Markus menyahut, "Para biksu nggak pernah berbohong."Orang-orang tertawa saking kesalnya. "Biksu? Rambutmu begitu panjang. Kamu juga makan ayam. Mana ada biksu sepertimu?"Raja Naga mulai kehilangan kesabaran. Dia berujar, "Biarkan saja dia. Kita lanjutkan perjalanan.""Meskipun seluruh pasukan gugur, kami tetap harus pergi membalas dendam," kata Naga Hijau. Dia berucap kepada Hagi, "Pak Hagi, beri perintah supaya pasukan melanjutkan perjalanan.""Maju!" seru Hagi dengan tegas.Markus mulai panik. Dia berkata, "Sebentar. Boleh saja kalau kalian mau pergi. Tapi, biarkan aku menghabiskan ayamku dulu."Tidak ada yang meladeni Markus. Semuanya berjalan tanpa berhenti sedetik pun. Markus pun tidak peduli lagi dan bergelinding di tanah sambil berteriak, "Aduh, kamu menginjak kakiku! Kamu harus ganti rugi!""Ayam panggangku! Kalian menginjak ayam panggangku! Aku susah payah mencuri ... membelinya. Cepat ganti rugi! Kalau nggak, kalian nggak boleh pergi! Kalian semua jahat ...."Anggota Sekte
Dewa Digdaya membalas, "Aduh, kamu ini benar-benar pelupa. Kamu sudah lupa gimana Sekte Hagisana lenyap waktu itu?""Apa? Berarti kamu biang kerok yang mencelakai Sekte Hagisana?" Hagi sontak membelalakkan matanya."Tepat sekali! Bukan cuma Sekte Hagisana, tapi juga Aula Kirin, Aula Naga, dan Aula Haima. Semua adalah rencanaku," jelas Dewa Digdaya dengan bangga."Berengsek!" Anggota dari ketiga aula itu sontak menatap Dewa Digdaya dengan sorot mata penuh amarah."Ternyata kamu yang telah menghancurkan aula kami! Kebenaran akhirnya terungkap hari ini! Kami akan membalas dendam!""Nyawa harus dibayar dengan nyawa! Semua saudara Aula Naga akhirnya bisa beristirahat dengan tenang hari ini! Dewa Digdaya, kamu harus mati!""Aula Haima bersumpah akan membalaskan dendam para saudara kami! Aula Digdaya harus binasa hari ini juga!"Dewa Digdaya terkekeh-kekeh dan bertanya, "Atas dasar apa kalian begitu yakin bisa membunuhku? Kalian kira kalian sanggup?"Raja Naga bertanya dengan galak, "Itu arti
"Sebelumnya kalian cuma berada di tingkat aswad dan asfar. Hanya dalam beberapa hari, kalian sudah mencapai tingkat bentala. Kalian juga mengonsumsi pil, 'kan?" tanya Hagi.Deon tidak merahasiakan apa pun. Dia menyahut, "Benar, kami memang menggunakan pil untuk meningkatkan basis kultivasi. Tapi, semua itu pil dewa dan bukan pil sampah yang kalian konsumsi. Kamu nggak bakal menang dari kami!"Raja Naga berkata, "Hagi, nggak usah berbasa-basi dengan mereka. Meskipun aku meledakkan fondasiku, aku tetap akan membinasakan mereka semua untuk membalas dendam!""Hehe." Dewa Digdaya jelas meremehkan mereka. "Takutnya, kamu tetap bukan lawanku meskipun meledakkan fondasi."Usai berbicara, Dewa Digdaya mengeluarkan senjatanya, senjata tingkat jumantara. Keempat kepala keluarga juga mengeluarkan senjata mereka, senjata tingkat bentala.Ekspresi Raja Naga dan Hagi sontak berubah. Senjata ajaib! Ini di luar dugaan mereka! Bahkan, semuanya adalah senjata tingkat jumantara dan bentala!Sialan! Dari m
Melihat ini, Raja Naga segera memukul mundur Dewa Digdaya dan menolong Hagi. Dia berhasil menarik Hagi dari tepi tebing.Namun, Dewa Digdaya memanfaatkan peluang ini untuk menikam punggung Raja Naga. Tikaman ini membuatnya memuntahkan darah.Hagi naik pitam melihat situasi ini. Dia memaki, "Dasar bajingan! Orang-orang berengsek ini benar-benar sulit ditangani!""Raja Naga, menjauh sedikit. Jangan sampai seranganku melukaimu," instruksi Hagi. Raja Naga tentu memahami makna tersirat itu. Hagi berniat meledakkan fondasinya untuk mati bersama musuh.Raja Naga menggeleng dan berkata, "Situasi belum segawat itu. Jangan sembarangan. Bruno, Taur, Ferus, bantu kami!"Anjing, sapi, dan kuda dari Pasukan Hewan segera menghampiri untuk membantu. Siapa pun yang menghalangi jalan mereka akan dihempaskan. Kemampuan mereka sudah setara dengan tingkat bentala sehingga para pesilat lemah itu tidak akan bisa menghentikan mereka.Dewa Digdaya dan keempat kepala keluarga itu tercengang melihat situasi di d
"Dasar nggak berguna!" maki Dewa Digdaya dan keempat kepala keluarga itu.Raja Naga dan Hagi tampak suram melihat pasukan mereka gugur. Ini benar-benar gawat. Mereka bukan hanya gagal membalas dendam, bahkan mengorbankan seluruh pasukan. Mereka merasa bersalah kepada Yoga.Dengan ekspresi masam, Dewa Digdaya berkata, "Aku nggak nyangka korban akan begitu banyak. Ternyata musuh cukup hebat juga. Kalian semua pantas mati!""Tapi, aku selalu menghargai bakat para genius. Kalau ada yang bersedia bergabung dengan Aula Digdaya dan tunduk kepadaku, aku bukan hanya akan menjamin keselamatan kalian, tapi juga memberi kalian sumber daya tingkat tinggi. Yang bersedia, silakan berlutut."Tidak ada seorang pun yang berlutut. Semua anggota Sekte Hagisana yang masih bertahan hidup menatap Dewa Digdaya dengan penuh kebencian.Dewa Digdaya menghampiri Naga Hijau dan berujar, "Kalau kamu berlutut, aku akan memberimu senjata ajaib ini."Dewa Digdaya yakin, begitu ada orang yang bersedia berlutut, orang l
Raja Naga dan Hagi yang tadinya berniat meledakkan fondasi mereka seketika mengurungkan niat. Mereka semua sangat penasaran dengan identitas pendatang ini.Di sisi lain, Dewa Digdaya dan keempat kepala keluarga itu merasakan firasat buruk. Indra keenam mereka mengatakan bahwa pendatang ini adalah musuh mereka.Dewa Digdaya mencoba bertanya, "Siapa kamu? Apa tujuanmu kemari?"Dari kemunculannya yang mendadak ini, semua orang yakin bahwa kemampuan pendatang ini tidak biasa. Bahkan, Dewa Digdaya yakin mereka tidak bisa menang sekalipun bekerja sama. Itu sebabnya, dia bersikap sopan.Sosok berpakaian hitam itu tentu adalah Yoga. Yoga menyahut dengan dingin, "Aku datang untuk mengambil kembali barangku.""Oh? Barang apa?" tanya Dewa Digdaya dengan penasaran.Yoga melirik sekilas senjata ajaib di tangan Dewa Digdaya, lalu membalas, "Senjata ajaib yang kalian pegang dan semua sumber daya kultivator kuno. Semua itu milikku."Dewa Digdaya tidak menduga pendatang ini mengincar sumber daya kultiv
Sekalipun Dewa Digdaya merasa takut pada Yoga, amarahnya tetap tersulut karena ucapan ini. Berani sekali orang ini menyuruh mereka bunuh diri. Berani sekali dia meremehkan mereka!Ini adalah penghinaan besar bagi Dewa Digdaya. Hanya saja, dia tidak akan memperburuk situasi sebelum situasi benar-benar terdesak. Bermusuhan dengan ahli bela diri seperti ini hanya akan merugikan diri sendiri.Dewa Digdaya masih harus memimpin pasukannya menyerang Pulau Neraka. Jika kehilangan banyak pasukan, bagaimana bisa dia memenangkan pertempuran?Dewa Digdaya menenangkan diri sebelum berkata, "Karena mereka bawahanmu, gimana kalau aku melepaskan mereka saja?"Menurut Dewa Digdaya, Raja Naga dan lainnya sudah terluka sehingga tidak akan menimbulkan ancaman apa pun untuknya.Yoga terkekeh-kekeh sebelum menyahut, "Kamu mencuri barangku dan melukai orangku, lalu menyuruhku pulang dengan tangan kosong? Kamu nggak merasa ucapanmu ini nggak masuk akal?"Sepertinya tidak ada cara untuk berdamai lagi. Dewa Dig
Yoga menghampiri Dewa Digdaya dan keempat kepala keluarga itu. Dia meledek, "Cuma ini kemampuan kalian? Kalian masih berani berkoar-koar di depanku? Malu-maluin saja. Ayo, beri tahu aku pesan terakhir kalian."Dewa Digdaya tampak berdarah-darah dan ketakutan. Dengan suara bergetar, dia bertanya, "Se ... sebenarnya siapa kamu?"Dewa Digdaya tentu tidak percaya Yoga adalah kakek Raja Naga dan Hagi. Lagi pula, kedua orang itu tidak punya hubungan darah. Mana mungkin punya kakek yang sama? Dewa Digdaya sampai ingin bertanya, apakah kamu masih kekurangan cucu?Yoga menyahut, "Kalau ini pertanyaan terakhirmu, aku bisa menjawabmu."Dewa Digdaya menatap Yoga dengan penuh penantian. Dia sudah tidak sabar untuk mengetahui jawabannya.Saat berikutnya, Yoga mengangkat kelima orang itu dan melompat turun dari gunung. Ketika tiba di kaki gunung, Yoga berkata dengan lantang, "Ingat baik-baik, yang membunuh kalian adalah Yoga!"Selesai berbicara, Yoga melepaskan topengnya dan memperlihatkan wajahnya.