Share

5. Cukup sepadan

Author: Damaya
last update Last Updated: 2023-11-30 18:00:11

"Tidak kusangka dia akan senikmat itu. Cukup sepadan untuk penolakannya tempo hari."

Menatap keramaian kota saat hari mulai gelap, bersamaan dengan lampu dari gedung-gedung pencakar langit lain yang juga mulai dinyalakan, membuat pikiran Leon semakin sulit teralihkan dari Luna. Gadis belia yang sengaja ia jerat dengan cara licik.

Luna tidak pernah tahu seberapa besar resiko atas keputusanya telah berani menolak seorang Leon Smith. Tentunya akan ada balasan lebih dari apa yang sudah gadis itu lakukan. Leon bukanlah pribadi yang mudah menyerah. Sekeras apa usaha yang sudah dilakukan, tentunya akan sepadan dengan hasil yang didapat.

"Dia masih terlalu lugu." Tersenyum licik seraya memasukan kedua tangan ke dalam saku celana. Pandangan Leon masih lurus ke depan. Menyaksikan sepasang anak manusia yang ada di dalam gedung lain. Kendati jaraknya cukup jauh, tetapi mata tajamnya masih bisa menangkap jelas apa yang sedang mereka lakukan tanpa menutup tirai jendela.

"Tidak ada yang lebih berhak atas dirinya selain aku. Dia milikku, dan akan kuperlakukan dia seperti apa yang aku inginkan."

Menyaksikan adegan tak senonoh secara langsung di depan sana, Leon mengusap bibirnya yang bervolume. Mendadak benaknya teringat akan mahakarya di tubuh mulus Luna yang ia tinggalkan semalam. Cukup banyak untuk membuat gadis itu paham, seberapa dominan dirinya.

Sample kepemilikan yang akan selalu terukir di manapun yang Leon inginkan pada tubuh wanitanya.

"Aku menyesal tidak melakukannya sejak dulu," ujarnya sekali lagi dengan senyum yang semakin mengerikan.

Kali ini bayangan Luna merintih serta mengerang nikmat saat di bawah naungannya, membangkitkan rasa percaya diri Leon hingga berkali-kali lipat. Dibalik penolakan Luna, selalu ada pencapaian yang sempurna.

Tok tok!!

"Masuk!"

Leon segera membalik badan, bersamaan itu pintu didorong dari luar.

"Sudah saatnya Anda kembali, Tuan." Kendati tahu pasti Gerry—asisten sekaligus orang kepercayaan yang datang, ekspresi tidak suka tetap Leon tunjukkan. Ia merasa kesal, jika ada yang membuyarkan lamunannya tentang Luna.

"Apa mungkin Anda ingin salah satu dari mereka menemani Anda di apartemen?"

"Tidak!" tegas Leon menolak sesaat setelah duduk di kursi kebesarannya.

Selain terkejut, Gerry yang tidak menyangka akan mendapat jawaban secepat itu, mendesak satu alis.

"Aku akan kembali ke mansion." 

Kali ini pria yang jauh lebih muda dari Leon itu, hanya bisa mengulum senyum. Paham apa yang sebenarnya sang tuan inginkan. 

"Saya ikut senang, dengan menikah Anda bisa benar-benar menikmati hidup" Menatap datar sang asisten, Leon menumpu kedua tangan di atas meja. Tahu Gerry masih ingin berbasa-basi dengannya. "Saya juga berharap, semoga Leon junior segera hadir di tengah-tengah kalian."

"Kau menginginkan itu?" Mata Leon berubah memicing tajam, yang justru dibalas anggukan polos Gerry.

"Bukankah keturunan yang dinantikan setiap pasangan setelah menikah?"

"Kau tau apa tujuanku menikahi gadis itu, Gerry. Hentikan omong kosongmu dan segeralah pulang. Aku juga akan pulang sekarang."

Tidak berani menyanggah lagi, Gerry segera menunduk takzim "Kalau begitu saya permisi." 

Pria itu berbalik, lantas meninggalkan ruangan Leon. Dalam hati Gerry mengucap syukur, sekarang benar-benar  terbebas dari tugas menjenuhkannya. Menunggu Leon dengan wanitanya di penthouse sang majikan. Sampai ketika Leon mengatakan tidak menginginkan wanita-wanitanya lagi, Gerry bersorak girang dalam hati. Tidak menyangka tugas melelahkan itu telah berakhir.

Begitu pria berambut ikal itu hilang di balik pintu, Leon ikut berdiri lantas memastikan waktu lewat benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Setelah menyambar jas kerja yang tergantung di sudut ruangan—dekat meja kerja, Leon melangkah cepat menuju lift khusus yang akan membawanya langsung ke basement. Di mana mobil sport miliknya terparkir.

Dalam hitungan detik, kaki panjang Leon sudah meninggalkan lift yang juga kembali tertutup. Hanya butuh beberapa langkah, Leon sudah bisa memasuki Supercar Lamborghini Veneno hitam metalik miliknya. Mobil mewah keluaran terbaru itu mulai bergerak meninggalkan basement, dan begitu berada di jalan raya----Leon menambah kecepatan hingga di atas rata-rata. 

Memacu kendaraannya hingga bisa mendahului kendaraan lain, Leon hanya butuh hitungan menit untuk bisa sampai di depan gerbang tinggi menjulang—penghalang kemegahan mansion tiga lantai miliknya dari pandangan luar. 

Leon tidak butuh seseorang untuk membukakan gerbang raksasa tersebut. Lantaran mobil mewahnya sudah terpasang sensor yang bisa membuka gerbang secara otomatis.

"Selamat malam, Tuan." Pak Jang selalu siap menyambut. Bahkan ketika mobil Leon baru melewati pagar, pria baru baya yang selalu rapi itu sudah berdiri di beranda utama.

"Apa dia sudah tidur?"

"Sepertinya belum, jika dilihat dari lampu kamar yang masih menyala."

Leon hanya mengangguk samar, dan memilih segara memasuki mansion. "Tidak usah mengikutiku. Sudah waktunya Anda istirahat."

Kendati saat berbicara jangankan berhenti, menoleh ke belakang pun tidak Leon lakukan. Tapi Pak Jang tetap mengangguk takzim, sebelum akhirnya mengambil arah yang berbeda.

Demi mempersingkat waktu, meski memiliki langkah lebar dengan kaki yang panjang. Leon tetap memilih menggunakan lift menuju kamar utama di lantai dua. Sesampainya di depan pintu kamar yang tertutup, dengan tidak sabaran Leon langsung membukanya. Namun, saat menemukan Luna meringkuk di atas ranjang, Leon mendesak nafas sekali, dan menutup kembali pintu dengan perlahan. 

Berjalan pelan menuju walk in closet sambil melepas kancing jas serta kemejanya, Leon memilih membersihkan diri lebih dulu sebelum ikut berbaring di ranjang bersama wanitanya.

**********

Luna sudah bangun tetapi belum sepenuhnya membuka mata. Ia sangat ingin ke kamar mandi karena dorongan itu semakin mendesak. Akan tetapi saat sadar ada tangan besar melingkari pinggangnya, pun dengan sapuan hangat di ceruk leher—Luna membeku seketika. 

Leon pulang? 

Sebab, Luna sangat yakin tidurnya semalam sangat nyenyak. Sehingga tidak bisa mendengar pergerakan sekecil apapun dari pria itu yang kembali entah sejak kapan.

"Pergilah jika kau ingin ke kamar mandi."

Luna terhenyak ketika tiba-tiba mendengar suara serak Leon, begitu juga dengan belitan di pinggangnya yang sudah terlepas. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, sebelum pria itu berubah pikiran. Luna buru-buru meninggalkan ranjang. 

Tidak ingin berakhir mengenaskan lagi, lantaran Leon yang tidak pernah puas dengan tubuhnya. Terlebih harus kembali melewatkan sarapan seperti yang sering dialami, Luna sengaja berlama-lama di kamar mandi. 

Setelah menuntaskan hajatnya, Luna justru berendam dengan air hangat. Setidaknya ia butuh merilekskan tubuh serta otaknya agar tetap bisa berpikir waras menghadapi kegilaan Leon. 

"Aneh. Terbentur apa kepalanya semalam, dia membiarkan aku tidur sampai pagi. Apa mungkin dia sudah bosan denganku? Baguslah. Itu lebih baik. Dengan begitu aku bisa terbebas darinya."

"Mustahil!" 

Tidak hanya tersentak dengan suara berat Leon, Luna lebih terkejut lagi mengetahui pria itu sudah berdiri di dekat jacuzzi, dan sialnya tanpa mengenakan apapun. Luna spontan menyilangkan kedua tangan di dada.

"Cih! Untuk apa kau melakukan itu." Luna mendengus menyadari kemana arah pandang Leon. "Dengar! Sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Karena aku sudah mengikatmu. Mengikatmu kuat sampai kau akan lupa bagaimana cara melarikan diri lagi."

Luna segera memalingkan wajah. Selain kesal Leon menerobos masuk, Luna juga merutuki kebodohannya yang lupa mengunci pintu karena terburu-buru tadi. Tapi lebih dari itu, Luna juga sangat malu mengetahui milik Leon sudah berdiri menantang. Tampak gagah perkasa, dan sialnya mampu membuat miliknya di bawah sana berkedut-kedut. 

"Aku tahu kau juga mulai tergantung dengan tubuhku," lanjut Leon disertai senyum tipis yang sayangnya tidak Luna ketahui.

"Omong kosong!" sanggah Luna masih mempertahankan posisinya.

"Tatap aku jika kau tidak merasakan apapun saat melihatku setegang ini, Luna."

Tidak ingin Leon semakin besar kepala, Luna segera berpaling. Meski harus mendongak, Luna dengan berani menatap tajam manik hazel Leon. "Berbangga dirilah untuk sesuatu yang sudah kau renggut dariku. Tapi satu hal yang pasti, kau tidak akan bisa menyentuh hatiku."

"Kita lihat saja nanti!"

Related chapters

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   6. Naik pitam

    Tatapan marah Luna menghunus Leon yang kini duduk di hadapannya. Alih-alih membersihkan diri di bawah shower seperti yang selalu dilakukan, pria itu justru ikut masuk ke dalam jacuzzi. "Kenapa menatapku seperti itu? Kau menganggap hanya dirimu yang berhak menggunakan tempat ini?" Cukup sadar diri, Luna seketika bangkit. Tetapi Leon yang bahkan sudah menutup mata sebelumnya sambil menyandarkan kepala di bibir jacuzzi, dengan cepat menahan tangan Luna. "Lepas! Aku sudah selesai!" Luna menyentak tangan Leon. Tapi cengkraman pria itu tidak terlepas juga. "Lepas, aku bisa kedinginan." "Temani aku." "Tidak mau! Aku juga tidak mau ketinggalan waktu sarapanku lagi." Gerutuan Luna justru ditanggapi kekehan pelan oleh Leon. "Bukankah mandi bersamaku jauh lebih mengenyangkan daripada sarapan? Leon sengaja menggoda Luna yang langsung melotot tajam. "Dasar mesum!" ketus Luna bermaksud akan kembali menyentak tangan Leon lebih keras lagi. Tapi diduga ia justru tergelincir dan nyaris jatuh te

    Last Updated : 2024-03-01
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   7. Tersinggung

    Luna mengabaikan rasa asin di bibir bawah bagian dalam atas gigitannya sendiri. Ia juga tidak peduli seberapa dalam giginya tertancap di sana, dan memilih menahan rasa itu dengan menutup mulut rapat-rapat."Rupanya kau lebih suka aku paksa, hm?"Leon masih sangat brutal menghujam Luna dengan posisi berdiri. Mengangkat satu kaki Luna, dan diletakkan ke atas bahu pria itu. Kondisi yang sebenarnya nyaris membuat Luna hilang kesadaran.Namun, Luna gadis yang cukup keras kepala untuk mengakui kekalahannya. Memilih mempertahan ego, meski sebenarnya bernafas pun semakin sulit ia lakukan.."Hentikan! Kau benar-benar kotor," cicit Luna pada akhirnya."Kau yang memintanya dengan berani bermain-main denganku." Tiba-tiba Luna memekik tertahan. Secara mengejutkan Leon mengangkat dan menangkup bokongnya menggunkan kedua tangan, sebelum akhirnya kembali dihentak dengan kasar. "Kau menyakitiku," kata Luna pelan dengan tubuh masih terpantul-pantul. Ia nyaris mati jika Leon tidak juga berniat berhent

    Last Updated : 2024-03-01
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   8. Tetaplah bahagia

    "Karena itu kau menikahinya?" "Bukankah semua tetap harus sepadan?" Leon menarik ujung bibirnya hingga memunculkan seringai licik."Aku hanya berharap kau tidak pernah menyesal dengan keputusanmu sekarang.""Tidak akan."Menemukan gurat kecemasan di wajah tua pria yang ada di hadapannya itu, Leon tidak begitu saja terprovokasi. Memilih tetap menujukkan sikap tenang seperti yang selalu dilakukan. "Menginaplah untuk malam ini. Lizzie juga pasti menginginkannya.""Kau tahu jawabanku," singkat Leon yang langsung berdiri dari kursi. "Aku datang untuk mengurus bisnis, bukan menuruti keinginannya."Tuan Smith mendesak nafas kasar, tapi Leon tak acuh dengan memilih segera pergi. Bahkan ketika wanita cantik yang baru datang membawa nampan bermaksud berbasa-basi menyapa---Leon juga mengabaikannya. Tetap melangkah lebar menuju pintu utama."Apa dia baru saja datang?""Seperti yang kau pikirkan."Pandangan wanita itu beralih pada paper bag coklat yang ada di atas meja."Setidaknya dia selalu i

    Last Updated : 2024-03-01
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   9. Siapa dia?

    Waktu berlalu, dan tanpa terasa hari berganti begitu cepat. Duduk di kursi taman seorang diri, Luna belum berniat beranjak meski sudah sejak satu jam lalu ada di sana. Tidak tahu pasti apa yang sedang dipikirkan. Memandangi bunga-bunga bermekaran sedang bergoyang tertiup angin, tiba-tiba kehampaan menelungkup hati. Anehnya ada sekelumit rasa yang tidak bisa dijelaskan, tetapi begitu nyata dirasa. Tepatnya sejak terbangun pagi tadi, mendapati sisi samping masih tetap rapi seperti hari kemarin dan lusa. Mendadak timbul kesedihan yang tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Mungkinkah ia merindukan Leon?Tidak! Sisi hati Luna yang lain seketika menolak tegas. Rasa itu bukan tentang Leon yang bahkan tidak ada kabarnya sejak pergi satu minggu yang lalu. Kesedihan Luna lantaran teringat pertemuannya dengan Darma tempo hari. Yah! Itu yang sebenarnya terjadi.Mirisnya saat itu Darma tetap menganggapnya pembual. Seberapa keras ia sudah berusaha menjelaskan, tetap saja pria itu mengbabaikanny

    Last Updated : 2024-03-03
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   10. Melepasku

    "Jaga batasanmu, Ana!"Wanita itu mendengus, tetapi masih urung melakukan apa yang Leon perintahkan. Justru semakin mengeratkan kedua tangannya di leher pria itu."Aku berpikir semesta berpihak padaku dengan menurunkan hujan saat aku sampai di sini," ucapnya manja."Tidak ada gunanya kau bicara omong kosong!" ketus Leon menyentak kasar tangan Anastasya dari lehernya hingga terlepas. "Sekalipun hujan turun sepanjang malam, tidak akan terjadi apapun pada kita." Memilih menghindar dengan bangkit dari sofa, dan berjalan ke dekat jendela.Anastasya telah mengacaukan pikiran liarnya tentang Luna—gadis naif yang masih saja menginginkan pria lain. Tapi sayangnya telah mengusik benaknya sepanjang hari tadi. Kabar dari Pak Jang yang menjelaskan keadaan di sana aman terkendali pun, tak cukup membuatnya lega. Luna masih belum bisa ia tepikan dari benaknya, hingga kemunculan Anastasya yang tiba-tiba."Kenapa Le, kenapa kau selalu menolakku? Bukankah kita sudah pernah melakukannya sampai—""---tutup

    Last Updated : 2024-03-05
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   11. Sendiri lebih baik

    Berada di rooftop untuk pertama kalinya, Luna dibuat terheran-heran dengan fasilitas yang ada di tempat tersebut. Selain menutup setengah bagian atas mansion, tempat luas yang memiliki tangga penghubung ke taman samping itu terdapat lounge dengan beberapa sofa panjang, dan kolam renang bertingkat di sisi tepinya. Tidak hanya memiliki view yang memikat mata, dari ketinggi puluhan keter itu Luna juga bisa melihat landasan helikopter pribadi milik Leon yang ada tepat di sisi kanan mansion. Sedangkan saat Luna meluruskan pandangan, jalan menuju pantai dimana ia bermain jet ski bersama Darma kemarin terlihat sebagian, sebelum akhirnya tertutup pepohonan rimbun.Darma?Mengingat pria itu lagi, seketika melenyapkan kekaguman Luna pada keindahan yang ada. Detik berikutnya Luna memilih duduk di salah satu sofa panjang, menatap warna jingga yang kini menghiasi langit senja. Tampak indah, tapi sayang tak cukup menghibur hati yang kembali terperangkap perasaan yang sama. "Semisterius inikah takd

    Last Updated : 2024-03-09
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   12. Sadar diri, sadar posisi

    "Kalau begitu kurung saja aku seperti yang sebelumnya kau lakukan, dan letakkan lebih banyak lagi penjagaan di luar mansion untuk memastikan aku tidak bisa melewati pagar utama."Leon membeku, bukan karena terenyuh dengan nasib tragis yang pernah Luna alami selama terkurung di apartemennya dulu. Tetapi pria itu tengah menahan diri untuk tidak menampar atau bahkan mencengkram rahang Luna sekarang juga. Wanita itu terlalu berani menantangnya, alih-alih menjelaskan kemana saja dia pergi selama dirinya tidak ada."Kau ingin aku melakukan itu?""Bukankah apapun bisa kau lakukan? Untuk apa kau tanyakan lagi padaku."Luna sebenarnya ingin menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh telah menaruh kepercayaan terhadap Emma. Tidak memprediksikan jika pada dasarnya wanita itu tetaplah seorang pelayan yang akan lebih mematuhi perintah tuannya, daripada peliharaan sang tuan. Naasnya bagaimana bisa Luna begitu mudah terlena dengan senyum yang ditunjukan, dan menganggap itu bukti akan ketulusan Em

    Last Updated : 2024-03-10
  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   13. Menegangkan

    Sempat terkejut dengan suara klakson yang ditekan lama dari kendaraan lain, dan disusul teriakan Luna—Leon buru-buru turun. Tapi mendadak diam di tempat, karena ingin melihat apa yang akan terjadi setelah itu."Gadis bodoh!! Apa kau tidak bisa memperhatikan jalan sebelum menyebrang!" Tak kalah terkejut, Luna masih mematung dengan kedua tangan menutup telinga. Tidak hanya itu, ia bahkan menganggap dirinya sudah berada di alam yang berbeda."Hei! Apa kau tuli!!" Mendengar ada yang berteriak lagi, dan dirasa sangat dekat dengannya, perlahan Luna mulai membuka mata. Namun, ia yang linglung justru menatap nanar kedua kakinya yang nyaris bersentuhan dengan bumper depan mobil. Baru setelah itu ia dasar, jika di samping mobil tersebut berdiri seorang wanita dengan pakaian yang super seksi."Cih! Dasar kampungan! Apa seumur hidupmu tidak pernah melihat mobil mewah?" "Ma-maaf. Saya benar-benar minta maaf, N

    Last Updated : 2024-03-11

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   79. Perlu memastikan

    “Bukankah itu Max?” Leon terkejut begitu turun dari mobil, mengetahui keberadaan pria bertato hampir sekujur tubuh itu ada tidak jauh dari tempat pameran. Meski terhalang mobil-mobil para pengunjung, tapi Leon yakin tidak salah mengenali.Gerry yang sudah berdiri di samping Leon ikut memperhatikan arah yang sama, dan sepertinya juga menunjukan reaksi yang tidak jauh berbeda. Mustahil pria seperti Max mau repot-repot menunjukkan diri di tempat keramaian jika memang tidak ada yang diincar.“Oh sial!”Leon bergegas lari saat melihat Luna dari kejauhan. Gerry juga tak mau ketinggalan untuk ikut menyelamatkan sang nyonya.******Luna panik begitu sadar telah kehabisan peluru, sedangkan pria itu sudah semakin mendekati dirinya sambil memainkan pisau lipat milik Emma.“Kau pikir bisa lolos dariku?”“Kita tidak saling mengenal. Kenapa kau begitu ingin membunuhku?” Luna berkata gugup.Melihat pria itu belum menyerah untuk melukai Luna, tentu saja Emma tidak tinggal diam dengan menyambar satu p

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   78. Kembali diserang

    “Sepertinya nyonya belum datang.” Gerry ikut memperhatikan pengunjung yang melintas di depan mereka, dan ternyata tidak menemukan Luna ataupun Emma. “Saya akan memberitahu Emma jika Anda sudah menunggu.” Leon mengangguk setuju.Namun, sudah dua kali panggilan Emma tak juga menjawab.“Ada apa?” Leon melihat Gerry bolak-balik menempelkan ponsel ke telinga setelah memastikan layarnya.“Emma tidak menjawab, Tuan.”Leon lantas melirik arloji di pergelangan tangannya. Semalam Luna meminta izin hanya akan satu jam mengunjungi tempat itu, sedangkan sekarang sudah hampir lewat tiga puluh menit Luna belum juga terlihat datang. Sementara Emma malah mengabaikan panggilan Gerry. Leon merasa pasti ada yang tidak beres.“Tuan—”“--kita pergi sekarang.” Belum sempat Gerry menyelesaikan kalimatnya, Leon sudah lebih dulu pergi seraya memberi perintah.*******“Tetap diam di tempat kalian!” Pria itu memperingatkan semua orang. “Dan kau!” Beralih pada Emma yang juga masih bergeming. “Jangan coba-coba me

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   77. Bunga istimewa

    Tidak mudah mencari tahu kehidupan seorang Leon Smith. Kendati sudah bukan rahasia umum lagi pria itu memiliki kebiasaan bergonta-ganti wanita, tapi sampai detik ini belum ada yang tahu pasti siapa wanita yang sedang bersamanya dan memiliki hubungan khusus dengannya. Atau memang tidak pernah ada komitmen setia dalam diri pria seperti Leon.Selain Ayumi, ada beberapa wanita dari kalangan pebisnis maupun artis yang mengaku pernah memiliki hubungan dekat dengan Leon. Namun, Leon sendiri enggan menanggapi kabar tersebut. Tidak hanya sulit didekati, Leon juga terlalu dingin pada siapa saja, tak terkecuali para pemburu berita yang ingin mengulik kehidupan pribadinya.Sampai ketika berita kehamilan Ayumi mencuat ke publik, tidak sedikit yang menduga Leon lah ayah bayi itu. Pasalnya jika dihitung dari usia kehamilan Ayumi, dan hari dimana wanita itu menyebut dirinya tengah memiliki hubungan Leon. Untuk itu tidak heran jika Leon kandidat yang paling tepat."Belum diketahui dengan siapa dia tin

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   76. Mata-mata

    Hari sudah lewat tengah malam, tapi Luna belum juga bisa tidur setelah keluar dari ruang rahasia Leon dua jam lalu. Luna masih belum tenang memikirkan untuk apa Leon menyimpan senjata sebanyak itu. Belum lagi rasa penasaran akan rahasia Leon, benar-benar membuat Luna terus memikirkannya."Aku ragu kematian Nyonya Lauren ada hubungannya dengan Pak Jang. Dilihat bagaimana sikap Leon begitu menghormati Pak Jang, sepertinya semakin tidak mungkin." Lelah hanya duduk bersandar di ranjang, Luna memilih bangkit lantas berjalan mendekati pintu balkon."Lalu bagaimana dengan Kak Emma? Bukankah mereka berteman?"Pertanyan itu masih saja mengusik Luna, sebagaimana yang ia ketahui, Emma dan Leon bahkan sudah berteman sejak remaja. "Astaga! Atau jangan-jangan dia?"Tiba-tiba saja Luna merasakan panas di sekujur tubuh. Pendingin ruangan seakan tidak mampu menghalau rasa panas yang sekarang menjalar hingga pembuluh darah. Luna lantas membuka satu daun pintu kaca, demi mendapat udara dari luar. "Te

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   76. Bimbang

    Luna jadi tahu apa fungsi ruang rahasia Leon. Digunakan untuk penyimpanan senjata-senjata mematikan. Ternyata selain dingin dan menyebalkan—Leon memiliki hobi diluar nalar manusia dengan menjadi kolektor senjata api."Apa dia segila itu?" Belum hilang keheranan Luna atas apa yang dilihatnya.Pemikiran sederhana Luna belum bisa memahami untuk apa Leon menyimpan senjata sebanyak itu, dengan jenis yang sama."Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan setelah aku mengetahui semua ini." Luna kembali bermonolog. "Yang terpenting aku harus bisa membuatnya tunduk, dan menuruti apa saja yang aku inginkan." Untuk pertama kali seringai licik muncul di ujung bibir Luna, mengingat rencana yang sudah tersusun rapi di kepala. Kali ini Luna harus berhasil, lantaran tidak hanya untuk keselamatan dirinya, melainkan juga seseorang yang sampai saat ini masih sering ia khawatirkan. Sadar tidak bisa pergi dari jalan manapun, Luna mulai berpikir cerdas dalam menentukan sikap. Jika tidak bisa melepaskan diri

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   75. Hal tak terduga

    Luna sudah berdiri di depan pintu ruang rahasia Leon. Setelah mendorongnya, dan terbuka, Luna tidak langsung masuk. Melainkan mencari tahu bagaimana bisa membuka pintu itu lagi ketika dirinya sudah ada di dalam. "Apa mungkin ada tombol tertentu di dalam?" Luna dilema. Masih sangat takut untuk masuk lagi. Tapi juga tidak bisa menunda waktu demi menuntaskan rasa ingin tahunya. Luna harus bergerak cepat sebelum Leon kembali.**********Leon mengendarai sendiri kendaraan roda empatnya. Setelah menyelesaikan pekerjaannya bersama Gerry. Leon memutuskan memutar arah untuk menuju suatu tempat.Suara mesin mobil Leon berdengung sangar, saat membelah jalanan yang sepi di bawah naungan langit cerah. Cepatnya laju kendaraan setara angin beliung yang bisa menyapu jalanan ketika melintas. Leon yang sudah tidak sabar ingin segera sampai tujuan, tidak mengurangi kecepatan sedikitpun meski kondisi jalan menikung. Tak ayal lantaran ketidak sabarannya itu, mobil Leon sempat menabrak pembatas jalan, lan

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   74. Penasaran

    "Aku bosan di dalam." Sebelum Emma bertanya, Luna lebih dulu menjelaskan. "Terkadang saya juga suka duduk disini untuk sekedar menikmati malam, Nyonya." Emma ikut duduk di kursi seberang Luna. "Melihat langit saat malam hari memberi saya ketenangan." Luna balas tersenyum ringan. Apa yang Emma katakan memang benar, baru saja beberapa menit ada disana, Luna merasa suasana hatinya sedikit membaik. Tidak hanya itu, sejenak Luna juga bisa mengalihkan keingintahuannya akan rahasia Leon. Tapi sayangnya, ketika menatap langit bertabur bintang, mendadak Luna mengingat satu orang yang paling dirindukan. Ibu. Sosok yang paling berpengaruh dalam hidup Luna sampai akhirnya takdir memaksa mereka untuk perpisah. Namun, kendati demikian, Luna merasa sosok itu akan selalu ada di hati serta ingatannya. "Apa benar, setelah meninggal orang bisa melihat kita dari atas sana?" Emma terhenyak, meski tak ayal ikut mendongak. Sejenak Emma berpikir, lantaran belum memiliki jawaban yang tepat. "Saya

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   73. Wanita itu

    "Kau sudah terlalu banyak bicara, Luna. Aku tidak suka itu." Tidak bisa disangkal lagi, memang ada rahasia yang sengaja Leon tutupi. Luna hanya semakin penasaran meski tahu itu bukan urusannya."Kau cuma perlu menjadi istri yang baik, hanya itu."Seharusnya Luna paham, sekalipun hubungan mereka membaik, tetap ada batasan yang harus dipatuhi. Mendapat pengecualian untuk bisa bergerak bebas kemanapun, baik luar maupun dalam mansion, bukan berarti Luna juga berhak mengetahui apa yang Leon rencanakan, juga apa yang menjadi tujuan utamanya selama ini."Segeralah turun untuk sarapan," kata Luna lantas melangkah pergi.Leon tidak menjawab, hanya masih menatap datar kepergian Luna. Sampai kemudian perhatiannya teralihkan oleh suara panggilan dari ponselnya yang ada di atas meja kerja. Leon segera mendekat untuk memastikan siapa yang menelpon."Ada apa?" ujarnya begitu sambungan terhubung."Wan

  • Pemuas Hasrat Tuan Majikan   71. Ratu di hatimu

    "Apa dia akan baik-baik saja? Aku lihat lukanya lumayan dalam." Bruri benar-benar khawatir sesuatu yang buruk bisa saja terjadi, setelah dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat pria itu menggores lengan yang terbungkus jaket kulit, hingga darah segar merembes keluar."Dia sendiri yang menolak dibawa ke rumah sakit. Aku bisa apa." Darma tidak mau disalahkan setelah niat baiknya ditolak tegas.Berdiri di samping Darma yang sedang mengaduk kopi, Bruri kembali memperhatikan Emma yang duduk sendiri di kursi."Setidaknya lakukan sesuatu agar lukanya tidak infeksi. Jika terjadi sesuatu padanya, kita juga dalam masalah."Alih-alih menanggapi kecemasan Bruri, selesai mengaduk dan meletakkan dua gelas kopi di atas nampan, Darma lantas mengangkat nampan tersebut menggunakan kedua tangan. "Milikmu aduk sendiri," ujarnya memberitahu sebelum berlalu."Baiklah. Kopi hitam di pagi hari memang selalu dinanti," celoteh Bruri setelah sempat mendesak nafas sekali."White kopi untukmu. Maaf hanya ini y

DMCA.com Protection Status