"Apel, mangga sama jeruknya perkilo berapa, Pak?" tanya Rindu, sembari mencium aroma harum buah mangga segar di lapak pedagan di pasar tradisional."Kalo apel satu kilonya 45.000, Neng. Kalo jeruknya 30.000 perkilo, mangganya 20.000 perkilo." Jawab si penjual sambil menimbang buah dari pelanggannya yang lain."Nggak boleh kurang, Pak?" tawar Rindu."Udah harga pas, Neng." si pedangan tahu jika Rindu dan Ashraf adalah orang kaya, maka dari itu ia tidak mau menurunkan harganya. Terlihat jelas dari perawakan dan penampilan Ashraf yang sangat berwibawa dan tampan."Sudah murah, nggak usah ditawar lagi," ucap Ashraf."Iiih, ditawarlah, Kak, biar lebih murah." Rindu tersenyum di balik cadarnya. Kebiasaan hidup irit di pesantren terbawa sampai ke Jakarta. Ashraf hanya mengembangkan senyuman sambil memilih buah-buahan yang segar."Ya udah, apelnya 10 kilo, terus jeruknya 10 kilo, mangganya 3 kilo saja," pinta Ashraf. Rindu membantu Ashraf memilih buah-buahan segar. "Buat hajatan, Mas?" tany
Sepanjang perjalanan, Rindu menceritakan semua yang Sulastri katakannya. Ashraf menjadi pendengar yang baik dengan menyimak semua cerita yang disampaikan Rindu. Penolakan dan sikap kasar Sulastri membuat Rindu sangat sedih, apa lagi tuduhannya terhadap Alfian. Rindu tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, ia meminta penjelasan, tapi Ashraf malah membawanya ke pemakaman."Kamu ingat makam ini?" tanya Ashraf begitu sampai di pemakaman Dirga dan Ningrum. Pemakamannya tampak terawat karena Alfian sudah mengutus seseorang untuk selalu merawat makam tersebut."Iya." Rindu mengangguk. Mana mungkin ia bisa lupa pada pemakanan yang setiap tahunnya selalu Rindu, Alfian dan Nurmala kunjungi."Yang ini makam Almarhum Pak Dirgantara dan yang ini makam Almarhumah Ibu Ningrum Ayuningtyas." Ashraf menunjuk makam kedua orang tua Rindu secara bergantian, kemudian menghela napas dengan berat, "Ini adalah makam kedua orang tua kamu. Ayah dan ibu kandung kamu."DEGJantung Rindu berdebar kencan
"Ashraf 'kok bilang gitu 'sih! Bukannya merayu Rindu supaya pilih kamu. Emangnya kamu nggak cemburu kalau nantinya Rindu nikah sama orang lain?" keluh Nurmala, ia tahu betapa cintanya Ashraf Pada Rindu. Nurmala tidak ingin melihat putranya patah hati.Ashraf tersenyum simpul, "Cemburu lah, Ma, tapi Ashraf nggak mau menentang takdir dari Allah. Selama ini Ashraf juga salah, mungkin Allah cemburu karena Ashraf terlalu mencintai makhluknya, makanya Allah mengirimkan pria yang insyaAllah lebih baik dari Ashraf, Ma. Lagian, Ashraf nggak tahu cara merayu perempuan yang belum Ashraf halalkan, Ma. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita semua.""Aamiin... MasyaAllah, Nak. Kamu 'tuh ikhlas banget." Nurmala mengusap lengan Ashraf penuh haru."Ashraf cuma bisa berjuang lewat doa, Ma. Apa yang melewatiku berarti dia bukan Takdirku dan apa yang menjadi takdirku tidak akan melewatiku," ujar Ashraf.Rindu meremas tangannya dan semakin menunduk karena rasa sungkan. Ia tidak pernah menyangka b
Gus Fahmi dan Ashraf berbincang-bincang layaknya teman sambil menikmati hidangan yang disajikan oleh tuan rumah. Siapa yang akan menyangka jika mereka sebenarnya adalah rival. Arman dan Ivan pun masih tidak percaya jika Ashraf dan Gus Fahmi sedang bersaing memperebutkan cintanya. Setelah beberapa saat waktu berlalu, Gus Fahmi pamit undur diri pada Ashraf."Saya duluan, ya! Karena saya masih ada urusan." Gus Fahmi berdiri, lalu bersalaman dengan Arman dan Ashraf."Iya, senang berjumpa dengan anda," ucap Ashraf dengan tulus."Semoga lain waktu kita masih bisa berjumpa." Gus Fahmi tak kalah ramahnya dengan Ashraf."Aamiin."Rindu dan Mina berdiri dan menunduk ketika Gus Fahmi dan Ivan berjalan melewati mereka. Sekilas Gus Fahmi melirik Rindu, lalu melempar senyumannya yang mempesona. Sudut mata Rindu masih sempat melihat tingkah Gus Fahmi, ia pun kian menunduk malu."Eh, kenapa kalian berdua malah berdiri, memangnya siapa barusan yang lewat?" tanya salah satu teman Rindu dan Mina."Itu G
"Rindu," pekik Ashraf saat melihat kening Rindu yang terluka dan berlumuran darah segar. Kaki Ashraf terasa lemas, tubuhnya lunglai, ia terduduk, lalu memangku kepala Rindu. Air mata Ashraf jatuh tanpa bisa dicegah. Ashraf langsung mati akal, ia tak tahu harus berbuat apa. "Rindu, bangun Rindu. Jangan tinggalin Kakak." Air mata Ashraf berjatuhan ke wajah Rindu yang tertutup cadar. Hatinya terlalu sakit melihat keadaan Rindu terluka parah.Satu-persatu orang-orang berdatangan mengerubungi Rindu, ada yang penasaran, ada juga yang merasa simpati. Orang-orang juga mengerubungi si penabrak dan memintanya untuk tanggungjawab."Rindu, bangun, Rin. Jangan tinggalin Kakak." Ashraf menepuk-nepuk pipi Rindu, tapi Rindu tak kunjung sadarkan diri. Ashraf sangat cemas, khawatir hal buruk terjadi pada Rindu. Tangannya sudah gemetar karena banyaknya darah Rindu yang keluar juga membasahi tangan dan kemeja yang Ashraf kenakan. Air mata terus saja mengalir tak mau berhenti. Kerudung panjang yang Rindu
Alfian sangat ingin Ashraf menikahi Rindu, karena memang itulah wasiat terakhir dari Dirga tapi ia sama sekali tidak ingin menyakiti Rindu apalagi dalam keadaan seperti ini. Ia takut Rindu merasa tertekan jika Alfian mengambil keputusan yang salah."Aku sangat berterima kasih atas niat baik kalian berdua, tapi untuk semua keputusan, aku pasrahkan kepada Rindu. Aku tidak ingin Rindu merasa terbebani dengan keputusanku." jawab Alfian sambil merangkul Nurmala yang masih menangis.Ashraf dan Gus Fahmi menunduk lesu mendengar jawaban dari Alfian. Tiba-tiba saja Hp Gus Fahmi berdering, ia pun pamit untuk menerima telepon.Ashraf memegang selembar resep obat, kemudian pergi menuju farmasi untuk menebus obat untuk Rindu, tak sengaja melihat Gus Fahmi yang tengah berdiri dengan telepon yang menempel di telinganya. Gus Fahmi sedang berdebat dengan seseorang di seberang telepon."Tapi Umi, bukankah Abi dan Umi sudah setuju aku menikahi Rindu?" tanya Gus Fahmi dengan frustasi karena keputusan Umi
Tiga bulan sudah berlalu, selama itu pula Rindu menjalani perawatan di rumah sakit. Sengaja Rindu dirawat di rumah sakit supaya pengobatan kakinya lebih maksimal. Dokter menyarankan supaya Rindu tidak terlalu memberi tekanan pada kakinya yang cedera karena belum sembuh total."Kenapa anda menunggu di luar? Jika ingin bertemu dengan Rindu, anda bisa masuk ke dalam!" Ashraf menganjurkan Sulastri yang mengintip Rindu lewat kaca di pintu. Ashraf tahu, jika Sulastri diam-diam sering ke rumah sakit untuk memantau kondisi Rindu. Ashraf menceritakan hal itu pada Rindu, pun meminta izin supaya memperbolehkan Sulastri untuk menjenguknya jika Sulastri ingin."Tidak perlu, Nak. Ibu pergi aja," tolak Sulastri karena malu mengingat semua dosa-dosanya pada Rindu selama ini."Tapi, ini Rindu yang meminta." Pernyataan Ashraf mampu menghentikan langkah Sulastri.***"Assalamu'alaikum..." Ashraf dan Sulastri serempak mengucap salam."Wassalamu'alaikum," jawab Rindu sembari mengulas senyum ramah pada Sul
Rindu mengambil blazer dan celana yang digantung di dalam lemari. Ia mempersiapkan pakaian untuk Ashraf kenakan di hari pertamanya menginginjakkan kaki di kantor. Ashraf keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk di pinggangnya. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Ia mengulang percintaannya bersama sang istri selepas subuh."Kakak lebih suka yang warna hitam atau silver?" Rindu menunjukkan blazer warna hitam dan silver pada Ashraf."Rindu, apa yang kamu lakukan?" Ashraf terkejut melihat Rindu berdiri di depan lemari menggunakan kruk tongkat. Ia buru-buru menghampiri Rindu.Dengan sekali hentakan, Ashraf sudah mengendong Rindu, kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. Kruk yang Rindu gunakan sudah terjatuh di lantai."Sayang, dokter 'kan sudah bilang jangan memberi tekanan pada kaki kamu. Kalau kamu jatuh gimana?" Ashraf berucap dengan nada cemas, ia tidak ingin Rindu mengalami kesulitan di kemudian hari."Kakak suka pakai jas yang warna hitam atau silve