Yoga menjawab, "Kalau dia bisa menyempurnakan formula vaksin, berarti dia memang punya kemampuan yang hebat. Aku nggak keberatan untuk mendiskusikan ilmu medis dengannya. Kalau nggak bisa sempurnakan formulanya, berarti reputasinya cuma bohongan. Nggak pantas disebut sebagai Dewa Medis.""Hahaha!" Ridwan tertawa terbahak-bahak, "Diskusi ilmu dengan Dewa Medis? Memangnya kamu pantas?"Siuco menimpali, "Ayah, nggak usah banyak basa-basi dengannya lagi. Ayo cepat cari bantuan Dewa Medis.""Oke," jawab Ridwan. Setelah itu, dia langsung mengunci ruang penjara itu dan berkata, "Nak, kamu bersiap-siap saja dikurung seumur hidup."Yoga menjawab, "Selanjutnya kalau kalian mau aku keluar dari sini, bukan hanya Siuco lagi yang harus berlutut. Aku mau kalian berdua berlutut bersamaan padaku."Ridwan membalas, "Hahaha .... Kalau aku sampai harus memohon padamu, aku akan mengakumu sebagai kakekku!"Setelah itu, semua orang pun bergegas keluar dari ruangan. Namun baru saja dia berjalan beberapa langk
Yoga mengangguk pelan sebagai tanggapan terhadap Yenny. Yenny langsung membentak bawahannya, "Cepat buka kuncinya dan biarkan dia keluar."Sipir penjara bergegas membuka pintu sel. Namun, Yoga malah tidak mau keluar. "Sudah kubilang, mudah saja memasukkanku ke sini, tapi nggak semudah itu menyuruhku keluar."Ridwan dan Siuco langsung berjalan ke depan dengan kaku."Pak Yoga, mohon Anda jangan perhitungan dengan kami.""Aku ... minta maaf pada Anda. Mohon Anda beri kami kesempatan sekali lagi."Kedua orang itu membungkuk hingga 90 derajat. Namun, Yoga hanya menjawab dengan nada dingin, "Memangnya tadi aku bilang aku mau keluar hanya dengan kalian membungkukkan badan?""Ini ...." Ridwan dan Siuco langsung merasa kesulitan. Lebih baik mereka mati daripada harus berlutut kepada Yoga. Namun jika tidak berlutut, konsekuensi yang menunggu mereka adalah pembalasan dendam dari keluarga kedua orang itu di Kota Terlarang. Hidup mereka akan lebih menderita daripada kematian. Setelah mempertimbangk
Bahkan Dirga saja sudah angkat bicara, tentu saja Yoga terpaksa menyetujuinya. Hingga keesokan harinya, Siuco baru dibebaskan dari penjara. Dia telah disiksa habis-habisan oleh para narapidana di dalam penjara. Saat ini, kebencian Siuco sudah sangat memuncak terhadap Yoga hingga ingin mencabik-cabik tubuhnya,Namun, Yoga adalah majikan Ketua Lembaga Medis. Status mereka terlalu beda jauh. Sekejam apa pun Siuco, dia hanya bisa menelan kebencian ini dalam dirinya. Baru saja keluar dari Kota Terlarang, tiba-tiba muncul sebuah mobil mewah yang berhenti di depannya.Begitu jendela mobil diturunkan, terlihat wajah seseorang yang akrab menyapanya, "Halo, Pak Siuco. Lama nggak ketemu."Saat melihat orang itu, Siuco sontak terkejut! Ternyata orang itu adalah Buana! Dia adalah orang yang diduga terlibat dalam pelanggaran serius dan korupsi, dan sedang diburon di seluruh negeri. Namun sekarang dia malah berani menampakkan diri di Kota Terlarang!Reaksi pertama Siuco adalah mengeluarkan ponselnya
Yoga membalas, "Tenang saja, kujamin kamu bisa makan sepuasnya."Baru saja memutus panggilan dengan Nadya, Yoga kembali ditelepon oleh Ambar. Yoga merasa heran mengapa Ambar bisa meneleponnya tiba-tiba. Dengan ragu-ragu, Yoga menjawab panggilan itu."Yoga, kamu lagi di ibu kota sekarang, 'kan? Aku dan Karina sedang berada di Jembatan Nurho sekarang. Kami sedang dalam masalah dan nggak kenal dengan siapa pun di sini. Cepat datang ke sini untuk bantu kami." Nada bicara Ambar terdengar seperti sedang memerintahnya.Mendengarnya, Yoga langsung merasa kesal. Saat tidak dibutuhkan, mereka semua menyuruh Yoga untuk menghindar jauh-jauh dan jangan pernah lagi mengusik Karina. Terutama saat berada di acara Salep Sari Kristal saat itu, mereka bahkan lebih memilih untuk percaya pada Ulwan daripada dirinya. Namun begitu menemui masalah, mereka langsung "memerintahkan" Yoga untuk membantu menanganinya.Entah apa yang dipikirkan semua orang itu! Memangnya mereka menganggap Yoga bisa dipanggil dan di
Ambar tidak mungkin bersedia ganti rugi. Dia menolak, "Kalian ini melakukan pemerasan. Aku akan lapor ke polisi."Namun begitu Ambar mengeluarkan ponselnya, pria kekar yang bertato itu langsung membanting ponselnya hingga hancur. Kemudian, dia memarahi, "Lapor polisi? Apa-apaan! Kalian sudah merusak barang berharga kami, pokoknya harus ganti rugi. Kalau nggak ganti rugi hari ini, jangan harap bisa pergi."Keluarga Karina tiba-tiba merasa putus asa. Mereka dipaksa membayar 2 triliun. Sekalipun mengganti rugi dengan perusahaan, nominalnya mungkin hanya pas-pasan. Terlebih mereka juga tidak punya kenalan di ibu kota. Apa yang bisa mereka lakukan sekarang? Mereka sungguh putus asa.Tepat pada saat itu, seseorang yang tidak asing muncul di depan mereka. Itu adalah Yoga. Pria itu segera bertanya, "Karina, kamu nggak apa-apa?"Begitu melihat Yoga, Karina langsung merasa lebih tenang. Rasa aman tiba-tiba meluap dalam hatinya. Dia tahu bahwa pria itu juga tidak memiliki koneksi di ibu kota, bah
Pria itu menambahkan, "Tapi, memangnya kenapa kalau kamu jago? Kamu tetap saja kalah jumlah. Geng Azamat bisa menghancurkanmu dalam hitungan menit. Cepat, telepon Bos. Suruh dia bawa beberapa orang lagi ke sini."Bawahannya segera mengeluarkan ponsel dan menelepon bos mereka.Wajah orang-orang yang berkerumun memucat usai mendengar kata "Geng Azamat"."Mereka ternyata anggota Geng Azamat. Beberapa orang luar ini dalam masalah besar.""Geng Azamat adalah kuda hitam yang baru saja muncul. Dalam waktu dua bulan, mereka sudah menaklukkan semua geng di Distrik Timur dan menjadi geng terbesar di sana. Kekuatan mereka luar biasa.""Mereka jelas punya relasi yang kuat untuk bisa merajalela sebagai geng.""Katanya, bos mereka adalah Raja Tinju Hitam, Naga Air. Mereka jelas beroperasi di dua sisi, hukum dan kejahatan.""Awalnya ganti rugi bisa selesaikan masalah ini, tapi anak muda itu malah bertindak kasar. Nyawa mereka mungkin akan sulit dipertahankan kali ini." Wajah anggota keluarga Karina
Baru keluar dari penjara, Naga Air langsung melakukan hal kotor seperti ini. Kelihatannya dia belum benar-benar bertobat.Anggota Geng Azamat segera mengelilingi tempat kejadian. Begitu melihat Naga Air datang, pria itu menjadi lebih percaya diri. Dia berlari ke arah Naga Air, lalu menyapa, "Bos, kamu sudah datang."Naga Air memandang sekilas pria itu. Kemudian, dia bertanya, "Kenapa kamu babak belur? Apa yang terjadi?"Pria itu menjawab, "Bos, kami lagi nyetir seperti biasa. Tiba-tiba, mereka belok kiri dan menabrak kami. Tapi mereka bukan cuma nggak mau ganti rugi, bahkan memukuli kami. Benar-benar nggak tahu aturan."Naga Air tidak langsung memercayai cerita satu sisi dari bawahannya. Begitu melihat pecahan porselen di jalan, dia segera memahami situasinya dan menjadi murka.Naga Air tanpa ragu menampar bawahannya, lalu memaki, "Sialan! Kamu mau memeras orang lain dengan pecahan porselen lagi? Aku sudah berkali-kali mengancam bakal mengusirmu kalau diulangi lagi. Kamu ini benaran ma
Seandainya tahu bahwa Yoga mengenal Naga Air, dia tidak akan berani menantangnya.Bilal perlahan mendekat dengan gemetar. Segera setelah itu, Naga Air tanpa ragu menamparnya lagi. Dia memarahi, "Cepat berlutut dan minta maaf pada Pak Yoga."Bilal merasa sangat terhina, tetapi dia tidak berani menolak. Dia langsung berlutut seraya berujar, "Pak Yoga, semua ini salahku. Aku nggak seharusnya mengusikmu, maafkan aku. Tolong jangan perhitungan denganku. Aku mohon, ampunilah aku."Yoga merespons dengan dingin, "Naga Air, bawa dia ke Penjara Lawas untuk bertobat. Setelah benar-benar bertobat, kamu baru boleh membebaskan dia."Naga Air berucap sambil mengangguk, "Oke, aku mengerti."Namun, Bilal malah kebingungan. Dia pernah mendengar tentang "Penjara Lawas". Tempat tersebut dihuni oleh iblis yang sangat kejam. Ketika dipenjara, bosnya saja hanya bisa menjadi yang terlemah di sana. Itu artinya, dia mungkin akan kehilangan nyawa bahkan sebelum dipenjara.Bilal sangat ketakutan. Dia segera memoh
Tak lama kemudian, semua orang segera bergerak kembali dan mengendalikan formasinya. Kali ini, benang-benangnya bergerak dengan makin kuat dan rapat, sehingga para Pelindung Kebenaran dan orang-orang empat keluarga besar yang terbelah menjadi dua bertambah makin banyak. Mereka semua menjadi korban mengenaskan dengan tubuh berserakan dan darah mengalir di mana-mana.Bahkan para penyintas dari kejadian itu pun merinding karena ketakutan. Mereka segera melarikan diri ke segala arah karena takut menjadi korban dari formasi ini.Tak lama kemudian, medan pertempuran menjadi kosong dan hanya tersisa sepuluh tetua serta lima jenderal besar yang mengepung Yoga. Benang-benang itu juga masih terus bergerak dan terus menghantam ke arahnya.Sebuah benang yang sangat tipis melayang karena tertiup angin dan langsung menyerang ke arah kening Yoga. Namun, dia tetap tenang dan hanya bergeser sedikit ke samping.Plak!Terdengar suara keras dan sebuah jurang yang dalam pun terbentuk di samping Yoga. Ini a
Dalam sekejap, seluruh tempat itu berubah menjadi seperti neraka dengan bau amis darah dan kekejaman di mana-mana. Terlihat sangat mengerikan saat satu per satu tubuh terpotong oleh benang hitam itu. Makin banyak benang yang bergerak dengan tidak teratur dan memotong ke segala arah, tidak ada seorang pun bisa menghindar. Meskipun dewa yang datang, mereka juga akan tewas.Di salah satu deretan bangunan, Winola dan Sutrisno sedang berdiri di depan jendela dan melihat pemandangan itu dengan ketakutan. Ekspresi mereka terlihat sangat muram dan wajah mereka pucat pasi. Tidak ada yang menyangka semuanya akan menjadi begitu mengerikan.Winola tiba-tiba berkata, "Aku akhirnya mengerti kenapa Tuan Bimo menyuruh kita datang ke sini."Sutrisno menambahkan, "Ternyata dia ingin melindungi kita. Kalau kita berada di medan perang, kita pasti sudah mati."Winola kembali berkata, "Harus diakui, Tuan Bimo memang bijak. Bukan hanya memperhatikan kita, dia juga ingin melindungi kita."Sutrisno menghela na
Yoga tersenyum sinis dan menatap kerumunan orang di depannya dengan dingin, lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi angkuh. Jubahnya yang berkibar meskipun tidak ada angin membuatnya terkesan santai, tetapi berwibawa. Aura kuat yang misterius tiba-tiba memancar dari tubuhnya, sehingga orang-orang di sekitarnya makin waspada dan mengawasi setiap gerakannya."Bimo, jangan kira kamu sudah menang karena membawa orang untuk menyerang kami.""Kami sudah mempersiapkan tempat ini sepenuhnya untuk menghadapi kemungkinan kamu datang ke sini.""Kamu ini sama saja mencari mati sendiri. Lihat saja bagaimana kami membunuhmu."Dalam sekejap, semua orang yang berada di sana menjadi sangat bersemangat dan tertawa terbahak-bahak.Saat ini, Yoga mengernyitkan alis dan mengamati sekelilingnya. Dia menyadari ada ancaman yang terus mendekat, seolah-olah memang ada yang tidak beres."Ayo mulai aktifkan formasi!" teriak seseorang dengan lantang.Sepuluh tetua dan lima jenderal itu pun langsung bergerak. Mer
"Benda berharga yang bisa diambil? Maksudnya, kami disuruh merampok?" tanya Sutrisno dengan ekspresi yang berubah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Benar, mana mungkin kami bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah seharusnya kita bertarung melawan musuh?" kata Winola yang terlihat bingung dan sangat penasaran.Keduanya menatap Yoga dengan tajam karena ingin tahu dengan jawabannya.Namun, Yoga sebenarnya mengatakan itu hanya demi menyingkirkan keduanya, mana mungkin ada jawaban untuk pertanyaan mereka. Pada akhirnya, dia mengernyitkan alis dan berkata setelah berpikir sejenak, "Mungkin saja dia memperhatikan kalian, jadi ingin memberi kalian kesempatan untuk berprestasi."Mendengar perkataan itu, ekspresi Sutrisno dan Winola terlihat sangat terkejut. Kemungkinan untuk berprestasi ini bukannya mustahil.Winola langsung berkata, "Benar. Tuan Bimo pasti melihat potensi kita, jadi ingin membimbing kita."Sutrisno menambahkan, "Memang ada kemungkinannya. Kalau begitu, kita harus b
"Di mana Tuan Bimo sekarang?" tanya seseorang dengan segera saat Yoga memberikan perintah."Tuan Bimo selalu bertindak dengan hati-hati, teliti, dan sulit untuk ditebak. Aku juga nggak tahu dia ada di mana sekarang," jawab Yoga dengan tenang.Semua orang saling memandang dengan ekspresi tak berdaya, hanya bisa mulai bergerak.Winola bertanya, "Tuan Bimo ... kapan dia berbicara denganmu?"Sutrisno juga bertanya, "Benar. Bukankah tadi kamu selalu bersama kami?"Keduanya maju dengan ekspresi bingung dan memperhatikan Yoga. Mereka sudah bersama dengan Yoga sejak tadi, tetapi tidak terlihat sosok Bimo di sekitar."Tuan Bimo punya kemampuan transmisi suara sejauh ribuan mil, jadi wajar saja kalian nggak mendengarnya," jawab Yoga sambil menunjuk kepalanya, lalu menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Dia merasa kedua orang ini benar-benar terlalu santai.Pada saat itu, orang-orang dari empat keluarga besar sudah berpencar dan mengelilingi Gunung Lorta. Setelah itu, mereka bergerak mendekat k
Yoga kembali menyerang. Dia langsung menghabisi dua jenderal yang tersisa. Tubuh mereka terjatuh ke tanah. Darah mengalir deras dan mewarnai tanah dengan warna merah pekat.Suasana di tempat itu berubah menjadi sangat sunyi hingga hanya keheningan yang tersisa. Semua orang menatap Yoga dengan kagum sekaligus gentar. Sorot mata mereka penuh semangat juang yang berkobar."Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!"Dalam sekejap, mereka dipenuhi semangat yang meluap-luap. Orang-orang itu berteriak dengan penuh kegembiraan. Semua Pelindung Kebenaran telah dihabisi tanpa tersisa.Menurut mereka, Bimo benar-benar mengubah situasi pertempuran dengan begitu mendominasi. Pada momen ini, semua orang merasakan tekanan yang sangat kuat darinya."Ayo, pergi ke Gunung Lorta! Hancurkan markas Pelindung Kebenaran!" Dengan hanya satu kalimat dari Yoga, semua orang di tempat itu menjadi sangat bersemangat. Mereka mengangguk penuh antusias dan percaya diri.Di mata mereka, Bimo begitu kuat h
Suasana di medan perang mendadak menjadi sangat sunyi. Tatapan dingin Yoga tertuju pada tiga jenderal yang tersisa. Ketiganya merasakan ketakutan yang luar biasa, seolah-olah mereka berdiri di tepi jurang maut.Mencabik tangan dan kaki? Apa Yoga berniat menyiksa mereka sampai mati? Pikiran ini membuat mereka makin cemas. Ketiga jenderal itu tidak lagi tenang. Mereka ingin berbicara, tetapi ketakutan mengunci mulut mereka."Dimulai dari kamu," ujar Yoga tiba-tiba sambil menunjuk salah satu dari mereka."Aku?" Jenderal yang ditunjuk itu gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, sementara bibirnya bergetar tanpa henti.Yoga menatapnya dengan ekspresi yang datar. Dia bertanya dengan nada penuh tekanan, "Katakan, di mana markas kalian?"Jenderal itu menjawab dengan suara penuh ketegangan, "Aku ... aku bakal kasih tahu kamu! Markas kami ada di dalam Gunung Lorta!""Kamu bisa-bisanya berkhianat? Cari mati!"Dua jenderal lainnya memelotot penuh amarah. Mereka sulit percaya bahwa salah satu dari mere
Saat ini, energi yang dilepaskan Yoga makin mengamuk. Kekuatan yang dia miliki terus meningkat dan mencapai level yang luar biasa. Kilatan petir tiba-tiba menyambar, seolah-olah merespons kekuatannya dan langsung menghantam tubuh Yoga.Suara ledakan yang menggema membuat semua orang secara refleks menutup telinga dan mata mereka. Serangan ini membuat mereka merasakan teror yang luar biasa. Bahkan tanah di bawah mereka bergetar hebat, seolah-olah seluruh gunung bergoncang.Dari kejauhan, Winola dan Sutrisno mengarahkan pandangan tajam mereka ke arah sana. Alis mereka berkerut dalam-dalam. Mereka berdua bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa."Petir itu ... kenapa rasanya seperti Yoga?" tanya Winola dengan penasaran."Apa mungkin ... ini adalah ajaran dari Tuan Bimo pada Yoga?" ujar Sutrisno yang coba menebak kemungkinan lain."Mungkin saja ...." Winola akhirnya mengangguk dan menerima kemungkinan tersebut. Bagaimanapun, Bimo adalah sosok yang sangat kuat. Bukan hal aneh jika dia mengaj
Dalam sekejap, suasana di medan perang makin tegang. Rasa gelisah makin menjalar di antara semua orang. Bagaimanapun juga, tidak ada yang ingin mati.Mereka datang ke sini hanya untuk membantu Bimo membasmi para Pelindung Kebenaran. Namun sekarang, mereka justru dihadapkan pada situasi yang begitu mencekam."Bunuh!" Para Pelindung Kebenaran makin bersemangat bertarung. Semangat juang mereka sudah makin membara. Pada saat itu, hampir semua orang bisa melihat betapa brutal dan nekatnya para Pelindung Kebenaran.Yoga memandang semua itu dengan tenang. Dia menyaksikan perubahan di medan perang. Tatapannya tajam, tetapi sikapnya tetap acuh tak acuh."Bimo, kamu mulai takut, 'kan? Ini adalah Formasi Domain Darah!""Begitu formasi ini diaktifkan, bahkan kamu yang legendaris 1.000 tahun lalu pun nggak akan mampu mengatasinya!""Formasi kuno ini diciptakan khusus untuk melawan para ahli hebat seperti dirimu. Kamu nggak akan punya peluang kali ini!"Kelima jenderal itu berbicara dengan sombong.