"Kenapa Tuan?"
"Arifin dalang dibalik semua ini. Dan, kau tahu alamat ini aku dapat darinya. Tapi, kenapa berbeda dengan alamat yang kau dapatkan? Apa kau sudah mencari dengan benar, Kala?" tanya Abian penuh selidik."Sudah Tuan. Tuan bisa lihat di cctv ini kalau mobilnya masuk ke dalam halaman rumah yang berlantai satu. Setahu saya rumah itu sudah lama tidak berpenghuni Tuan." Kala menjelaskan serinci mungkin. "Dan, alamat yang Tuan dapat ini malah ke arah restoran yang baru di buka, memang tempatnya pelosok," sambungnya."Berani sekali Arifin sialan itu menipuku," gumam Abian. Kali ini dia tidak dapat memberi maaf lagi. Arifin memang bermain dengannya."Baiklah!" Abian mengusap dagunya pelan. "Kau pergi ke tempat si kembar dan selamatkan mereka. Sedangkan aku akan pergi menemui Arifin. Aku percayakan si kembar dengan mu, jangan sampai mereka kenapa-napa, kau paham?" Abian menatap asistennya itu penuh peringatan.Kalandra langsung menganHanan menelan ludahnya kasar saat melihat tanah di bawah mereka. Pasti mereka akan mengeluh sakit kalau nekat melompat, tapi tidak ada cara lain untuk kabur."Aku lompat duluan, setelah itu baru kau menyusul, paham ?" Hanan menatap kembarannya itu serius."Paham." Hanin mengangguk.Hanan memejamkan matanya ketika melompat ke bawah, menahan sakit di seluruh tubuhnya karena dia terjatuh ke tanah yang keras. Tapi, dia tidak menunjukkan rasa sakitnya sama sekali, karena tidak mau membuat Hanin menangis. Hanin itu hatinya lembut, tidak mau melihat orang tersayangnya cidera."Sekarang lompatlah! Aku akan menangkapmu," suruh Hanan, menengadahkan kedua tangannya ke atas.Hanin pun segera melompat. Karena bobot tubuh Hanin sedikit lebih berat darinya, Hanan pun tak bisa mengimbangi, sehingga Hanin jatuh menimpa tubuhnya."Hanan!" Hanin memekik kuat. "Maafkan aku! Kau pasti kesakitan," lirih Hanin, air matanya sudah hampir keluar.
Hanan menoleh ke belakang dengan raut wajah panik. " Terus lari, Hanin! Mereka mengejar kita!" desaknya. Hanin pun semakin berusaha memacu larinya, walau sedikit pincang kakinya sekarang. Betisnya yang luka itu sakitnya bukan main-main, salahkan dia yang tidak hati-hati dalam mengambil pecahan kaca itu. Rasa nyeri itu tidak tertahan lagi, Hanin mau mengeluh lagi, tapi dia juga tahu kalau Hanan terluka juga. Jadi, mereka harus sama-sama kuat untuk satu sama lain.Saat Hanan sibuk menoleh ke belakang untuk memastikan penjahat yang mengejar mereka. Sebuah mobil datang dari arah depan dan hampir saja menabrak mereka berdua. Hanin yang melihat mobil yang mendekat mereka pun berteriak kencang, sehingga Hanan kembali menoleh ke depan. Jantungnya berpacu cepat melihat mobil itu, dia langsung menarik Hanin untuk melindungi adiknya itu.Namun, tiba-tiba mobil itu mengerem, dan tidak jadi menabrak mereka. Hanin sudah memejamkan matanya erat, jantungnya berdegup kencang sebab
"Putra Daddy hebat." Abian mengusap puncak kepala Hanan. Hanya mereka di ruangan ini sementara Flora sedang menemani Hanin di kamar mandi. "Paman Kalandra sudah menceritakan semuanya sama Daddy," sambungnya.Hanan hanya tersenyum tipis dengan bibirnya yang masih sedikit pucat itu."Setelah ini Daddy akan memasukkan mu ke les privat bela diri. Agar kamu bisa menjaga adikmu ke depannya. Daddy sangat bangga denganmu, Nan. Kamu memang putra Daddy," ujarnya."Hanan ingat saat Daddy bilang, kalau seorang Kakak itu harus melindungi adiknya. Dan, Hanan sudah melakukan hal itu. Tapi, Hanan minta maaf karena Hanin sempat terluka," sesalnya.Abian menggeleng pelan. "Tidak masalah. Sekarang kalian sudah aman. Dan, Daddy berjanji kalau kejadian ini untuk pertama dan terakhir kalinya. Daddy akan menjaga kalian 24 jam. Karena itu sudah tugas Daddy," terangnya, kembali mengusap puncak kepala Hanan."Tapi, siapa Om yang menculik kami ini, Dad? Apa Daddy k
"Jadi, Mas Arifin pelakunya Mas?" Flora mematung melihat mantan suaminya terduduk di sebuah kursi dengan raut wajah frustrasi. Detik berikutnya wajah itu terlihat menegang kala melihat kedatangannya dengan Abian.Abian bergumam pelan. "Ya, dia orangnya. Kamu tenang saja, sayang. Masalah ini akan aku tuntaskan sampai dia mendapatkan hukuman setimpal karena sudah berani menculik anak kita, walaupun itu saudara ku sendiri." Abian mengusap bahu istrinya. "Kamu ingin temui dia?. Aku malas berhadapan dengannya lagi," suruh Abian. Dia lebih menunggu di tempatnya sekarang daripada ikut ke sana.Flora menatap Abian sejenak kemudian mengangguk pelan. Dia tidak takut menghadapi lelaki itu karena ada Abian yang memantaunya. Flora perlahan berjalan ke arah Arifin. Tapi, Arifin malah berdecih sinis kala melihat kehadirannya."Untuk apa kau ke sini? Mau menertawakan diriku?!" ujarnya.Flora tersenyum miring kemudian bersedekap. Lantas duduk di hadapan Arifin. "A
Abian akan menghadapi ibu hamil untuk kesekian kalinya. Di kehamilan pertama Flora begitu manja padanya. Maka kali ini dia juga akan menepati janjinya untuk menikmati semua momen menghadapi momen kehamilan Flora.Namun, semuanya tidak semudah yang dia kira. Saat mengidam, Flora akan meminta aneh-aneh. Pernah saat itu, Flora menyuruh Abian memanjat pohon toge. Nah, yang dibingungkan, bagaimana Abian bisa memanjat pohon toge itu? Kalau pohon mangga tadi, Abian tidak masalah sama sekali, dia akan menuruti permintaan Flora itu langsung.Saat hendak menjelaskan bagaimana dia memanjat pohon toge. Tak di kira, Flora malah marah padanya dan mogok bicara dengannya selama satu harian penuh. Membuat Abian uring-uringan tidak jelas dan saksinya adalah Kalandra. Untungnya besok paginya, Flora mau berbicara padanya, meminta di buatkan sarapan pagi dari tangannya sendiri. Mana mungkin Abian menolak, maka setelah membasuh wajahnya, Abian pun langsung turun ke bawah untuk memasak,
Kabar baik. Menjelang siang Flora sudah berhasil melakukan persalinan dengan lancar. Keluarga baru Abian sudah lahir ke dunia ini dengan selamat. Bayi berjenis kelamin laki-laki dengan bobot tubuhnya 3,9 kilogram dan lahir dengan normal.Flora menatap haru bayinya yang begitu rakus menyedot sumber asinya untuk pertama kalinya. Di sampingnya selalu ada Abian. Jangan ditanyakan bagaimana kondisi Abian sekarang, setelan baju kerjanya sudah acak-acakan begitu juga dengan rambutnya yang berantakan sebab dia menjadi tempat lampiasan Flora tadi saat menahan sakit yang begitu luar biasa untuk melahirkan buah hati mereka. Lalu tangan kanan Abian yang penuh cakaran Flora, tapi Abian tidak mempersalahkan sama sekali."Terima kasih, sayang." Dan, dia malah tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Flora.Flora hanya tersenyum haru sambil mengangguk. Sementara Abian mengecup dahinya dengan penuh kasih sayang. "Dia sangat tampan," lirih Abian, mengusap pipi kec
"Kalian dulu jalannya. Tante agak ribet bawa ini." Santi mengeluh dalam hati karena banyak belanjaan yang dia bawa siang ini, kebetulan dia baru pulang dari mall untuk berbelanja hadiah yang akan dia berikan pada adik si kembar. Dan, sekali jalan, dia pun menjemput si kembar dari sekolah."Tante, sih, kenapa banyak belanjaannya." Hanin berjalan di depan bersama Hanan."Mau Hanan bantu, Tante nggak ngasih," tambah Hanan lagi."Nggak, nggak." Santi menggeleng tegas. "Tante cantik kalian ini kuat sekali kok. Ini hadiah dari Tante untuk adik kalian, lho," sambungnya.Hanin menggembungkan pipinya. "Jadi, adik bayi itu enak, ya? Dari kemarin dia dapat hadiah terus," ujarnya. Kemudian menoleh menatap Hanan. "Apa waktu bayi, kita di gitukan juga? Di beliin banyak hadiah sama orang-orang?" tanyanya.Hanan mengangkat bahunya, tanda dia tidak tahu. "Ya, mana aku tahu. Pas bayi aku nggak ingat apa pun," balasnya.Sedangkan Santi tertawa geli
Sore harinya Flora sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Hanya mereka bertiga saja yang pulang, sementara si kembar dan keluarga lainnya sudah menunggu di rumah karena ada tamu spesial untuk Flora. Dan, wanita itu belum tahu kalau Adidjaya sudah tiba di rumah mereka. Kalandra yang menjemput Adidjaya atas suruhan Abian."Hati-hati, sayang." Abian membukakan pintu mobil untuk Flora. Meletakkan tangannya di atas pinggiran mobil agar tak melukai kepala Flora nantinya. Flora pun segera keluar dengan gerakan perlahan dengan Hendra di dalam gendongannya sedang tidur pulas. Ya, kebanyakan bayi lebih suka tidur, kan?Setelah itu Abian mengambil tas yang berisi pakaian kotor dan keperluan bayi Hendra yang digunakan selama di rumah sakit. Lalu keduanya berjalan menuju depan pintu rumah yang masih tertutup rapat. Lantas Abian pun memencet bel rumahnya, tak berapa lama setelah itu di bukakan oleh Jingga."Selamat datang, Tuan, Nyonya." Jingga tersenyum lebar. Abian p