'Aku seorang kultivator jenderal yang bermartabat, tapi malah dihajar oleh sekelompok pekerja ini! Memalukan sekali!' batin Yoga dengan enggan.Sementara itu, Bimo yang merasa menyesal berkata, "Cepat atau lambat, aku pasti akan merebut tubuhmu ini. Kalau orang-orang tahu aku pernah bekerja di lokasi konstruksi dan dihajar orang, bukankah aku bakal sangat malu?"Asta tentu terkejut melihat situasi ini. Dia tidak menyangka ada orang yang bersedia membelanya di sini. Dia segera merangkak ke atas tubuh Yoga, lalu menggunakan tubuhnya untuk menghalangi serangan orang-orang. Dengan ekspresi penuh syukur, dia berujar, "Sobat, terima kasih ....""Sialan! Terima kasih apanya? Aku memang berutang budi padamu. Tunggu saja. Setelah sukses, aku pasti akan kembali dan membalaskan dendammu!" ucap Yoga sambil menyeka darah di sudut bibir.Asta tersenyum getir mendengarnya. Sukses? Bagaimana bisa orang seperti mereka sukses? Mereka mungkin baru bisa membalas dendam setelah menjadi hantu!"Apa yang kal
Ketika Asta berpacaran dengan Kiki, dia mengorbankan segalanya untuk menanggung biaya hidupnya. Alhasil, yang didapatkannya malah pengkhianatan seperti ini.Selain itu, si Gendut sama sekali tidak merasa bersalah karena telah merebut pacar Asta. Pria ini bahkan menginstruksi orang menindasnya dan menahan gajinya. Benar-benar rendahan!Asta berteriak dan hendak berkelahi dengan mereka. Si Gendut berujar dengan santai, "Ayo, maju kalau berani. Kalau kamu berani menyentuhku, jangan harap bisa mendapat gajimu selama 2 bulan. Ibumu nggak akan bisa dioperasi dan tinggal menunggu ajalnya.""Aku ...." Asta seketika menjadi lebih tenang. Dia harus menahan diri demi ibunya. Dia adalah satu-satunya harapan ibunya untuk bertahan hidup. Jika si Gendut menahan gajinya, ibunya hanya akan mati.Dengan demikian, Asta hanya bisa berjongkok dan terdiam dengan mata berkaca-kaca. Orang-orang pun mentertawakannya. Mereka mengejeknya sebagai pecundang!Yoga bertanya, "Kalian nggak merasa perbuatan kalian ini
Yoga menyahut, "Nggak perlu. Omong-omong, ibumu sakit apa?"Asta membalas, "Tumor otak. Sekarang penglihatannya sudah terganggu. Aku butuh 100 juta untuk biaya operasinya.""Beri aku waktu 3 hari. Setelah itu, aku akan mengurus semuanya untukmu," ujar Yoga.Asta pun tersenyum getir. Dia yakin kondisi ekonomi Yoga juga tidak baik. Bagaimanapun, mereka sama-sama bekerja di lokasi konstruksi.Uang 100 juta mungkin adalah hasil tabungan Yoga selama setengah hidupnya. Mana mungkin Asta mengambil uang itu?Asta berkata, "Sobat, aku terima niat baikmu. Tapi, nggak perlu. Asalkan gaji 2 bulanku cair, aku bisa membayar biaya operasi ibuku."Yoga tidak berbicara lagi. Dia akan menguasai Teknik Menyembunyikan Aura dalam 3 hari ini, lalu kembali dengan membawa kemenangan. Kemudian, dia akan membalaskan dendam Asta.Karina turun dari mobil. Kecantikannya sontak menjadi pusat perhatian. Semua orang menatapnya lekat-lekat. Dia memang wanita idaman semua orang.Si Gendut berkata dengan rendah hati, "B
Jika bisa meninggalkan kesan baik untuk Karina, bukankah masa depan mereka akan terjamin?Yoga merasa lucu. Dia jelas-jelas sudah menyamar, tetapi Karina masih menyadari sesuatu? Jadi, dia menolak, "Maaf, Bu. Aku nggak bisa."Suasana sontak menjadi heboh. Orang-orang merasa ada yang salah dengan otak Yoga. Bagaimana bisa dia menolak kesempatan emas seperti ini?Karina pun tampak kecewa, tetapi tidak memaksa. Dia berkata, "Ya sudah. Satu kotak cukup nggak? Ambil saja 2 kotak.""Terima kasih, Bu." Kebetulan, Yoga memang lapar sehingga tidak menolak. Di hadapan Karina yang begitu bersinar, penampilan Yoga yang berantakan memang terlihat agak memalukan.Sekarang giliran Asta. Si Gendut menatapnya dengan tatapan mengancam. Untungnya, Asta tidak mengadu.Ketika Yoga sedang makan dengan lahap, Asta mendekatinya dan memberinya udang besar di nasi kotaknya. Dia berujar, "Aku alergi udang. Kamu saja yang makan.""Terima kasih." Yoga tidak bersikap sungkan sedikit pun. Kemudian, dia membatin, 'Ak
Yoga bertanya balik, "Kamu sendiri kenapa nggak makan di lokasi konstruksi? Kamu mau ke mana?"Asta menyahut, "Aku harus menjaga ibuku. Aku akan makan di rumah.""Aku ikut," ucap Yoga.Asta merasa serbasalah. Yoga bertanya, "Kenapa? Aku nggak boleh ke rumahmu?""Bukan begitu. Rumahku agak berantakan. Aku khawatir kamu nggak nyaman," sahut Asta segera."Nggak apa-apa, kita teman. Ayo cepat," desak Yoga."Ya sudah." Asta terkekeh-kekeh dan bertanya, "Kamu yang bilang kita ini teman. Kalau begitu, apa kamu bisa melepaskan masker dan topimu? Memangnya kamu nggak merasa sesak?""Aku lagi alergi angin. Setelah alergiku sembuh, aku akan melepaskannya," sahut Yoga yang mencari alasan.Asta pun tidak merasa curiga. Keduanya segera tiba di rumah Asta. Ternyata, rumah yang dimaksud Asta adalah aula leluhur. Seluruh aset Keluarga Sitorus telah digadaikan dan hanya tersisa tempat ini.Aula leluhur ini sudah lama tidak direnovasi sehingga dinding dan atapnya lapuk. Bahkan, banyak rumput liar yang tu
Ibu Asta, Friska, sudah kelaparan. Dia langsung mengambilnya dan memakan dengan lahap. Tiba-tiba, dia mengernyit sambil bertanya, "Asta, kenapa makan malam hari ini mewah sekali?"Asta menyahut, "Aku sudah bilang tadi. Hari ini aku naik jabatan jadi ketua tim. Makanya, makanan yang kudapat juga jadi mewah.""Begitu rupanya. Aku nggak bisa menghabiskannya sendiri. Ayo makan bersamaku," ujar Friska yang tersenyum lebar.Asta membalas, "Nggak usah, aku sudah makan tadi. Staf nggak bisa menghabiskan makanannya, jadi kubawa pulang supaya nggak boros.""Oh, ya sudah." Friska makan dengan lahap.Asta berucap, "Omong-omong, Bu. Aku bawa temanku ke rumah. Dia memberiku bantuan besar di lokasi konstruksi hari ini.""Oh ya?" Penglihatan Friska kurang baik karena tumor otaknya. Setelah mendengar perkataan Asta, dia baru memperhatikan keberadaan Yoga.Friska berkata, "Dik, ayo duduk. Asta, bawakan air untuk temanmu.""Oke." Asta segera menyuruh Yoga duduk dan membawakan segelas air untuknya.Yoga m
Begitu mendengarnya, ekspresi Asta dan Friska pun berubah drastis. Asta buru-buru berkata, "Tunggu di sini ya. Aku akan keluar untuk memeriksa dulu."Usai berbicara, Asta bergegas berlari ke luar. Yoga mengernyit sambil menatap Friska, lalu bertanya, "Bibi, siapa orang di luar? Kalian berutang pada mereka?""Hais ...." Friska menghela napas dan menyahut, "Keluarga kami dicelakai orang tahun itu. Kami jadi punya banyak utang. Sebenarnya kami sudah menjual aset dan membayar lunas, tapi mereka terus meminta bunga dari kami. Kami nggak sanggup membayarnya lagi."Yoga menghibur, "Tenang saja, Bi. Serahkan semuanya padaku. Aku janji akan mengatasi masalah ini untuk kalian. Aku keluar dulu.""Dik, jangan. Orang-orang itu sangat galak. Sebaiknya kamu jangan ikut campur. Di sana ada pintu belakang, kamu keluar dari sana saja," nasihat Friska.Yoga terkekeh-kekeh dan membalas, "Semua akan baik-baik saja, Bi."Tanpa menghiraukan cegatan Friska, Yoga pun keluar. Terlihat Asta sedang berhadapan den
"Bocah, biar kuperingatkan dulu. Kalau kamu berani ikut campur, kamu juga akan dihajar!" ancam Putu.Asta segera berkata, "Dia bukan siapa-siapa. Dia cuma lewat rumahku dan minta minum karena kehausan. Pergilah."Yoga bergeming. Kemudian, dia bertanya pada Putu, "Kamu benar-benar ingin merebut aula leluhur keluarga orang? Kamu nggak takut disambar petir?"Putu membalas, "Kenapa memangnya? Aku sudah melakukan banyak kejahatan. Kalau karma benar-benar ada, aku sudah menjadi abu sejak awal.""Aku akan hitung mundur dari 10. Kalau nggak menyerahkan aula leluhur ini, aku akan merebutnya secara paksa. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh ...."Asta sungguh panik dan tidak tahu harus bagaimana. Sementara itu, Yoga merasa sangat gusar. Jika belum menyegel kultivasinya, dia pasti sudah menghajar Putu ini habis-habisan tanpa menahan diri.Namun, harus diakui bahwa kesabaran ini mendatangkan keuntungan besar untuk Yoga. Dia bisa merasakan Teknik Menyembunyikan Auranya meningkat dan sudah hampir semp