GlekNAtasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia tak habis pikir jika sang atasan mulai berani berbicara lebih intens padanya."Ya-ya nggak lah, Pak. Saya rugi dong!" ucap natasha tersenyum tipis. Ada rasa gugup saat tatapan tajam Darren mengarah padanya."Berapa juta jika aku tak sengaja memelukmu?""Ehm, 20 juta!" "Lalu, kalo menciummu?""Ehm, 30 juta."Darren menyeringai. Tanpa pikir panjang ia merogoh dompet hitam yang tersembunyi dalam saku celananya.Jemari tangannya dengan cepat mengambil salah satu kredit dan menyerahkannya pada natasha."Ambillah! Pakai kartu ini sepuasmu," kata Darren mengernyit."Hahhhhaaaa, bapak mau aja saya boongin. Becanda atuh, Pak. Saya bukan pelacur yang mematok harga seperti itu. Jika ada lelaki yang mencoba menyentuh saya, saya akan pastikan akan membunuhnya!" tutur Natasha tertawa lepas.Darren menyeringai. Entah kenapa, hatinya senang akan penuturan natasha itu."Tadi pagi, aku mencium keningmu. Jadi, anggap saja kartu ini menjadi ganti rugi
"Ngapain cacha kemari? Apa dia salah satu staff kantor juga," tanya Laura sinis."Sayang, apa kamu mengenal wanita itu?" tunjuk Bara ke arah Natasha yang masih setia mendampingi Darren berbicara dengan pemilik restoran tersebut."Tidak, Sayang. Hanya saja, aku kenal dia waktu kuliah. Apa dia karyawan kamu juga?" tanya Laura memastikan.Bara seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Sungguh, pertanyaan itu membuat dirinya harus berpikir keras untuk menjawabnya. Yah, bagaimana tidak. Di depan sang kekasih hati, dia telah mengaku sebagai seorang pemimpin dalam perusahaan.Drt ... Drt ...Bara melirik ke arah benda pipih yang sedari tadi dalam genggamannya. Senyum manisnya tertoreh saat melihat isi chat Darren yang menumpuk dalam layar depan ponselnya."Aku sudah membayar semua makanan dan juga sudah menstranfer bonus masing-masing staff. Pemilik restoran mengajakku untuk makan malam di lantai dua. Jadi, acara makan malam ini aku tak bisa makan bersama kalian!""Pucuk di cinta ulam pun
"Karena aku mereka terselamatkan dari ibu kontrakan? Bagaimana bisa? Bulan ini kan aku juga belum membayarnya? Dan bagaimana bisa mereka berkata seperti itu?" batin natasha bertanya.Selesai mandi, natasha merebahkan tubuhnya. Merentangkan kedua tangan seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Menatap ke arah atap rumah sembari berpikir sejenak."Kata bu kontrakan tadi, pak Darren sudah membayar kontrakan ini selama enam bulan ke depan."Perkataan nanda kembali melintas dalam benak Natasha. Sungguh, ia tak habis pikir jika Darren Andaraksa membayar uang kontrakan tanpa memberitahunya terlebih dahulu."Dia benar-benar mencukupi kebutuhanku. Kemarin, kartu kredit dan sekarang kontrakan terbayar lunas. Hah, mungkin saja, jika hubunganku benar-benar terjadi. Dia adalah lelaki yang tepat untuk aku kenalkan pada mama dan papa. Lelaki yang bisa melebihi duda tua bangka itu!" ujar Natasha menggeretakkan giginya. Seakan terasa masih menyimpan dendam saat teringat dengan orang yang membuatnya h
Tapi, senyum itu memudar tatkala sang paman duduk berjongkok menatap kearah sepeda listrik yang tergeletak."Bukankah itu sepeda kesayangannya Karren?" tanya natasha seorang diri. Berjalan melangkah menghampiri om Angga yang seakan menyesali dengan apa yang telah terjadi."Kita belikan saja yang baru, Om!" Perkataan natasha seketika membuat sang paman terkejut mendengar. Di saat tanggal tua begini, bisa-bisanya natasha menyarankan untuk membelikan sepeda baru untuk putrinya. Huft! Sungguh, saran yang tidak masuk di akal."Kamu itu bukannya membantu om, malah menekan om. Apa kamu lupa kalo sekarang ini tanggal tua?" gerutu om Angga yang mulai lupa dengan suasana menyesakkan."Siapa yang menekan sih, Om? Om itu lucu, deh!" goda Natasha seraya ikut duduk berjongkok di samping pamannya."Om, itu tidak sekaya papa kamu. Yang bisa membeli barang semaunya sendiri. Om itu sekarang ...," kata om Angga terhenti."Natasha tau! Dan kebetulan, Natasha sudah gajian. Natasha yang akan bayar!""Tapi
Beberapa chat Natasha yang membuat Darren mulai penasaran."Membutuhkannya? Apa dia dalam masalah?"Sesaat, rasa kasihan mulai menghantuinya. Alih-alih tak mau berpikir negatif thinking, Darren mencoba menghubungi natasha.Namun, tak ada jawaban.Bibirnya mengecap. Jemari tangannya dengan cepat mengotak-atik layar pipih yang berada dalam genggamannya. Mencoba menstranfer uang ke dalam rekening milik sopir pribadinya itu."Semoga saja belum terlambat," harap Darren sembari meletakkan ponselnya tepat di atas meja.**** Natasha mengatur nafasnya secara perlahan. Senyum manisnya mengembang seraya menatap sang surya yang mulai tenggelam. "Sudah lama aku tak melihat sunset di sini," gumam Natasha menghirup udara segar. Sejenak, senyum manisnya memudar tatkala mengingat para sahabatnya."Huft! Tak seharusnya aku merindukan mereka yang pergi meninggalkanku," sesal natasha."Bagaimana kabar kamu, Natasha Amora!" Natasha berbalik. Senyumnya mengembang saat melihat sahabat dekatnya berdiri t
Pak Bara, meja 21 itu sudah terbayar lunas, Pak. Ini struknya!" Perkataan kasir kembali terngiang di telinganya."Siapa yang membayarnya, ya?"Bara terdiam sejenak, dua bola matanya mengerling ketika melihat tanda tangan yang sangat familiar terlukis dalam struk pembayarannya tersebut."Kayak tanda tangannya tante Ayu," kata Bara mendongak. Sudut matanya mengerut. Memandang ke arah sekelompok tante-tante yang terlihat serius dalam berdiskusi."Ternyata benar, tante ayu yang membayar ini semua," ucap Bara tersenyum senang."Semua ini karena cacha. Well, di saat Darren tak berpihak membantuku hari ini. Justru, Cachalah yang membantuku hari ini. Sungguh, hari ini benar-benar hari keberuntunganku!" ucap Bara melangkah pergi.Natasha tersenyum tipis. Mencoba menjadi pendengar setia meski telinganya mulai sakit dengan omongan pedas yang terlontar dari mulut Laura. "Kamu itu cantik, pintar dan bisa terbilang jauh lebih sempurna dariku. Seharusnya, di saat kamu terpuruk seperti ini. Kamu menc
Pintu terbuka. Senyum manisnya mengembang saat Darren menoleh ke arahnya dengan tatapan mata yang begitu tajam."Pak Darren? Pak Darren ngapain di sini?" tanya Natasha menutup pintu."Darimana? Bagaimana bisa ponsel kamu tinggalkan begitu saja di sini?" Darren menenteng ponsel milik natasha yang tergeletak di atas meja tamu."Hehehe, iya, Pak. Tadi, mama ayu ngajak saya pergi. Eh, tak taunya ponsel saya ketinggalan. Sesampai di tujuan, saya gabut sekali, Pak. Karena ponsel saya ketinggalan," cerita natasha duduk tepat di depan Darren. Meraih ponsel miliknya yang dekat dengan atasannya tersebut."Lain kali, jika kamu pergi di saat cuti kerja. Setidaknya, kamu bisa bilang padaku, Natasha!" ucap Darren menegaskan.Natasha mendongak. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat pernyataan itu keluar dari mulut Darren."Bukankah bapak sendiri yang bilang, untuk tidak saling mengganggu di saat cuti?" "Tapi, kenapa kamu melanggarnya?" tanya balik Darren yang tak mau di salahkan.N
"Dia benar-benar melindungiku!" lirih Natasha yang diam-diam ingin mencium kening Darren. Namun, tak sampai menempel di kening, Darren sudah terbangun dari tidurnya."Apa masih kurang ciumanku semalam?" tanya Darren yang membuat tubuh Natasha seakan kaku.gshshshhs"Aduh, bagaimana ini? Aku harus jawab apa?" tanya natasha dalam hati."Apa kamu menginginkannya lagi?" tanya Darren membuat tawa natasha pecah."Haha, apaan sih, Pak! Saya tuh mau membenarkan alisnya bapak doang. Ih, bapak mah mulai baper, ya?" ucap Natasha mengelak. Raut wajahnya memerah seketika saat darren menatapnya dengan tatapan yang begitu dalam." Ingat lho, Pak! Bapak sendiri yang bilang untuk tidak baper di antara kita!"Darren tersenyum tipis. Ia sangat suka dengan ekspresi natasha yang salah tingkah. Sangat lucu!"Bukankah kamu yang sudah mulai baper duluan?" tanya Darren seraya menangkupkan kedua tangan di dada."Heh, Saya?""Heem.""Mana mungkin saya baper, Pak! Bapak kali yang ba-per. Argh, sudahlah! Daripada b
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang