'Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya.
"Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha berdiri di hadapannya. "Tunggu sebentar, Pak! Tolong, berikan saya waktu lima menit saja untuk berbicara dengan bapak!" pinta Natasha memohon. "Apa kamu tuli!" tegas Darren yang seketika membuat Natasha tercekat. Untuk kedua kalinya, kata tuli keluar dari mulut Darren kepada dirinya."Bagi saya waktu itu sangat berharga. Meskipun hanya lima menit. Saya tak mau menyia-nyiakannya!" umpat Darren berlalu. Bibir Natasha memanyun. Kedua tangannya mengepal mengimbangi rasa amarah yang bergejolak di dada."Dia sangat berbeda denganku. Asal kamu tahu! Dia itu sangat menghargai waktu. Tak semua orang bisa mendapatkan waktu untuk berbicara dengannya. Apalagi berbicara sama kamu yang statusnya hanya karyawan biasa. Dan, Jika, ada hal yang ingin kamu bicarakan padanya, bicaralah padaku. Nanti akan aku sampaikan padanya. Yah, daripada kamu datang ke sana tapi sia-sia!" Perkataan Bara yang terlontar beberapa jam yang lalu."Ternyata benar apa yang di katakan Bara. Dia sama sekali tak memberikankanku waktu sedikitpun. Huft! Kalo bukan karena mereka, aku tak mungkin datang menemuinya dan mengemis-ngemis untuk mendapatkan maaf darinya!" desah Natasha menghela nafas panjang."Dan tak mungkin juga aku membahas tentang uang itu sebelum masalah ini selesai."Semilir angin kencang menerpa wajah cantik Natasha. Sudut matanya mengerut, bibirnya merapat menahan dinginnya angin malam. Sungguh, hari ini benar-benar melelahkan.Sampai-sampai, ia menguap tiada henti. ***Mama berjalan menghampiri Darren yang duduk seorang diri di depan kolam renang. Terlihat sangat jelas, putra sulungnya sedang memikirkan sesuatu."Sayang!" Usapan tangan lembut mama membuat Darren mematikan rokok yang berada di tangannya."Ma," jawab Darren mengembangkan senyum manisnya."Ada apa? Apa yang papa katakan padamu?" tanya mama penasaran.Darren terdiam sesaat. Perkataan sang ayah tiba-tiba kembali menaungi pikirannya."Sebelum papa pergi nanti, papa ingin melihatmu menikah.Tak peduli wanita itu berasal. Entah itu kaya atau miskin. Papa tak peduli. Yang terpenting bagi papa, dia seiman dengan kita," pinta papa waktu itu."Renn," kata mama yang seketika membuat lamunan Darren buyar.Darren tersenyum. Perlahan, ia menggenggam tangan sang mama yang masih mulus terawat."Tidak ada apa-apa, Ma. Semua baik-baik saja!" jawab Darren."Sungguh?" Mama seakan tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut putra sulungnya itu. Biasanya, jika Darren dan sang ayah bertemu, sudah pasti ada hal penting yang sedang mereka bicarakan."Heem!" ucap Darren seraya melihat ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Mama menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Darren yang terlihat biasa-biasa saja."Sayang. Kamu tidak pergi ke luar kota kan? Apakah boleh untuk sementara pak Danu menjadi sopirnya mama dan papa? Hanya seminggu saja.""Iya, boleh! Kalaupun ada meeting ke luar kota, Darren akan pergi bersama Bara!" tutur Darren."Ok. Makasih Sayang. Tapi ingat! Kamu tidak boleh mengemudi di saat perjalanan jauh. Ok!" ucap mama mengingatkan."Ok!""Oiya, Ren. Apa kamu tau kabar Ratu saat ini?" Pertanyaan mama seketika membuat Darren menoleh. Tenggorokannya tercekat saat nama itu kembali terdengar olehnya."Mama benar-benar merindukannya!Hah, andai saja dia ....""Jangan lagi bertanya tentang ratu padaku lagi, Ma!" tegas Darren. "Kenapa? Apa kamu tidak merindukannya?""Tidak. Dia sudah sibuk dengan dunianya sendiri," ucap Darren.Mama terdiam. Bola matanya terus saja menatap ke arah putra sulungnya yang terlihat begitu kesal."Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Sampai-sampai, Darren terlihat kesal dan tak mau membahas tentang wanita yang bisa membuatnya tersenyum lepas?" batin mama bertanya."Ehm, Sayang. Bagaimana kalo mama kenalkan ka ....""Darreen pulang dulu, Ma!" ucap Darren dengan sengaja menghentikan perkataan sang mama. Alih-alih, tak mau membahas tentang hal yang baginya sangat tak penting."Kok buru-buru pulang? Kamu nggak nginap di sini saja?""Lain kali saja, Ma! Darren ada urusan," jawab Dareen meraih dan mencium tangan mamanya."Bye, Ma!"Mama tersenyum tipis melihat Darren berlalu pergi meninggalkan dirinya. "Sekarang dia sudah sibuk dengan urusannya sendiri! Tak seharusnya waktu itu, aku mengijinkannya untuk tinggal di rumah barunya!" sesal mama dalam hati.Sesampai di rumah, Darren terkejut melihat ada sepeda terparkir di depan rumahnya. Dahinya mengernyit sembari berpikir siapa pemilik sepeda itu.Ia mulai turun dari mobil. Sebelum membuka pintu pagar rumahnya, ia berjalan menghampiri sepeda gunung tersebut."Apa sepeda ini milik pak Lukman ( security komplek di wilayah tersebut)?" tanya Darren asal menebak. "Yah, mungkin saja!" Sesudah memasukkan mobil dan menutup pagar rumahnya. Darren menyatukan telapak tangan hingga menimbulkan suara. Di mana titik rasa lelah mulai hilang.Sejenak, ia melangkah secara perlahan. Alis tebalnya bertaut melihat ada seseorang yang berbaring di bangku panjang miliknya.GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa, ketika orang itu adalah Natasha. Wanita yang beberapa jam lalu mencoba mengganggu waktunya."Dia lagi!" gegas Darren menghampiri."Apa yang sebenarnya ingin dia katakan?" gerutu Darren dalam hati.Drt ... Drt ...Darren meraih benda layar pipih yang bersembunyi dalam saku celananya. Dahinya mengernyit melihat nama Bara bergerak ke atas ke bawah dalam layar ponsel miliknya.Suatu pertanda ada masalah besar jika Bara menghubunginya di malam hari."Ya!" Daarren menjawab telepon tersebut.Beberapa menit kemudian, Natasha mulai membuka kedua matanya secara perlahan. 'Akhirnya dia pulang juga!' batin Natasha tersenyum senang. Jemari tangannya dengan cepat merapikan rambut panjang terurai yang sedikit berantakan. Sembari menunggu pemilik mall yang masih sibuk dengan telpon genggam yang menempel di telinga."Baiklah! Besok pagi aku akan berangkat lebih awal!" ucap Darren menutup teleponnya. Berbalik dan terkejut melihat Natasha yang tadinya tertidur pulas kini berdiri tepat di depannya."Akhirnya bapak pulang juga!" ucap Natasha sumringah. Bak seperti anak kecil ketika bertemu dengan temannya."Apa kamu tak menyadari kalo ini sudah lewat jam 10 malam?" Darren mengingatkan."Iya, Pak. Saya tau itu. Dan saya mohon beri saya waktu untuk berbicara dengan Anda. Lima menit saja, Pak! Agar saya bisa pulang dan meninggalkan rumah bapak ini!" pinta Natasha memohon.Darren menegak salivanya dengan paksa. Baru kali ini, ia melihat ada orang yang bersikukuh untuk berbicara padanya. Padahal, sebagai seorang karyawan yang bekerja di mall miliknya, malam hari adalah waktu dimana mereka melepaskan rasa penat."Katakanlah!" ucap Darren yang membuat Natasha tersenyum senang. "Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Atas kejadian tadi siang. Saya melaksanakan semua itu karena tugas dari pekerjaan, Pak. Dan tak ada maksud menuduh bapak sebagai seorang pencopet," tutur natasha kembali menjelaskan."Bicaralah pada intinya! Telinga saya risi mendengar perkataan itu berulang kali!" tegas Darreen memicing.Natasha menggigit bibir bawahnya. Helaan nafas panjang mulai keluar mengimbangi rasa kesal dengan ucapan Darren kepadanya."Saya minta agar bapak mencabut Sp dan tidak memotong gaji pada semua staff keamanan, Pak. Semua itu salah saya. Jadi, tolong! Biarkan saya menanggung kesalahan yang telah saya perbuat! Dan jangan libatkan masalah ini pada mereka semua," ujar Natasha.Darren terdiam. Sudut matanya mengerut menatap natasha yang berbicara dengan mudahnya. Tanpa ada rasa takut sedikitpun saat berhadapan dengan dirinya."Seperti apa yang saya katakan tadi siang. Saya akan melakukan apapun asalkan Anda memaafkan saya!" tutur Natasha memohon."Apapun itu?" Darren memastikan.Tubuh Natasha seakan meremang. Sudut bibirnya mengembang mendengar ucapan Darren barusan."Iya! Apapun yang Anda inginkan akan saya laksanakan sesuai dengan kemampuan saya!" ucap Natasha sumringah saat permohonannya sebentar lagi akan di kabulkan."Ok! Kalo begitu, mulai besok kamu bisa berhenti bekerja!" Seketika, perkataan Darreen membuat senyum Natasha memudar. Sungguh, ia tak menyangka sang pemilik mall menyuruhnya untuk berhenti bekerja. Sebuah syarat yang bisa memaafkan dirinya dan membebaskan teman lainnya.'Berhenti bekerja? Jika aku berhenti bekerja, bagaimana nasibku selanjutnya?"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu."Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.***Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu."Saya akan memaa
Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan mengejar pak Danu yang akan masuk pintu rumah yang berdiri kokoh tak jauh darinya."Pak Danu!" teriak Bara menghentikan langkah pak Danu."Mas Bara," jawab pak Danu membalikkan badan. "Bapak ngapain di sini? Bukankah seharusnya bapak mengantarkan Darren untuk pergi ke luar kota?" cecar Bara penasaran."Nyonya besar menyuruh saya untuk menjadi sopir pribadinya kembali, Mas!" jawab Pak Danu yang membuat Bara mengerling."Menjadi sopir pribadinya tante ayu lagi? Jika pak Danu kembali ke sini, lalu siapa yang mengantar Darren pergi keluar kota? Dan tak mungkin juga, kalo dia pergi seorang diri?" gerutu Bara mulai bingung."Maaf, Mas. Saya juga kurang tau!" jawab pak Danu."Kenapa dia tak menyuruhku untuk mengantarkannya? Apa dia nekat pergi ke luar kota seorang diri?" tanya batin Bara menopangkan kedua tangan di pinggang.****Di mobil, Natasha sesekali melirik ke arah spion yang memperlihatkan wajah Darren yang duduk di belakangnya.Terlihat beg
"Hotel?" tanya Natasha bingung. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan matanya beralih menatap ke arah langit yang mulai menghitam."Masih ada meeting lagi?" lirih Natasha terkejut saat Darren melempar sebuah kertas menggumpal pada dirinya."Mulai saat ini, hilangkanlah sikap aneh kamu itu ...," kata Darren berpikir sejenak. Bingung! Siapa nama sebenarnya sopir pribadinya itu."Siapa nama kamu?""Natasha, Pak. Panggil saya Natasha. Atau bapak juga bisa panggil saya cacha. Seperti ...," ucap Natasha terhenti."Masuk mobil dan antar saya ke hotel. SEKARANG!" tegas Darren melangkah pergi."Baik, Pak!" jawab Natasha mulai menutup pintu mobil."Huft! Dasar boss sombong!' gumam batin Natasha bergegas masuk ke dalam mobil. Bersiap melajukan kendaraannya untuk mengantar boss yang menurutnya sangat sombong dan rese.Di mall, Bara terdiam sejenak. Dua bola matanya berputar menyaksikan orang-orang yang berjalan lalu lalang di depannya.Sejenak, ia menunduk menatap ke arah benda
Sejenak, senyum Natasha memudar melihat orang yang mengetuk pintu bukanlah pelayan hotel yang mengirim makanan untuknya. Melainkan orang itu adalah Darreen Andaraksa, atasannya sendiri."Ba ...," kata Natasha terhenti ketika Darren memeluknya tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Kedua bola matanya mengerling saat pelukan hangat mendekap tubuhnya dengan erat. Aroma khas yang di miliki bossnya kian menghipnotisnya, meskipun hanya sesaat."Bantu saya mengusirnya! Saya akan memberikan apapun yang kamu minta," lirih Darren yang membuat Natasha bingung dengan maksud bossnya itu."Kak Darren!" Natasha mendongak. Mata indahnya tertuju pada wanita cantik bertubuh mungil berdiri tepat di depannya. Mematung, menyaksikan drama yang telah di buat bossnya itu.Sejenak, natasha terkejut saat kehangatan yang menghampirinya perlahan menghilang. Bibirnya merapat menatap lelaki berpenampilan rapi dan menarik itu mulai melepas pelukannya."Siapa dia, Kak?" tunjuk Agatha ke arah Natasha yang masih mengen
"Tapi, masa' iya itu punyanya cacha? Lagian, ngapain juga dia ke sini?"Bara tersenyum tipis. Jemari tangannya dengan cepat meraih kacamata yang menempel di kedua matanya."Bara-bara, bagaimana mungkin sepeda itu milik cacha. Yang ada sepedanya cacha, kemungkinan sudah berada di loakan," kata Bara seraya menggelengkan kepala. Mengingat kembali, momen indah antara dirinya, natasha dan sepeda kesayangan Natasha waktu dulu."Argh! Ngapain juga aku pusing mikirin sepeda itu. Kurang kerjaan banget." Bara meraih benda layar pipih yang tergeletak di atas meja. Menunggu sebuah pesan yang mungkin ada dari sepupunya."Tumben banget dia tidak mengaktifkan handphone?" Bara meletakkan kembali ponselnya. Jemari tangannya dengan cepat mengendorkan dasi merah marron yang terasa memekik leher. Membuang nafas seraya menopangkan kedua kaki tepat di atas meja yang ada di depannya."Hari yang melelahkan! Sebelum ke sini, seharusnya aku mampir dulu ke tukang urut. Tubuhku rasanya pegal-pegal semua!" gumam
"Seseorang? Siapa? Bukankah mereka sudah tak mau mengakuiku?" gumam Natasha dalam hati. Mengingat momen, di mana ia mulai terpuruk saat keluarga besar mengusir dirinya."Silahkan, Nona!" ucap wanita itu dengan ramahnya.Natasha melangkahkan kakinya secara perlahan. Rasa penasaran kian menghampiri di saat rasa lelah menguasai dirinya. KlekPintu mobil terbuka. Ia tercekat saat melihat orang yang telah mencarinya adalah pemilik mall ARANZA."Nyonya Ayu, nona Natasha sudah datang," ucap pengawal cantik tersebut."Madam Ayu? Bukankah dia madam Ayu, pemilik mall sekaligus ibunya pak Darren?" tanya Natasha dalam hati."Bisa kita bicara sebentar?" tanya madam Ayu yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Yah, untuk kali pertama ia mendengarkan suara yang sangat di nantikan oleh semua staff keamanan di mall Aranza. Di sisi lain, Darren melangkah berjalan memasuki rumahnya. Helaan nafas mulai keluar saat melihat pintu rumahnya sudah terbuka secara lebar."Kebiasaan!" gumam D
"Pak Darren? Syukurlah pak Darren ke sini. Jadi, aku tak perlu menunggu besok untuk menceritakan kejadian ini,' gumam batin natasha tersenyum tipis dan mulai melangkah menghampiri bossnya itu."Bukankah saya sudah bilang untuk selalu mengaktifkan handphone sebelum jam 10 malam," tutur Darren."Ya, Pak. Saya ingat pesan bapak. Tapi, masalahnya handphone saya lowbat. Jadi, saya ....""Masuklah! Ada hal yang ingin saya bicarakan padamu," ucap Darren seraya membuka pintu mobil untuk natasha."Iya, Pak!" gegas Natasha mulai masuk dalam mobil jeep berwarna hitam tersebut.***"Darren-Darren, kenapa dia membiarkan wanita yang ia cintai tinggal di kos-kosan? Dia kan boss, seharusnya dia memberikan fasilitas untuk calon menantuku itu," gumam madam ayu seorang diri."Maaf, Nyonya. Mungkin saja tuan Darren sudah menawarkan hal itu pada nona natasha. Dan mungkin juga nona natasha menolaknya," sahut Yuna, pengawal pribadi madam Ayu."Yah, mungkin saja!" jawab madam Ayu mulai menscroll benda layar
Kenapa pak Darren menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh denganku? Atau jangan-jangan kata pecat akan terucap dari mulutnya?' tanya Natasha dalam hati."Apa kamu bisa ganti baju santai saja?" Perkataan Darren seketika mengejutkan Natasha."Baju santai?" tanya Natasha memastikan."Jika bisa, gantilah sekarang!" pinta Darren seraya menatap ke arah arloji di tangannya."Baik, Pak!" gegas natasha berlari meninggalkan Darreen.Darren menghela nafas panjang. Tatapan matanya masih tertuju ke arah natasha yang mulai menghilang dari pandangannya."Semoga saja mereka menyukainya!" harap Darren mengangkat telepon yang berdering.Natasha mengecapkan bibirnya. Senyumnya selalu merekah saat berhadapan dengan cermin kesayangannya."Pak Darren mau pergi ke mana, ya? Kenapa dia menyuruhku untuk mengenakan baju santai?" tanya Natasha menunduk menatap kaos putih yang secara tidak sengaja sama dengan Darren kenakan."Hah, ngapain juga aku bingung memikirkannya. Yang pasti, saat ini aku bekerja, bekerja
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang