"Mau pergi ke suatu tempat, sayang?" Tawar Abian pada Flora.
"Tidak, aku capek. Gak tahu ini badan kok rasanya capek terus padahal aku gak ada ngerjain apa-apa. Cuma beres-beres doang." Ucap wanita itu sambil menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Rasanya benar-benar lelah, padahal dia tidak melakukan apapun kecuali beres-beres rumah saja. Itupun biasanya tidak terlalu lelah."Istirahat, kamu gak boleh capek-capek, sayang. Kita akan menikah sebentar lagi, jadi siapkan tubuhmu. Kalau bisa, rawat milikmu dengan baik biar Mas makin gemes." Goda Abian yang membuat Flora tertawa."Biar gemes katanya? Sekarang aja kamu udah gemes sama aku kan, Mas?""Banget, sayang.""Tapi tumben udah dua minggu ini, kamu gak merengek meminta jatah. Biasanya setiap malam selalu minta jatah." Ucap Flora. Memang, sudah cukup lama Abian tidak meminta jatah malamnya dan itu membuat Flora heran sendiri, selain itu juga dia merindukan saat tubuhnya di manjakan oPlak..Flora dan Abian menoleh, dia menatap seseorang yang berdiri di depan mereka. Seorang pria dengan tatapan tajam penuh amarah, dia menatap Flora dan Abian dengan tajam seolah ingin mengoyak mangsanya. Di tangannya, dia memegang sebuah balok kayu yang di yakini Flora kalau dengan benda itulah dia memukul kepala Abian."Apa yang kau lakukan hah?""Kau bertanya? Harusnya kau sudah tahu jawabannya, Flora. Ini hukuman untuk kalian berdua karena ternyata selama ini kalian berdua telah menghianatiku!" Ucap Arifin penuh penegasan. Ya, pria yang datang membawa onar itu adalah Arifin."Kau yang memulai lebih dulu, aku hanya membalas!" Jawab Flora dengan berani, dia membalas tatapan tajam pria itu dengan marah. Dia marah bukan karena tamparan pria itu, tapi karena dia juga melukai Abian."Kau benar-benar pria yang tidak tahu malu, Arifin, Kau sudah menyia-nyiakan aku, lalu sekarang kau datang seolah disini aku yang bersalah? Aku tidak habis pik
"Lho, Abi kamu kenapa?" Tanya Santi saat melihat wajah Abian babak belur dengan perban di kepalanya."Di pukuli Arifin." Jawab Flora. Dia mengantarkan Abian pulang ke rumahnya karena khawatir dengan keadaan prianya itu. Memang dia mengatakan kalau dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir atau cemas, tapi tetap saja yang namanya wanita kan? Pikirannya pasti tidak akan tenang jika tidak melihatnya secara langsung."Astaga, Ibu.." Teriak Santi yang membuat Ranti langsung keluar ketika mendengar teriakan Santi dari arah luar.Wanita paruh baya itu menutup mulutnya dengan tangan begitu melihat keadaan putranya yang terlihat kacau. Belum lagi, disana ada mantan menantunya yang wajahnya juga lebam, seperti bekas tamparan."Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa bisa begini?" Tanya Ranti sambil meraba wajah Flora yang memerah, sekarang telah berubah membiru."Tadi Mas Abi nganterin Flora, soalnya kita bertiga habis ketemu buat diskusi toko kue aku,
"Abi, belum tidur?" Tanya Ranti sambil duduk di samping putranya."Belum, Bu. Kepala Abi pusing.""Sini, tiduran disini. Sudah lama kamu gak tidur disini, Nak. Padahal, dulu ini adalah tempat favoritmu untuk mengeluh." Ucap Ranti sambil menepuk-nepuk pahanya, biasanya Abian jika lelah atau memiliki banyak masalah, dia akan bermanja disana sambil bercerita tentang banyak hal.Abian menatap sang ibu, dia sudah lama tidak melakukan kebiasaan ini. Dia lupa kalau ada tempat yang paling menenangkan selain Flora dan rumah, dia masih memiliki pangkuan ibunya, ini adalah tempat yang paling nyaman, tempat dia pulang."Ibu..""Kemarilah, Nak. Ibu tahu bebanmu sangat berat." Lirih Ranti lalu memeluk putranya. Tidak terasa kalau sekarang, putranya sudah dewasa, padahal rasanya baru kemarin dia menggendong dan menyusui Abian yang tengah rewel setelah imunisasi, tapi sekarang Abian sudah dewasa dan tumbuh menjadi anak yang sangat membanggakan.
Di kamar, Abian menjambak rambutnya sendiri. Dia merasa frustasi karena mengetahui sebab musibah kepergian saudarinya itu. Kesedihannya belum usai, hingga luka itu terasa kembali terbuka ketika mendapatkan kenyataan pahit hari ini."Mbak, banyak sekali luka yang kau tinggalkan sejak kepergianmu. Bisakah kau beristirahat dengan tenang sedangkan pelaku keji yang telah membuatmu seperti ini masih berkeliaran bebas di luaran sana?" Gumam Abian sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ada banyak teka teki yang di tinggalkan oleh Winda selepas kematiannya."Siapa pria itu, Mbak? Darimana aku harus mencari pria brengsek itu,Mbak? Tolong beri aku petunjuk, dia harus di hukum dengan setimpal."Malam harinya, acara doa bersama pun di mulai. Tapi Abian tidak terlihat sama sekali, jelas itu membuat Flora khawatir. Dia takut kalau pria itu akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri karena keadaannya sangat memungkinkan. Dia tengah berduka saat ini
Brak..Pintu terbuka, bahkan engsel pintunya sampai terlepas dari tempatnya. Abian dan Flora kompak menatap kedatangan seorang pria yang dia benci, sama halnya seperti Abian, dia menatap tidak percaya ke arah pria yang kini berdiri di ambang pintu dengan wajah memerahnya."Kalian mengotori rumah ini dengan ulah bejat kalian!" Teriaknya penuh emosi, membuat Abian beranjak dari duduknya. Dengan langkah sedikit pincang, pria itu berjalan dengan langkah santainya ke arah pria yang tengah meledakkan amarahnya."Lalu, bagaimana denganmu?""Berani sekali kau berselingkuh dengan Flora? Dia istriku!""Mantan istri. Jangan lupa akan hal itu, Arifin!" Balas Abian tak mau kalah, keduanya sama-sama di penuhi emosi yang menggebu-gebu."Tetap saja, kau sudah mengotori rumah ini dengan perbuatan bejatmu itu.""Aku? Bejat? Lalu apa kabar denganmu? Kau pikir, kau suci? Ngaca, Arifin!" Tegas Abian sambil tersenyum smirk, membuat pria itu s
"Selamat malam, kami dari pihak kepolisian. Apa benar ini rumah saudara Arifin?""Benar, saya ibunya.""Kami mendapat tugas untuk menangkap saudara Arifin sebagai tersangka kasus penggelapan dana perusahaan senilai dua puluh milyar rupiah dan keringanan yang di berikan sudah jatuh tempo." Ucap polisi sambil menunjukkan surat bukti penangkapan.Ranti tidak bisa menghalangi saat pihak polisi itu masuk ke dalam rumah begitu saja, dia tidak bisa membela putranya karena disini dia memang bersalah, bukan? Lalu, apa yang harus di lakukan orang bersalah? Tentu saja menebusnya dengan hukuman yang setimpal.Tak lama kemudian, polisi-polisi itu membawa Arifin dengan kedua tangan yang di borgol. Air mata Ranti menetes dengan derasnya, wanita itu menangis saat melihat Arifin di seret polisi dengan pasrah. Wajahnya babak belur karena di hajar oleh Abian sebagai pelampiasan semua rasa sakit yang di terimanya beberapa hari ini. Tidak di sangka, Arifin dan Winda m
Di tempat lain, Abian tengah duduk sendirian di pinggir danau. Tempatnya sangat indah, sejuk dan menenangkan. Disana ada banyak sekali pepohonan dan burung-burung bertentangan, tempatnya lumayan sepi jadi ini adalah tempat yang pas untuk menyendiri menenangkan pikiran.Abian merogoh saku celananya, lalu membuka lembar demi lembar surat yang terlihat lusuh itu. Kertasnya terlihat rapuh karena terkena air pastinya, tapi Abian berusaha membaca dan memahami kata demi kata yang tertulis di atas sebuah kertas.'Abi..'Baru satu kata itu saja, kedua mata Abian sudah berkaca-kaca. Dia mendongakan kepalanya, lalu mengedip-ngedipkan matanya berusaha menahan agar air matanya tidak luruh begitu saja. Abian menghela nafasnya, lalu kembali menatap kertas itu.'Untuk Abi. Maafkan Mbak, selama ini Mbak sudah sangat jahat padamu dan juga wanitamu. Semua yang Mbak lakukan, Mbak minta maaf. Belakangan ini, Mbak merasa tidak aman karena mantan suami Mbak kembali data
Di tempat lain, seorang pria tengah berlari terengah-engah lalu masuk ke dalam sebuah rumah yang ada di tengah hutan. Dengan kasar, dia menyeka keringat yang ada di dahinya. Pria itu mendudukan tubuhnya dengan kasar. Meskipun di tengah hutan, rumah ini memiliki banyak fasilitas. Rumahnya mewah, di lengkapi lift dan beberapa mobil yang terparkir rapi di garasi."Tuan, nasib saya di ujung tanduk!" Ucapnya dengan wajah yang memerah, membuat pria yang tengah merokok di ruang tengah itu menatap tajam ke arah pria yang baru datang itu."Maksudmu?""Anak buah Abian mulai bergerak mencari kita.""Lalu?""Tuan, anda tahu seperti apa Abian. Saya takut nyawa saya terancam.""Jangan khawatir, Abian tidak ada apa-apanya di banding denganku, aku memiliki koneksi yang luas." Ucapnya dengan tenang, dia masih menyesap rokoknya dan menghembuskan asapnya hingga memenuhi ruangan tempat dia berada saat ini."Tapi tuan..""Kau meragu