Tak!
"Itu fotonya," ujar seorang Lelaki pada orang bayarannya. Menatap dua lelaki yang berbadan kekar di depannya ini."Hanya dua anak kecil?" Salah satu pria itu bertanya kemudian tersenyum remeh. "Ini tugas yang gampang," lanjutnya.Lelaki itu mengangguk sambi bersedekap. "Tapi, kalian jangan menganggap mereka hanya anak kecil. Mereka ini sangat cerdas, jangan sampai kalian dikelabui oleh mereka," pesannya."Gampang, mah. Pak Bos tinggal percayakan ini sama kita.""Baiklah. Kalau begitu, mereka berdua harus ada di ruangan ini besok. Kalian paham?" Lelaki itu berujar lagi."Paham Pak Bos." Dua pria tadi langsung berdiri. Mengambil sebuah amplop yang berisikan uang muka untuk tugas mereka. Pokoknya jangan lupa bayaran kami lagi setelah kerjaan kita selesai," sambungnya."Kalian tenang saja." Lelaki itu mengangkat dagunya tinggi-tinggi.Setelah dua pria berbadan kekar tadi keluar. Lelaki tadi pun tertawa pelan. "Hanin merasakan pusing yang teramat di kepalanya. Perlahan dia mencoba membuka matanya yang terasa berat, sehingga matanya terbuka sempurna. Barulah dia sadar kalau dia sedang berada di tempat asing."Kau sudah sadar? Syukurlah." Hanin langsung menoleh ke asal suara itu. Dia begitu lega karena tahu kalau dirinya tidak sendirian di ruangan pengap ini."Hanan..., kita ada di mana?" tanyanya, takut melihat ruangan ini begitu gelap. Hanya ada pencahayaan dari jendela kecil di atas mereka."Aku juga tidak tahu," gumam Hanan. "Kita sudah diculik sama dua penjahat tadi." Dia menghela napas gusar. Dia takut kalau orang tua mereka khawatir karena mereka belum pulang. Terutama Mommy mereka yang panikan orangnya."Hanan, aku mau pulang," rengek Hanin. Hanin baru sadar kalau tangan dan kakinya terikat. Kedua tangannya terikat pada tembok dan Hanan pun sama. Keduanya saling membelakangi dengan posisi sama-sama terikat."Tenanglah. Aku sedang memikirka
Kabar penculikan si kembar pun sudah terdengar oleh guru-guru yang saat itu baru selesai rapat. Pun, Kalandra langsung mewawancarai satpam yang terdapat pingsan di posnya. Kala tidak tinggal diam, dia langsung meminta satpam itu menceritakan semuanya dan kenapa juga dia pingsan. Sementara kepala sekolah meminta maaf atas keteledoran mereka."Saya minta maaf, Tuan Abian. Semua guru tadi ikut rapat dan tidak mengetahui kejadian ini. Saya juga tidak menyangka kalau penculiknya langsung menyerang satpam sehingga penculikan ini tidak terelakkan lagi," sesal sang Kepala Sekolah.Abian mengembuskan napas kasar, kalau sudah panik begini dia harus sedikit rileks agar bisa berpikir jernih. Ini juga bersangkut paut dengan nyawa darah dagingnya. "Periksa cctv, ya, Kala!" Suruh Abian lagi setelah Kala selesai mendengarkan penjelasan satpam. Yang katanya tiba-tiba di serang orang tidak di kenal hingga dia jatuh pingsan karena belakang kepalanya di pukul keras.Abian ber
"Kenapa Tuan?""Arifin dalang dibalik semua ini. Dan, kau tahu alamat ini aku dapat darinya. Tapi, kenapa berbeda dengan alamat yang kau dapatkan? Apa kau sudah mencari dengan benar, Kala?" tanya Abian penuh selidik."Sudah Tuan. Tuan bisa lihat di cctv ini kalau mobilnya masuk ke dalam halaman rumah yang berlantai satu. Setahu saya rumah itu sudah lama tidak berpenghuni Tuan." Kala menjelaskan serinci mungkin. "Dan, alamat yang Tuan dapat ini malah ke arah restoran yang baru di buka, memang tempatnya pelosok," sambungnya."Berani sekali Arifin sialan itu menipuku," gumam Abian. Kali ini dia tidak dapat memberi maaf lagi. Arifin memang bermain dengannya."Baiklah!" Abian mengusap dagunya pelan. "Kau pergi ke tempat si kembar dan selamatkan mereka. Sedangkan aku akan pergi menemui Arifin. Aku percayakan si kembar dengan mu, jangan sampai mereka kenapa-napa, kau paham?" Abian menatap asistennya itu penuh peringatan.Kalandra langsung mengan
Hanan menelan ludahnya kasar saat melihat tanah di bawah mereka. Pasti mereka akan mengeluh sakit kalau nekat melompat, tapi tidak ada cara lain untuk kabur."Aku lompat duluan, setelah itu baru kau menyusul, paham ?" Hanan menatap kembarannya itu serius."Paham." Hanin mengangguk.Hanan memejamkan matanya ketika melompat ke bawah, menahan sakit di seluruh tubuhnya karena dia terjatuh ke tanah yang keras. Tapi, dia tidak menunjukkan rasa sakitnya sama sekali, karena tidak mau membuat Hanin menangis. Hanin itu hatinya lembut, tidak mau melihat orang tersayangnya cidera."Sekarang lompatlah! Aku akan menangkapmu," suruh Hanan, menengadahkan kedua tangannya ke atas.Hanin pun segera melompat. Karena bobot tubuh Hanin sedikit lebih berat darinya, Hanan pun tak bisa mengimbangi, sehingga Hanin jatuh menimpa tubuhnya."Hanan!" Hanin memekik kuat. "Maafkan aku! Kau pasti kesakitan," lirih Hanin, air matanya sudah hampir keluar.
Hanan menoleh ke belakang dengan raut wajah panik. " Terus lari, Hanin! Mereka mengejar kita!" desaknya. Hanin pun semakin berusaha memacu larinya, walau sedikit pincang kakinya sekarang. Betisnya yang luka itu sakitnya bukan main-main, salahkan dia yang tidak hati-hati dalam mengambil pecahan kaca itu. Rasa nyeri itu tidak tertahan lagi, Hanin mau mengeluh lagi, tapi dia juga tahu kalau Hanan terluka juga. Jadi, mereka harus sama-sama kuat untuk satu sama lain.Saat Hanan sibuk menoleh ke belakang untuk memastikan penjahat yang mengejar mereka. Sebuah mobil datang dari arah depan dan hampir saja menabrak mereka berdua. Hanin yang melihat mobil yang mendekat mereka pun berteriak kencang, sehingga Hanan kembali menoleh ke depan. Jantungnya berpacu cepat melihat mobil itu, dia langsung menarik Hanin untuk melindungi adiknya itu.Namun, tiba-tiba mobil itu mengerem, dan tidak jadi menabrak mereka. Hanin sudah memejamkan matanya erat, jantungnya berdegup kencang sebab
"Putra Daddy hebat." Abian mengusap puncak kepala Hanan. Hanya mereka di ruangan ini sementara Flora sedang menemani Hanin di kamar mandi. "Paman Kalandra sudah menceritakan semuanya sama Daddy," sambungnya.Hanan hanya tersenyum tipis dengan bibirnya yang masih sedikit pucat itu."Setelah ini Daddy akan memasukkan mu ke les privat bela diri. Agar kamu bisa menjaga adikmu ke depannya. Daddy sangat bangga denganmu, Nan. Kamu memang putra Daddy," ujarnya."Hanan ingat saat Daddy bilang, kalau seorang Kakak itu harus melindungi adiknya. Dan, Hanan sudah melakukan hal itu. Tapi, Hanan minta maaf karena Hanin sempat terluka," sesalnya.Abian menggeleng pelan. "Tidak masalah. Sekarang kalian sudah aman. Dan, Daddy berjanji kalau kejadian ini untuk pertama dan terakhir kalinya. Daddy akan menjaga kalian 24 jam. Karena itu sudah tugas Daddy," terangnya, kembali mengusap puncak kepala Hanan."Tapi, siapa Om yang menculik kami ini, Dad? Apa Daddy k
"Jadi, Mas Arifin pelakunya Mas?" Flora mematung melihat mantan suaminya terduduk di sebuah kursi dengan raut wajah frustrasi. Detik berikutnya wajah itu terlihat menegang kala melihat kedatangannya dengan Abian.Abian bergumam pelan. "Ya, dia orangnya. Kamu tenang saja, sayang. Masalah ini akan aku tuntaskan sampai dia mendapatkan hukuman setimpal karena sudah berani menculik anak kita, walaupun itu saudara ku sendiri." Abian mengusap bahu istrinya. "Kamu ingin temui dia?. Aku malas berhadapan dengannya lagi," suruh Abian. Dia lebih menunggu di tempatnya sekarang daripada ikut ke sana.Flora menatap Abian sejenak kemudian mengangguk pelan. Dia tidak takut menghadapi lelaki itu karena ada Abian yang memantaunya. Flora perlahan berjalan ke arah Arifin. Tapi, Arifin malah berdecih sinis kala melihat kehadirannya."Untuk apa kau ke sini? Mau menertawakan diriku?!" ujarnya.Flora tersenyum miring kemudian bersedekap. Lantas duduk di hadapan Arifin. "A
Abian akan menghadapi ibu hamil untuk kesekian kalinya. Di kehamilan pertama Flora begitu manja padanya. Maka kali ini dia juga akan menepati janjinya untuk menikmati semua momen menghadapi momen kehamilan Flora.Namun, semuanya tidak semudah yang dia kira. Saat mengidam, Flora akan meminta aneh-aneh. Pernah saat itu, Flora menyuruh Abian memanjat pohon toge. Nah, yang dibingungkan, bagaimana Abian bisa memanjat pohon toge itu? Kalau pohon mangga tadi, Abian tidak masalah sama sekali, dia akan menuruti permintaan Flora itu langsung.Saat hendak menjelaskan bagaimana dia memanjat pohon toge. Tak di kira, Flora malah marah padanya dan mogok bicara dengannya selama satu harian penuh. Membuat Abian uring-uringan tidak jelas dan saksinya adalah Kalandra. Untungnya besok paginya, Flora mau berbicara padanya, meminta di buatkan sarapan pagi dari tangannya sendiri. Mana mungkin Abian menolak, maka setelah membasuh wajahnya, Abian pun langsung turun ke bawah untuk memasak,