mall ternama adalah salah satu pekerjaan yang di tekuni Natasha Amora saat ini. Pekerjaan yang sama sekali tidak ada dalam kamus keinginannya.
Tepat di depan lampu merah, helaan nafas keluar dari hidung mancung Natasha Amora. Bibirnya mengecap mengimbangi dua bola mata yang terus menatap ke arah lampu merah yang masih menyala. Bibir mungilnya merapat menahan dingin akan terpaan angin yang datang.
"Ini nih yang membuatku malas berangkat bekerja. Selalu terjebak macet," gerutu natasha seraya menopangkan kedua tangan di dada. Meluapkan rasa emosi yang mulai menguasai dirinya.
Ssssttttttt
Decit suara mobil mewah seketika membuat Nathasa menoleh. Alisnya bertaut sembari mengerucutkan bibir saat melihat mobil mewah yang pernah menjadi bagian hidupnya dulu berhenti tepat di sampingnya.
'Mobil ini!' ucap batin Natasha yang teringat dengan mobil kesayangannya. Sungguh, sama persis dengan mobil di sebelahnya. Hanya saja plat nomor yang berbeda.
"Hah, andai saja aku tidak menuruti egoku. Mungkin, saat ini aku masih ... Aargh! Sudahlah. Ngapain juga aku memikirkan hal yang membuatku sakit hati. Yang penting sekarang adalah bagaimana caranya agar aku bisa bertahan hidup seorang diri di kota ini."
Alih-alih tak mau teringat dengan masalah dengan keluarganya, ia kembali fokus menatap ke depan. Berusaha tak melirik kendaraan yang tanpa sengaja membuat hatinya terasa sakit. Memegang gagang setir sepeda dan bersiap meluncur saat lampu hijau menyala.
Buk
Natasha terkejut. Sebuah botol kosong mengarah tepat di punggungnya. Ia menoleh. Dahinya mengernyit saat penumpang mobil yang berhenti di sebelahnya tadi adalah orang yang telah melempar botol tersebut. Dengan tanpa bersalah, orang itu menutup kaca mobil dan pergi begitu saja.
"Hey tunggu!" teriak Natasha mengayuh sepedanya dengan cepat. Berharap, bisa mengejar mobil itu di saat di tengah padatnya kendaraan.
"Tunggu!" Teriak Natasha yang membuat mata semua orang tertuju padanya.
Darren Andaraksa, pemilik mobil yang di kejar oleh natasha mengernyit heran mendengar suara lengking yang mulai menjauh.
"Apa kamu mendengar sesuatu?" tanya Bara, sekertaris pribadi sekaligus sepupu Darren.
"Fokus saja pada pekerjaanmu! Jangan berpikiran yang bukan-bukan di pagi yang cerah ini!" ucap Darren yang membuat Bara menelan kata-katanya kembali.
"Baiklah!" jawab Bara datar.
Padahal, tanpa sepengetahuan Bara, pandangan Darren tertuju ke arah spion yang memperlihatkan seorang wanita bersepeda yang mulai menjauh darinya. Yach, siapa lagi kalo bukan Natasha.
Sesampai di mall, Natasha menghela nafas panjang. Ia menggoyang-goyangkan tangan dan tubuhnya untuk menghilangkan rasa lelah yang menghampiri.
"Gila! Benar-benar gila! Baru kali ini aku berangkat bekerja serasa berolahraga," gumam Natasha mendesah sebal. Sudut matanya memicing sembari mengepalkan tangan kanannya.
"Ini semua gara-gara mobil itu. Lihat saja! Jika aku menemukannya, aku harus minta pertanggungjawabannya. Hah! Untung saja aku terlahir jenius, jadi aku masih mengingat jelas nomor mobil itu!"
Sudut matanya memicing menatap dirinya yang memantul di cermin toilet.
"Ternyata aku cantik juga mengenakannya!" ucapnya tersenyum melihat dirinya sendiri.
Memakai seragam security yang baru saja ia pakai setelah melewati satu bulan dalam bekerja.
Natasha keluar dari toilet sembari membenarkan seragam hitam yang ia kenakan. Dengan rambut panjang terikat, badan yang memiliki tinggi 160 cm, memperlihatkan betapa gagahnya dia menjadi petugas keamanan.
"Selamat pagi, Cantikku!" sapa om Angga, salah satu senior yang merupakan pimpinan security di mall sekaligus paman natasha sendiri.
"Selamat pagi, Om!" jawab Natasha menorehkan senyum manisnya.
"Hah, Natasha. Sudah berapa kali aku bilang padamu untuk tidak memanggilku dengan sebutan om di saat bekerja. Kamu tau kan! Posisiku di sini?" gumam Angga yang tak terima dengan ucapan Natasha.
"Sudahlah, Om! Lagian juga, di sini tak ada siapa-siapa!" ucap Natasha mulai melangkahkan kaki pergi meninggalkan pamannya itu.
"Natasha berhenti!" teriak Angga yang tak di gubris oleh natasha."Hah, anak itu benar-benar!"
***
Tepat di dalam lift, Bara melirik Darren yang berdiri tepat di sampingnya. Jujur, dalam hati ia sangat kasihan melihat ibu presdir yang selalu kecewa dengan jawaban sepupunya itu.
"Ehm, Kenapa kamu terus saja menolak keinginan tante. Apa kamu nggak tertarik sedikit pun dengan wanita yang ...." Lagi dan lagi perkataan Bara terhenti.
"Tidak!" jawab Darreen tegas."Fokus saja pada meeting hari ini. Jangan coba-coba mengintrogasiku lebih dalam lagi!" tegas Darren menoleh dengan tatapan yang tajam.
Bara terdiam seketika. Sungguh, ia sangat takut melihat ekspresi Darren yang menyimpan rasa amarah dengan semua masalah yang datang kepadanya.
Dengan langkah yang begitu perfect, Darren dan Bara mulai menyusuri mall yang merupakan milik keluarganya. Yah, sejak sang ayah jatuh sakit, Darren mulai mengelola mall tersebut untuk membantu mamanya.
Buk
Darren menoleh saat ada seseorang yang berjas hitam seperti dirinya, tak sengaja menabraknya.
"Maaf!" ucap seseorang itu minta maaf dan pergi begitu saja.
Sejenak, alis tebal Darren bertaut. Ia mulai membungkukkan tubuh, mengambil dompet yang terjatuh tepat di hadapannya. Mulai berdiri seraya menatap satu orang yang berjalan menjauh darinya.
"Apa dompet ini miliknya?" tanya Darren mengernyit heran. Seakan tak percaya jika lelaki yang menabraknya membawa dompet wanita.
"Yah! Mungkin saja itu punya kekasihnya atau istrinya!" jawab Bara tersenyum tipis.
"Kejarlah! Aku akan menunggu di sini," perintah Darren.
Di sisi lain,
Natasha berlari mengejar pencopet bersama security yang lain. Dengan nafas terengah-engah, ia menghentikan langkah seraya mengusap keringat yang jatuh membasahi kening.
"Na, kita berpencar ya! Kamu ingat kan ciri-ciri orangnya?" ucap pak Bondan menepuk bahu Natasha.
"Heem!" jawab Natasha mengernyit melihat orang yang sama persis dengan ciri-ciri pencopet yang di maksud, berdiri tak jauh darinya.
"Hubungi saya jika kamu menemukannya duluan!" gegas pak Bondan berlari ke arah lain.
'Bukankah itu pencopetnya?' tanya batin Natasha mengernyitkan dahi.
'Menjadi seorang security bukanlah hal yang mudah. Tapi, jika ada kejadian seperti adanya pencopet atau maling yang tertangkap, Madam Ayu akan memberikan bonus besar untuk kita!" Perkataan om Angga yang kembali melintas dalam benak natasha.
"Semangat Natasha semangat! Bonus kamu sudah berada di depan mata!" gumam Natasha melangkah sembari tersenyum tipis.
Drt ... Drt ...
Darren meraih telepon miliknya yang bergetar. Menjawab telepon dari nenek yang selalu tertunda karena kesibukannya dalam bekerja. Namun, percakapannya terganggu saat dompet yang masih berada di genggamannya tiba-tiba lepas begitu saja. Alisnya bertaut. melihat wanita cantik berseragam security berdiri tepat di hadapannya.
"Maaf, apa dompet itu punya Anda?" tunjuk Darren memastikan.
Natasha memicing. Sudut bibirnya mengembang sinis saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Darren.
"Berhentilah berakting di sini, Pencopet sialan!" ketus Natasha yang seketika mengejutkan Darren.
"Pencopet?" tanya Darren.
Darren.
Alis Darren bertaut seketika. Dahinya mengernyit menatap wanita yang begitu berani menuduhnya sebagai seorang pencopet."Hah, aku tak habis pikir. Melihat orang berpenampilan layaknya kerja kantoran seperti Anda, tapi sangat hobi dalam mencopet. Apa Anda tidak malu dengan semua itu?" Pertanyaan Natasha yang seketika membuat semua orang di sekitar menoleh ke arahnya.Darren menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, ia di permalukan oleh orang yang tidak di kenal tepat di depan semua orang. Sungguh, suatu hal yang sangat memalukan dalam kehidupannya. Sejenak, dua bola manik matanya beralih menatap Natasha dari bawah ke atas."Apa kamu security baru di sini?" tanya Darren memastikan.Natasha tersenyum sinis. Kedua tangannya menopang di dada, menatap lelaki yang harus segera ia tangkap."Apa jawaban itu sangat penting bagi Anda?" Natasha mulai melangkah dan dengan cepat memelintir tangan Darren dan memborgolnya."Apa-apaan ini!" "Sekarang, Anda tak bisa lari lagi!" ketus Na
"Bukan dia?" tanya batin Natasha berpaling. Bibirnya merapat mengimbangi lentik bulu matanya yang tak berhenti mengerjap. Seolah-olah masih tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut pak Angga."Serius, Pak? Bapak sedang bercanda, kan?" lirih natasha memastikan. Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancung natasha saat pak Angga menggelengkan kepala."Lepaskan borgolnya sekarang! Jika tidak, bisa-bisa pekerjaan kita yang akan jadi taruhannya!" Perkataan Pak Angga seketika membuat Natasha takut setengah mati. Bagaimana tidak, jika ia kehilangan pekerjaannya hanya gara-gara kecerobohan yang telah ia lakukan. Bisa-bisa, ia akan menjadi gelandangan di luar sana. Hal yang paling menakutkan dalam kehidupan bagi Natasha Amora."Apa konsekuensinya seperti itu?" bisik natasha memastikan. "Heem. Apalagi berhadapan dengan dia. Bisa hancur kehidupan kita nantinya," jawab pak Angga begitu meyakinkan.Natasha mengulum bibir mungilnya. Pandangan bola matanya beralih menatap ke arah
"Kamu tau, anak pemilik mall ini orangnya sangat tegas. Banyak karyawan yang di mutasi tanpa sebab yang jelas."Perkataan Dea, salah satu security yang kembali melintas dalam benak Natasha. Helaan nafas mulai keluar secara perlahan mengimbangi rasa gugup yang datang.'Bagaimana bisa aku salah menangkap orang? Dan kenapa orang itu pemilik mall ini!' gumam Natasha dalam hati.'Apa aku akan di mutasi gara-gara kesalahanku ini? Oh no! Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan. Jika aku tau dia pemilik mall ini, aku tak mungkin berbicara kasar padanya, apalagi memelintir tangannya hingga kesakitan. Ya Tuhan, tolonglah aku. Semoga dia bermurah hati memaafkanku!' gumam batin Natasha berdoa seraya menutup mata.Perlahan, ia mulai membuka kedua matanya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap mengimbangi detakan jantung yang berdetak begitu kencang saat darren sudah berdiri di hadapannya dengan pandangan yang begitu tajam.'Semoga saja kata pecat tidak keluar dari mulutnya!' gumam batin nata
'Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya."Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha
"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu."Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.***Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu."Saya akan memaa
Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan mengejar pak Danu yang akan masuk pintu rumah yang berdiri kokoh tak jauh darinya."Pak Danu!" teriak Bara menghentikan langkah pak Danu."Mas Bara," jawab pak Danu membalikkan badan. "Bapak ngapain di sini? Bukankah seharusnya bapak mengantarkan Darren untuk pergi ke luar kota?" cecar Bara penasaran."Nyonya besar menyuruh saya untuk menjadi sopir pribadinya kembali, Mas!" jawab Pak Danu yang membuat Bara mengerling."Menjadi sopir pribadinya tante ayu lagi? Jika pak Danu kembali ke sini, lalu siapa yang mengantar Darren pergi keluar kota? Dan tak mungkin juga, kalo dia pergi seorang diri?" gerutu Bara mulai bingung."Maaf, Mas. Saya juga kurang tau!" jawab pak Danu."Kenapa dia tak menyuruhku untuk mengantarkannya? Apa dia nekat pergi ke luar kota seorang diri?" tanya batin Bara menopangkan kedua tangan di pinggang.****Di mobil, Natasha sesekali melirik ke arah spion yang memperlihatkan wajah Darren yang duduk di belakangnya.Terlihat beg
"Hotel?" tanya Natasha bingung. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan matanya beralih menatap ke arah langit yang mulai menghitam."Masih ada meeting lagi?" lirih Natasha terkejut saat Darren melempar sebuah kertas menggumpal pada dirinya."Mulai saat ini, hilangkanlah sikap aneh kamu itu ...," kata Darren berpikir sejenak. Bingung! Siapa nama sebenarnya sopir pribadinya itu."Siapa nama kamu?""Natasha, Pak. Panggil saya Natasha. Atau bapak juga bisa panggil saya cacha. Seperti ...," ucap Natasha terhenti."Masuk mobil dan antar saya ke hotel. SEKARANG!" tegas Darren melangkah pergi."Baik, Pak!" jawab Natasha mulai menutup pintu mobil."Huft! Dasar boss sombong!' gumam batin Natasha bergegas masuk ke dalam mobil. Bersiap melajukan kendaraannya untuk mengantar boss yang menurutnya sangat sombong dan rese.Di mall, Bara terdiam sejenak. Dua bola matanya berputar menyaksikan orang-orang yang berjalan lalu lalang di depannya.Sejenak, ia menunduk menatap ke arah benda
Sejenak, senyum Natasha memudar melihat orang yang mengetuk pintu bukanlah pelayan hotel yang mengirim makanan untuknya. Melainkan orang itu adalah Darreen Andaraksa, atasannya sendiri."Ba ...," kata Natasha terhenti ketika Darren memeluknya tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Kedua bola matanya mengerling saat pelukan hangat mendekap tubuhnya dengan erat. Aroma khas yang di miliki bossnya kian menghipnotisnya, meskipun hanya sesaat."Bantu saya mengusirnya! Saya akan memberikan apapun yang kamu minta," lirih Darren yang membuat Natasha bingung dengan maksud bossnya itu."Kak Darren!" Natasha mendongak. Mata indahnya tertuju pada wanita cantik bertubuh mungil berdiri tepat di depannya. Mematung, menyaksikan drama yang telah di buat bossnya itu.Sejenak, natasha terkejut saat kehangatan yang menghampirinya perlahan menghilang. Bibirnya merapat menatap lelaki berpenampilan rapi dan menarik itu mulai melepas pelukannya."Siapa dia, Kak?" tunjuk Agatha ke arah Natasha yang masih mengen
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang