Gus Fahmi dan Ashraf berbincang-bincang layaknya teman sambil menikmati hidangan yang disajikan oleh tuan rumah. Siapa yang akan menyangka jika mereka sebenarnya adalah rival. Arman dan Ivan pun masih tidak percaya jika Ashraf dan Gus Fahmi sedang bersaing memperebutkan cintanya. Setelah beberapa saat waktu berlalu, Gus Fahmi pamit undur diri pada Ashraf."Saya duluan, ya! Karena saya masih ada urusan." Gus Fahmi berdiri, lalu bersalaman dengan Arman dan Ashraf."Iya, senang berjumpa dengan anda," ucap Ashraf dengan tulus."Semoga lain waktu kita masih bisa berjumpa." Gus Fahmi tak kalah ramahnya dengan Ashraf."Aamiin."Rindu dan Mina berdiri dan menunduk ketika Gus Fahmi dan Ivan berjalan melewati mereka. Sekilas Gus Fahmi melirik Rindu, lalu melempar senyumannya yang mempesona. Sudut mata Rindu masih sempat melihat tingkah Gus Fahmi, ia pun kian menunduk malu."Eh, kenapa kalian berdua malah berdiri, memangnya siapa barusan yang lewat?" tanya salah satu teman Rindu dan Mina."Itu G
"Rindu," pekik Ashraf saat melihat kening Rindu yang terluka dan berlumuran darah segar. Kaki Ashraf terasa lemas, tubuhnya lunglai, ia terduduk, lalu memangku kepala Rindu. Air mata Ashraf jatuh tanpa bisa dicegah. Ashraf langsung mati akal, ia tak tahu harus berbuat apa. "Rindu, bangun Rindu. Jangan tinggalin Kakak." Air mata Ashraf berjatuhan ke wajah Rindu yang tertutup cadar. Hatinya terlalu sakit melihat keadaan Rindu terluka parah.Satu-persatu orang-orang berdatangan mengerubungi Rindu, ada yang penasaran, ada juga yang merasa simpati. Orang-orang juga mengerubungi si penabrak dan memintanya untuk tanggungjawab."Rindu, bangun, Rin. Jangan tinggalin Kakak." Ashraf menepuk-nepuk pipi Rindu, tapi Rindu tak kunjung sadarkan diri. Ashraf sangat cemas, khawatir hal buruk terjadi pada Rindu. Tangannya sudah gemetar karena banyaknya darah Rindu yang keluar juga membasahi tangan dan kemeja yang Ashraf kenakan. Air mata terus saja mengalir tak mau berhenti. Kerudung panjang yang Rindu
Alfian sangat ingin Ashraf menikahi Rindu, karena memang itulah wasiat terakhir dari Dirga tapi ia sama sekali tidak ingin menyakiti Rindu apalagi dalam keadaan seperti ini. Ia takut Rindu merasa tertekan jika Alfian mengambil keputusan yang salah."Aku sangat berterima kasih atas niat baik kalian berdua, tapi untuk semua keputusan, aku pasrahkan kepada Rindu. Aku tidak ingin Rindu merasa terbebani dengan keputusanku." jawab Alfian sambil merangkul Nurmala yang masih menangis.Ashraf dan Gus Fahmi menunduk lesu mendengar jawaban dari Alfian. Tiba-tiba saja Hp Gus Fahmi berdering, ia pun pamit untuk menerima telepon.Ashraf memegang selembar resep obat, kemudian pergi menuju farmasi untuk menebus obat untuk Rindu, tak sengaja melihat Gus Fahmi yang tengah berdiri dengan telepon yang menempel di telinganya. Gus Fahmi sedang berdebat dengan seseorang di seberang telepon."Tapi Umi, bukankah Abi dan Umi sudah setuju aku menikahi Rindu?" tanya Gus Fahmi dengan frustasi karena keputusan Umi
Tiga bulan sudah berlalu, selama itu pula Rindu menjalani perawatan di rumah sakit. Sengaja Rindu dirawat di rumah sakit supaya pengobatan kakinya lebih maksimal. Dokter menyarankan supaya Rindu tidak terlalu memberi tekanan pada kakinya yang cedera karena belum sembuh total."Kenapa anda menunggu di luar? Jika ingin bertemu dengan Rindu, anda bisa masuk ke dalam!" Ashraf menganjurkan Sulastri yang mengintip Rindu lewat kaca di pintu. Ashraf tahu, jika Sulastri diam-diam sering ke rumah sakit untuk memantau kondisi Rindu. Ashraf menceritakan hal itu pada Rindu, pun meminta izin supaya memperbolehkan Sulastri untuk menjenguknya jika Sulastri ingin."Tidak perlu, Nak. Ibu pergi aja," tolak Sulastri karena malu mengingat semua dosa-dosanya pada Rindu selama ini."Tapi, ini Rindu yang meminta." Pernyataan Ashraf mampu menghentikan langkah Sulastri.***"Assalamu'alaikum..." Ashraf dan Sulastri serempak mengucap salam."Wassalamu'alaikum," jawab Rindu sembari mengulas senyum ramah pada Sul
Rindu mengambil blazer dan celana yang digantung di dalam lemari. Ia mempersiapkan pakaian untuk Ashraf kenakan di hari pertamanya menginginjakkan kaki di kantor. Ashraf keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk di pinggangnya. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Ia mengulang percintaannya bersama sang istri selepas subuh."Kakak lebih suka yang warna hitam atau silver?" Rindu menunjukkan blazer warna hitam dan silver pada Ashraf."Rindu, apa yang kamu lakukan?" Ashraf terkejut melihat Rindu berdiri di depan lemari menggunakan kruk tongkat. Ia buru-buru menghampiri Rindu.Dengan sekali hentakan, Ashraf sudah mengendong Rindu, kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. Kruk yang Rindu gunakan sudah terjatuh di lantai."Sayang, dokter 'kan sudah bilang jangan memberi tekanan pada kaki kamu. Kalau kamu jatuh gimana?" Ashraf berucap dengan nada cemas, ia tidak ingin Rindu mengalami kesulitan di kemudian hari."Kakak suka pakai jas yang warna hitam atau silve
2 tahun sudah berlalu, segala pengobatan sudah dilakukan untuk menyembuhkan kaki Rindu, tapi tak kunjung membuahkan hasil. Memakai kruk tongkat saja, Rindu masih sering terjatuh, maka dari itu Ashraf melarang keras Rindu untuk berjalan menggunakan kruk. Selama 2 tahun ini, Rindu hanya bergantung pada kursi Roda untuk pergi kemana pun.Setelah sholat dan berdzikir, Ashraf duduk dengan tangan yang menengadah ke atas dan berdoa untuk keselamatan keluarganya dunia akhirat, serta meminta kesembuhan untuk istrinya. Rindu sebagai ma'mum, mengaminkan setiap doa-doa suaminya."Aamiin..." Ashraf dan Rindu meraupkan telapak tangan ke wajahnya. Rindu pun mencium tangan Ashraf. ***Ashraf mendorong kursi roda yang Rindu duduki memasuki sebuah restoran yang mewah. Mata para pengunjung menatap aneh ke arah Rindu. Menurut mereka, pria setampan Ashraf tidak cocok bersanding dengan wanita bercadar yang duduk di kursi roda. Tatapan mereka membuat Rindu semakin tidak percaya diri."Tumben Kakak bawa aku
"Kak, tumben nggak pakai jas?" tanya Rindu ketika Ashraf menyimpan kembali jas yang tadi sudah Rindu siapkan."Aku nggak ke kantor, Sayang." Jawab Ashraf sembari memakai arloji ke pergelangan tangannya."Terus mau kemana?" Rindu menatap Ashraf dengan tatapan menyelidik. Sejak bertemu dengan Senja, Rindu selalu menaruh curiga pada suaminya."Mau ke pembangunan proyek yang akan digunakan sebagai cabang perusahaan. Sekalian mau ketemu sama klien di restoran daerah sana." "Sama Kak Senja juga?" tanya Rindu dengan wajah cemberut. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sedang cemburu.Ashraf menghela napas panjang, entah kenapa pertemuannya dengan Senja beberapa hari yang lalu malah membuat Rindu overprotektif padanya."Aku ikut kalau Kakak perginya sama Kak Senja!" Rindu menarik kemeja bagian kancing yang Ashraf kenakan, hingga tubuh Ashraf condong ke arahnya."Sayang, kemejaku abis disetrika, bisa kusut kalau kamu tarik dan remas begini," keluh Ashraf, tangannya bertumpu di kedua
BRAAAAKKKRindu mendorong Ashraf dengan kuat hingga keduanya terjatuh ke tanah sebelum besi berat menimpa mereka berdua."Kak, Kak Ashraf... Kamu nggak apa-apa?" Rindu yang panik mengguncang dada Ashraf yang masih tiduran di tanah."Rindu, kamu bisa jalan?" Ashraf berinsut duduk memperhatikan Rindu dengan tatapan terheran-heran. Ia masih belum percaya melihat istrinya bisa berjalan, semua ini terasa seperti mimpi baginya.Rindu tercengang, lalu melihat kakinya sendiri dan jarak mobil yang lumayan jauh."Kak, aku bisa jalan." Rindu tersenyum kegirangan sambil menatap Ashraf dengan mata berkaca-kaca. Rindu langsung berdiri, kemudian menggerakkan kakinya dengan riang gembira, ia sangat bahagia bisa kembali berjalan."Alhamdulillah, Sayang. Kamu bisa jalan." balas Ashraf yang tak kalah bahagianya dengan Rindu."Alhamdulillah, ya Allah... Akhirnya aku bisa jalan." Rindu berlutut ke tanah, kemudian melakukan sujud syukur. Kebahagiaan yang ia rasakan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata..