"Bukan dia?" tanya batin Natasha berpaling. Bibirnya merapat mengimbangi lentik bulu matanya yang tak berhenti mengerjap. Seolah-olah masih tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut pak Angga.
"Serius, Pak? Bapak sedang bercanda, kan?" lirih natasha memastikan.
Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancung natasha saat pak Angga menggelengkan kepala.
"Lepaskan borgolnya sekarang! Jika tidak, bisa-bisa pekerjaan kita yang akan jadi taruhannya!" Perkataan Pak Angga seketika membuat Natasha takut setengah mati. Bagaimana tidak, jika ia kehilangan pekerjaannya hanya gara-gara kecerobohan yang telah ia lakukan. Bisa-bisa, ia akan menjadi gelandangan di luar sana. Hal yang paling menakutkan dalam kehidupan bagi Natasha Amora.
"Apa konsekuensinya seperti itu?" bisik natasha memastikan.
"Heem. Apalagi berhadapan dengan dia. Bisa hancur kehidupan kita nantinya," jawab pak Angga begitu meyakinkan.
Natasha mengulum bibir mungilnya. Pandangan bola matanya beralih menatap ke arah lelaki yang sedari tadi diam memperhatikannya.
"Apa kalian tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat?" Suara Darren membuat semua mata menoleh ke arahnya.
"Maaf beribu maaf, Pak. Saya selaku kepala petugas keamanan meminta maaf atas ketidak nyamanan semua ini!" ujar pak Angga membungkukkan badan untuk meminta maaf dan diikuti oleh natasha.
"Lepaskan borgol ini!" perintah Darren memperlihatkan tangannya yang masih terborgol.
Tanpa banyak buang waktu, natasha mengambil kunci yang ia sembunyikan dalam saku celana. Dengan cepat ia memasukkan dalam lubang borgol agar terbebas dari kasus kesalahpahaman yang telah ia perbuat.
"Berapa lama kamu bekerja di sini?" tanya Darren seraya menatap ke arah Natasha.
Natasha mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat Darren menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam. Seolah-olah menyimpan dendam kepada dirinya.
"Dia baru bekerja genap satu bulan, Pak. Maka dari itu dia ...," sahut Pak Angga terhenti.
"Apa dia mendadak menjadi bisu, sampai-sampai Anda yang menjawab pertanyaan dari saya?" Pertanyaan Darren seketika membuat pak Angga terdiam.
Natasha menegak salivanya dengan paksa. Kedua tangannya mengepal mengimbangi rasa sakit hati ketika mendengar perkataan Darren yang terdengar begitu menyakitkan.
'Kurang ajar! Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Meskipun dia mempunyai kedudukan tinggi, setidaknya dia bisa berbicara dengan baik-baik. Oh My God! Jika aku tak membutuhkan pekerjaan ini, sudah pasti aku akan menghajarnya saat ini juga!' Natasha mendesah sebal.'Tenang natasha tenang. Kamu tidak boleh marah di saat seperti ini. Bagaimana pun juga, semua ini adalah kesalahan kamu. Dan gara-gara kamu, om Angga juga kena imbasnya,' gumam batin Natasha menghela nafas panjang. Mencoba menenangkan emosi yang datang.
"Sekali lagi, saya minta maaf yang sebesar-besarnya, Pak!" ucap pak Angga meminta maaf kembali.
Natasha mencoba tersenyum. Untuk kali pertama, ia menurunkan rasa ego yang selalu menguasai dirinya.
"Iya, Pak. Saya juga minta maaf karena kecerobohan ini!" pinta Natasha mengakui kesalahannya."Saya mohon jangan membesarkan masalah ini ataupun melaporkan kami pada atasan kami. Saya akan bertanggungjawab!"
Darren mengernyitkan dahi. Ia tak habis pikir, wanita yang setengah jam lalu begitu galak, mendadak meleleh seperti es krim.
"Setengah jam waktu saya terbuang karena semua ini. Dan apa kalian tau gara-gara kalian, saya tak bisa ...," tutur Darren terhenti saat benda layar pipih berdering."Hallo!"
Natasha menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut menatap sinis ke arah Darrren yang mulai pergi menjauh.
'Belagu banget, sih! Memangnya dia siapa? Sumpah! Males banget lihat orang yang berlagak sok seperti dia!' umpat Natasha dalam hati. Sejenak, Natasha tersentak kaget ketika pak Angga menyenggol bahunya.
"Bagaimana bisa kamu menangkap pak Darren?" tanya pak Angga seraya melirik ke arah Darren.
Sudut mata Natasha mengerut mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut tipis pak Angga.
"Pak Darren? Om mengenalnya? Memangnya siapa dia?" Natasha memastikan.
Pak Angga menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika Natasha tidak mengenal anak pemilik mall yang mereka tempati bekerja.
"Pak Darren itu adalah ...," kata pak Angga terhenti. Dua bola matanya beralih menatap ke arah pintu masuk yang terbuka lebar.
Ceklek
"Maaf, Pak Angga. Madam Ayy ingin bertemu dengan Anda," ucap Nanda, selaku staf kantor.
"Madam Ayu? Madam Ayu ke sini?" tanya pak Angga seakan tak percaya. Yah, Madam Ayu adalah pemilik mall yang tak lain adalah mamanya Darren. Sejak suaminya sakit, madam Ayu tak lagi ke kantor. Semua urusan kantor, diserahkan kepada Darren Andaraksa.
"Iya. Buruan! Ada sesuatu hal yang ingin beliau bicarakan padamu," ucap Nanda menepuk bahu pak Angga.
"Huft! Semoga saja tak ada masalah tentang pekerjaan! Natasha, bapak serahkan semua sepenuhnya kepadamu. Saat ini, petugas keamanan sedang tidak baik-baik saja karena ulahmu. Apapun yang di katakan pak Darren, kamu jangan menolaknya, Ok!" gegas pak Angga melangkah pergi meninggalkan mereka.
"Tapi, Pak!" kata Natasha terhenti.
"Pak Darren, orang itu pak Darren!" sahut Nanda memperhatikan Darren yang berdiri membelakangi mereka.
Natasha semakin bingung. Rasa penasaran kian menghampiri saat semua orang mengenal lelaki yang ia tangkap itu.
'Dia juga mengenalnya?' tanya Natasha semakin bingung.
"Natasha, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa pak Darren ke ruangan ini?" tanya Nanda melangkah mendekat menghampiri Natasha.
"Ibu juga mengenalnya?" tanya Natasha memastikan.
Seketika nanda menoleh. Tatapan matanya memicing menatap ke arah natasha.
"Ibu-ibu, bukankah aku sudah pernah bilang padamu untuk tidak lagi memanggilku dengan sebutan itu. Memangnya aku setua itu apa?" gerutu Nanda meluapkan amarahnya.
"Maafkan saya, Bu. Eh, maksud saya maafkan saya, Kak. Saya keceplosan!" ujar Natasha tersenyum seraya menyatukan kedua tangannya untuk minta maaf.
"Nah, gitu dong! Awas saja kalo aku mendengar panggilan itu keluar dari bibirmu itu. Aku tak akan sudi satu kontrakan denganmu," gumam nanda greget.
Natasha menahan tawa. Ia tak menyangka wanita bertubuh lebih pendek darinya berani dengan terang-terangan mengancam dirinya.
'Mentang-mentang kesayangannya ibu kos, beraninya mengancamku seperti itu!' gerutu Natasha dalam hati.
"Ya Tuhan, pak Darren ganteng banget kalo tersenyum seperti itu!" puji Nanda menyatukan kedua telapak tangannya.
"Kakak mengenalnya?" Pertanyaan Natasha seketika membuat nanda menoleh ke arahnya."Apa dia seorang artis atau dia seorang pengusaha terkenal? Sampai-sampai kakak terlihat begitu bucin padanya."
Nanda menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika Natasha tak mengenal Darren Andaraksa.
Memang, sejak natasha bekerja di mall ini, Darren sangat sibuk pergi keluar kota dan mempercayakan mall ini kepada Bara, sang sekertaris pribadi.
Buk
Tepukan keras mengarah tepat di bahu Natasha.
"Kenapa kakak memukulku?" tanya natasha memegang bahunya.
"Kamu itu lupa ingatan atau gimana? Masa' kamu nggak tau kalo dia pemilik mall ini!" Perkataan nanda seketika membuat Natasha tercengang.
Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Pandangan bola matanya beralih mengerling menatap Darren yang masih terlihat sibuk menelpon.
'Pemilik mall ini?' tanya batin natasha seakan tak percaya.
"Heem. Darren Andaraksa, putra sulung madam Ayu dan tuan Atar Andaraksa," jelas nanda yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri.
"Darren Andaraksa. Nama itu?"
Tubuh natasha meremang. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa mengimbangi rasa tak percaya mendengar kenyataan yang ada.
"Ahhh, sudah jam setengah dua lagi! Padahal, aku ingin sekali memandang pak Darren lebih lama lagi!" gerutu Nanda mendesah sebal seraya melangkah pergi meninggalkan ruang keamanan tersebut.
Natasha mengulum bibirnya. Pandangan matanya mengarah pada lelaki tampan yang ia tuduh sebagai pencopet.
"Oh my God! Jadi, dia orang kaya itu," ucap natasha kembali mengingat lelaki yang di tangkapnya itu.
"Kamu tau, anak pemilik mall ini orangnya sangat tegas. Banyak karyawan yang di mutasi tanpa sebab yang jelas."Perkataan Dea, salah satu security yang kembali melintas dalam benak Natasha. Helaan nafas mulai keluar secara perlahan mengimbangi rasa gugup yang datang.'Bagaimana bisa aku salah menangkap orang? Dan kenapa orang itu pemilik mall ini!' gumam Natasha dalam hati.'Apa aku akan di mutasi gara-gara kesalahanku ini? Oh no! Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan. Jika aku tau dia pemilik mall ini, aku tak mungkin berbicara kasar padanya, apalagi memelintir tangannya hingga kesakitan. Ya Tuhan, tolonglah aku. Semoga dia bermurah hati memaafkanku!' gumam batin Natasha berdoa seraya menutup mata.Perlahan, ia mulai membuka kedua matanya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap mengimbangi detakan jantung yang berdetak begitu kencang saat darren sudah berdiri di hadapannya dengan pandangan yang begitu tajam.'Semoga saja kata pecat tidak keluar dari mulutnya!' gumam batin nata
'Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya."Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha
"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu."Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.***Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu."Saya akan memaa
Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan mengejar pak Danu yang akan masuk pintu rumah yang berdiri kokoh tak jauh darinya."Pak Danu!" teriak Bara menghentikan langkah pak Danu."Mas Bara," jawab pak Danu membalikkan badan. "Bapak ngapain di sini? Bukankah seharusnya bapak mengantarkan Darren untuk pergi ke luar kota?" cecar Bara penasaran."Nyonya besar menyuruh saya untuk menjadi sopir pribadinya kembali, Mas!" jawab Pak Danu yang membuat Bara mengerling."Menjadi sopir pribadinya tante ayu lagi? Jika pak Danu kembali ke sini, lalu siapa yang mengantar Darren pergi keluar kota? Dan tak mungkin juga, kalo dia pergi seorang diri?" gerutu Bara mulai bingung."Maaf, Mas. Saya juga kurang tau!" jawab pak Danu."Kenapa dia tak menyuruhku untuk mengantarkannya? Apa dia nekat pergi ke luar kota seorang diri?" tanya batin Bara menopangkan kedua tangan di pinggang.****Di mobil, Natasha sesekali melirik ke arah spion yang memperlihatkan wajah Darren yang duduk di belakangnya.Terlihat beg
"Hotel?" tanya Natasha bingung. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan matanya beralih menatap ke arah langit yang mulai menghitam."Masih ada meeting lagi?" lirih Natasha terkejut saat Darren melempar sebuah kertas menggumpal pada dirinya."Mulai saat ini, hilangkanlah sikap aneh kamu itu ...," kata Darren berpikir sejenak. Bingung! Siapa nama sebenarnya sopir pribadinya itu."Siapa nama kamu?""Natasha, Pak. Panggil saya Natasha. Atau bapak juga bisa panggil saya cacha. Seperti ...," ucap Natasha terhenti."Masuk mobil dan antar saya ke hotel. SEKARANG!" tegas Darren melangkah pergi."Baik, Pak!" jawab Natasha mulai menutup pintu mobil."Huft! Dasar boss sombong!' gumam batin Natasha bergegas masuk ke dalam mobil. Bersiap melajukan kendaraannya untuk mengantar boss yang menurutnya sangat sombong dan rese.Di mall, Bara terdiam sejenak. Dua bola matanya berputar menyaksikan orang-orang yang berjalan lalu lalang di depannya.Sejenak, ia menunduk menatap ke arah benda
Sejenak, senyum Natasha memudar melihat orang yang mengetuk pintu bukanlah pelayan hotel yang mengirim makanan untuknya. Melainkan orang itu adalah Darreen Andaraksa, atasannya sendiri."Ba ...," kata Natasha terhenti ketika Darren memeluknya tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Kedua bola matanya mengerling saat pelukan hangat mendekap tubuhnya dengan erat. Aroma khas yang di miliki bossnya kian menghipnotisnya, meskipun hanya sesaat."Bantu saya mengusirnya! Saya akan memberikan apapun yang kamu minta," lirih Darren yang membuat Natasha bingung dengan maksud bossnya itu."Kak Darren!" Natasha mendongak. Mata indahnya tertuju pada wanita cantik bertubuh mungil berdiri tepat di depannya. Mematung, menyaksikan drama yang telah di buat bossnya itu.Sejenak, natasha terkejut saat kehangatan yang menghampirinya perlahan menghilang. Bibirnya merapat menatap lelaki berpenampilan rapi dan menarik itu mulai melepas pelukannya."Siapa dia, Kak?" tunjuk Agatha ke arah Natasha yang masih mengen
"Tapi, masa' iya itu punyanya cacha? Lagian, ngapain juga dia ke sini?"Bara tersenyum tipis. Jemari tangannya dengan cepat meraih kacamata yang menempel di kedua matanya."Bara-bara, bagaimana mungkin sepeda itu milik cacha. Yang ada sepedanya cacha, kemungkinan sudah berada di loakan," kata Bara seraya menggelengkan kepala. Mengingat kembali, momen indah antara dirinya, natasha dan sepeda kesayangan Natasha waktu dulu."Argh! Ngapain juga aku pusing mikirin sepeda itu. Kurang kerjaan banget." Bara meraih benda layar pipih yang tergeletak di atas meja. Menunggu sebuah pesan yang mungkin ada dari sepupunya."Tumben banget dia tidak mengaktifkan handphone?" Bara meletakkan kembali ponselnya. Jemari tangannya dengan cepat mengendorkan dasi merah marron yang terasa memekik leher. Membuang nafas seraya menopangkan kedua kaki tepat di atas meja yang ada di depannya."Hari yang melelahkan! Sebelum ke sini, seharusnya aku mampir dulu ke tukang urut. Tubuhku rasanya pegal-pegal semua!" gumam
"Seseorang? Siapa? Bukankah mereka sudah tak mau mengakuiku?" gumam Natasha dalam hati. Mengingat momen, di mana ia mulai terpuruk saat keluarga besar mengusir dirinya."Silahkan, Nona!" ucap wanita itu dengan ramahnya.Natasha melangkahkan kakinya secara perlahan. Rasa penasaran kian menghampiri di saat rasa lelah menguasai dirinya. KlekPintu mobil terbuka. Ia tercekat saat melihat orang yang telah mencarinya adalah pemilik mall ARANZA."Nyonya Ayu, nona Natasha sudah datang," ucap pengawal cantik tersebut."Madam Ayu? Bukankah dia madam Ayu, pemilik mall sekaligus ibunya pak Darren?" tanya Natasha dalam hati."Bisa kita bicara sebentar?" tanya madam Ayu yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Yah, untuk kali pertama ia mendengarkan suara yang sangat di nantikan oleh semua staff keamanan di mall Aranza. Di sisi lain, Darren melangkah berjalan memasuki rumahnya. Helaan nafas mulai keluar saat melihat pintu rumahnya sudah terbuka secara lebar."Kebiasaan!" gumam D
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c
Ratu menyeringai. Wajahnya yang tadinya sedih dengan keadaan yang ada, kini mulai memancarkan rona kebahagiaan yang dalam saat ada perhatian lebih yang tertuju padanya."Aku tau. Meskipun kamu memilih wanita lain untuk menjadi istrimu, tapi di hati kecilmu itu, masih terselip namaku. Hah, andai saja aku menemuimu di hari ulang tahunku itu, mungkin aku tak merasakan penyesalan yang teramat sangat seperti ini!" gumam batin Ratu menghela nafas panjang. Rasa sakit yang ada di tubuhnya seakan berkurang akan perhatian yang ia dapatkan dari orang yang pernah ingin menjadikannya sebagai seorang istri.CeklekRatu beralih menatap ke arah pintu masuk yang mulai terbuka. Senyumnya memudar saat melihat lelaki tampan yang datang menemuinya bukanlah Darren. Melainkan, Bara. Sepupu Darren yang selalu menjadi tempat curahan hatinya waktu dulu."Bara!" kata batin Ratu menegak ludahnya yang mengalir membasahi tenggorokannya. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang di anggap oleh perawat sebagai kek
Dengan cepat, jemari tangan Darren mengetik sebuah pesan yang tertuju pada sekertaris pribadinya, Bara."Semoga saja Ratu tidak kenapa-kenapa?" harap Darren dalam hati. Berbalik dan melangkah menghampiri Natasha yang tersenyum padanya."Apa kamu tidak ganti baju dulu?" tanya natasha."Apa berpakaian seperti ini, aku terlihat jelek?" Pertanyaan Darren yang seketika membuat natasha terkekeh pelan."Bukan seperti itu! Hanya saja, rasanya tidak sopan saja jika CEO sepertimu mengenakan pakaian santai seperti ini!" ucap Natasha memegang bawah celana pendek yang di kenakan Darren."Nanti, kalo di jalan tiba-tiba bertemu dengan teman atau klien kamu bagaimana?""Ya sudah, aku akan ganti baju dulu! Ok!" ujar Darren menggabungkan telunjuk dan jari jempolnya hingga berbentuk huruf 'O'. "Ok!" lirih natasha tersenyum senang.Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia tak habis pikir sejak kejadian semalam, Darren bersikap berbeda. Senyum yang selalu terkunci itu mendadak terbuka dengan sendirinya
Darren melepas pelukan itu secara perlahan. Menatap hangat sang sahabat yang tersirat dengan jelas menyimpan perasaan yang begitu mendalam kepadanya."Aku juga sangat merindukanmu, Ratu! Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa!" Darren menyeringai."Benarkah? Kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?" tanya Ratu tersenyum senang saat Darren menganggukkan kepala. Hati yang kemarin terasa sakit mendadak terobati akan sikap perhatian orang yang begitu mencintai dirinya waktu itu."Aku tak salah mengira! Dia masih sangat menginginkanku untuk menjadi miliknya. Aku yakin dia tidak mencintai kekasihnya itu. Dan mungkin saja, karena ketidakhadiranku di waktu ulang tahunku, dia menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya di depan keluarga besarnya. Kali ini, aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya. Aku akan berpindah keyakinan untuk bisa hidup bersamanya!" gumam batin Ratu berbinar."Aku sangat merindukan saat kita bermain bersama, bercanda bersama dan hang out bersama. Aku sang