Tak lepas dari senyumnya, natasha mulai berjabat tangan dengan semua keluarga besar Darren Andaraksa satu persatu.Sebuah momen yang membuat dirinya teringat dengan keluarga besarnya.Namun, senyum manisnya mulai samar saat melihat sosok lelaki yang berdiri mematung tepat di bawah tangga."Dito? Kenapa dia juga ada di sini?' tanya batin natasha seakan tak mampu menegak air liurnya sendiri. Dua bola matanya berputar ketika Darren memundurkan kursi untuk dirinya."Duduklah!" bisik Darren menguntai senyum. Sontak saja, semua keluarga terkejut melihat senyum itu mengembang di bibir lelaki yang terkenal tertutup itu."Oma, lihatlah! Darren tersenyum!" bisik madam Ayu senang."Iya, oma juga melihatnya!" sahut oma yang duduk berdampingan. Tersirat ada kebahagiaan di wajah tua yang mulai keriput itu."Darren, duduklah! Kita makan dulu!" pinta papa terlihat begitu senang dengan kedatangan putranya.Sejenak, Natasha mendongak. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat lelaki yang pe
"Untuk kali ini, aku tak mau mengalah padamu, Darren Andaraksa!" gumam batin Dito memicing ke arah foto Darren.Tepat di ruang pribadi milik sang papa, Darren terdiam saat opa dan papanya secara bergantian berbicara kepadanya. "Opa akan memberikan saham 70% pada perusahaan kamu dan satu perusahaan opa, jika kamu bersedia menikah sebelum ulang tahun Oma," tutur opa dengan mudahnya. Sebuah pernyataan yang bisa membuat orang lain iri dengan hal ini."Papa sependapat dengan opa. Papa juga akan menyerahkan mall itu untukmu setelah kamu menikah dengan Natasha." Perkataan papa seketika membuat Darren terkejut mendengarnya.Lagi dan lagi, semua karena sopir pribadinya. Entah apa yang membuat mereka terpesona setelah bertemu natasha. Sampai-sampai, mereka rela memberikan kepercayaan mengelola perusahaan mereka dengan mudahnya."Bagaimana?" tanya opa dan papa secara serempak.Darren mendongak. Senyum tipisnya mengembang melihat mereka seakan tak sabar menanti jawabannya."Darren belum bertemu
"Jangan ...," ucap natasha terhenti saat ponselnya mati seketika."Huft! Mati lagi," gumamnya pada benda layar pipih yang ada dalam genggamannya."Bagaimana bisa dia berkata seperti itu tentang sepeda kesayanganku? Memberikannya pada orang lain lagi. Apa dia tidak ingat, kalo aku telah menolongnya dari keluarganya?"Natasha mengerucutkan bibirnya. Mendesah sebal seraya menopangkan kedua tangan di dada."Aku harus mencegahnya," gegas natasha melambaikan tangan ke arah taksi yang mulai mendekat ke arahnya.***Dito mengepalkan kedua tangannya. Dadanya terasa sangat sesak saat teringat perkataan yang terlontar dari mulut Natasha. Wanita yang dulu tak mau kehilangan dirinya, kini terlihat begitu muak padanya."Kamu pikir aku tidak bisa move on? Lihatlah! Aku bukan wanita yang lemah seperti dulu. Dan, terimakasih sebelumnya. Karenamu, aku mempunyai kepribadian yang kuat!" Perkataan Natasha kembali terlintas dalam benaknya."Heh, dia pasti bohong! Aku tak percaya jika dia melupakanku begitu
"Bahkan gaji kamu selama 3 bulan saja tak cukup mengganti kerusakannya!"GlekSeketika, senyum Natasha hilang.Ia seakan tak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kerugian yang baginya sangat fantastis. Huft! Niat hati ingin membuat sang atasan takut kehilangan dirinya kini malah sebaliknya."Jika kamu ingin berhenti bekerja dan tak mau menjadi kekasih saya lagi, kamu bisa membayar itu semua!" tegas Darren."Se-semuanya?" "Hmmmh!"Kost,Natasha membuka kedua bola manik matanya. Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancungnya. Sejenak, jemari tangannya mulai meraih selembar kertas yang sudah terlaminating rapi. Sebuah kontrak kerja yang sudah bertanda tangan di atas materai. Di mana ia harus mau menjadi kekasih Darren Andaraksa."-Bersedia menjadi kekasih Darren Andaraksa selama enam bulan ke depan.-Membebaskan segala kerugian atas kecerobohan yang di lakukan oleh Natasha Amora.-Tidak boleh BAPER!"Beberapa poin yang telah mereka sepakati bersama."BAPER? Heh, bagai
Alis Darren seakan menyatu. Sungguh, ia baru tersadar jika panggilannya pada Natasha sangatlah baku."Ayo, Pak! Hujan sudah mereda," gegas Natasha bersiap untuk bekerja. ***Bara mondar-mandir kesana kemari. Bibirnya merapat mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa."Kenapa jam segini dia belum datang? Apa dia lupa kalo setengah jam lagi ada meeting dengan pak David?" tanya Bara menatap ke arah pintu masuk ruangannya yang tertutup rapat. Menunggu kedatangan Darren yang merupakan orang penting dalam perusahaan."Argh! Tak biasanya dia seperti ini. Biasanya, satu jam sebelum meeting, dia sudah berada di tempat. Heh! Sayang sekali jika kehilangan kontrak bersama pak David," gumam Bara mendesah berat."Kalo saja, aku bisa berpresentasi sepertinya, aku tak akan bingung seperti ini."Sejenak, dahinya mengernyit. Kedua kakinya melangkah ke arah jendela yang memperlihatkan keadaan lingkungan depan kantor. Sebuah mobil Jeep berwarna hitam yang begitu familiar baginya."Oh my
Selesai meeting, Darren menyandarkan kepalanya di bahu kursi putar yang tersedia. Kedua matanya terpejam seraya menopangkan kedua kaki di atas meja.Sesaat, dua bola manik kedua matanya terbuka ketika teringat akan kecupan kecil yang ia tujukan ke arah kening sopir pribadinya itu."Haruskah seperti itu? Setiap kali akan berpisah?" tanya batin Darren terkejut saat jentikan tangan Bara membuyarkan lamunannya."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bara mulai duduk di depan Darren.Darren menurunkan kedua kakinya. Memajukan kursinya dan bersiap menandatangani beberapa berkas yang telah di siapkan oleh Bara."Ahh, aku tau! Sudah pasti saat ini, kamu memikirkan tentang bonus yang akan kamu berikan pada kami. Iya kan?" "Bonus?" batin Darren bertanya."Menurutku sih, alangkah baiknya jika keberhasilan kita ini bonusnya agak beda dari kemarin. Tak hanya bonus cuan tapi juga makan bersama. Bagaimana?" saran Bara yang memang sangat masuk akal."Lakukanlah! Dan ajak semua pasangan mereka untuk ikut!"
GlekNAtasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia tak habis pikir jika sang atasan mulai berani berbicara lebih intens padanya."Ya-ya nggak lah, Pak. Saya rugi dong!" ucap natasha tersenyum tipis. Ada rasa gugup saat tatapan tajam Darren mengarah padanya."Berapa juta jika aku tak sengaja memelukmu?""Ehm, 20 juta!" "Lalu, kalo menciummu?""Ehm, 30 juta."Darren menyeringai. Tanpa pikir panjang ia merogoh dompet hitam yang tersembunyi dalam saku celananya.Jemari tangannya dengan cepat mengambil salah satu kredit dan menyerahkannya pada natasha."Ambillah! Pakai kartu ini sepuasmu," kata Darren mengernyit."Hahhhhaaaa, bapak mau aja saya boongin. Becanda atuh, Pak. Saya bukan pelacur yang mematok harga seperti itu. Jika ada lelaki yang mencoba menyentuh saya, saya akan pastikan akan membunuhnya!" tutur Natasha tertawa lepas.Darren menyeringai. Entah kenapa, hatinya senang akan penuturan natasha itu."Tadi pagi, aku mencium keningmu. Jadi, anggap saja kartu ini menjadi ganti rugi
"Ngapain cacha kemari? Apa dia salah satu staff kantor juga," tanya Laura sinis."Sayang, apa kamu mengenal wanita itu?" tunjuk Bara ke arah Natasha yang masih setia mendampingi Darren berbicara dengan pemilik restoran tersebut."Tidak, Sayang. Hanya saja, aku kenal dia waktu kuliah. Apa dia karyawan kamu juga?" tanya Laura memastikan.Bara seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Sungguh, pertanyaan itu membuat dirinya harus berpikir keras untuk menjawabnya. Yah, bagaimana tidak. Di depan sang kekasih hati, dia telah mengaku sebagai seorang pemimpin dalam perusahaan.Drt ... Drt ...Bara melirik ke arah benda pipih yang sedari tadi dalam genggamannya. Senyum manisnya tertoreh saat melihat isi chat Darren yang menumpuk dalam layar depan ponselnya."Aku sudah membayar semua makanan dan juga sudah menstranfer bonus masing-masing staff. Pemilik restoran mengajakku untuk makan malam di lantai dua. Jadi, acara makan malam ini aku tak bisa makan bersama kalian!""Pucuk di cinta ulam pun
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang