Irfan merasa putus asa. Dia tahu dirinya pasti tidak bisa selamat lagi hari ini. Irfan berucap dengan suara bergetar, "Aku terima kalau memang harus mati di tanganmu. Tapi, aku mohon jangan siksa aku."Yoga menimpali dengan dingin, "Kamu mau langsung mati? Jangan harap."Irfan yang panik bertanya, "Apa ... apa yang ingin kamu lakukan?" Irfan bahkan tidak bisa mati. Dia tidak berani membayangkan apa yang akan dialaminya nanti.Yoga menyahut, "Sudahlah. Aku akan memberimu kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Kalau kamu membantuku, mungkin aku nggak akan menyiksamu."Irfan segera bertanya, "Kamu mau aku bantu apa?"Yoga bertanya balik, "Beri tahu aku, siapa yang menyuruhmu untuk mempersulit keluarga Aiman?"Yoga curiga kemungkinan besar Keluarga Sumargo yang menyuruh Irfan untuk menyiksa keluarga Aiman. Irfan menjawab, "Nggak ada yang menyuruhku berbuat seperti ini. Alasannya hanya karena mereka berutang uang kepadaku sehingga aku mempersulit mereka."Yoga mengancam, "Aku sudah memberimu
Aiman tentu tidak memercayainya. Dia menganggap Yoga hanya melebih-lebihkan ucapannya demi menghibur dirinya.Namun, Dirga memercayai ucapan Yoga. Dia memahami Yoga dan tahu bahwa Yoga tidak akan berbohong. Kalaupun Yoga memang melebih-lebihkan ucapannya, Dirga yakin Yoga pasti masih punya Pil Tujuh Indra.Dirga bertanya, "Yoga, apa kamu masih mau medali agung? Kamu tukar saja dengan Pil Tujuh Indra. Aku akan beri kamu diskon kalau kamu ambil lebih banyak medali."Lagi pula, modal untuk pembuatan medali agung hanya senilai jutaan. Jadi, menukar Pil Tujuh Indra dengan medali agung benar-benar menguntungkan.Yoga mengangguk dan menyahut, "Aku butuh 9 medali agung lagi."Sepuluh senior Aula Haima harus mendapatkan medali agung. Meskipun medali ini tidak cukup untuk menebus penderitaan yang mereka alami selama ini, setidaknya Yoga merasa lebih tenang.Dirga langsung menyetujuinya, "Nggak masalah. Aku akan memberimu diskon. Kamu hanya perlu menukarnya dengan 4 butir Pil Tujuh Indra."Aiman
Yoga mengangguk. Kebetulan dia memang lapar. Dirga berkomentar, "Kudengar, satai di kota ini sangat terkenal. Hari ini aku benar-benar beruntung."Pasar malam di kota ini merupakan yang terbesar di Provinsi Sadali. Banyak pekerja yang mengunjungi pasar malam ini. Untung saja, cuaca hari ini juga cukup bagus. Mereka memesan satai dan bir. Rasanya benar-benar menyenangkan.Saat mereka sedang makan dengan asyik, tiba-tiba seorang wanita dan 3 pria menghampiri mereka. Wanita yang berpakaian seksi berujar dengan antusias, "Widi, kebetulan sekali. Aku nggak menyangka bisa bertemu kamu di sini."Widi juga terkejut. Dia menanggapi, "Kak Diana, ternyata kamu juga datang ke sini. Apa kamu mau makan?"Diana adalah kolega Widi. Dia juga merupakan seorang penari tiang. Saat Widi baru mulai bekerja, Diana banyak membantunya. Bahkan, Diana yang mengajari Widi tari tiang. Diana menyahut, "Iya. Aku baru pulang kerja. Sekarang aku mau temani 3 tamu untuk minum-minum."Widi merasa gugup setelah melirik k
Yoga yang memahami maksud Dirga segera mencengkeram tangan pria buncit dan memelintirnya. Tangan pria buncit langsung patah dan dia berlutut di lantai. Pria buncit berteriak histeris sehingga menarik perhatian banyak orang. Pria buncit membentak, "Sialan! Beraninya kamu pukul aku! Aku akan menghajarmu habis-habisan!"Pria buncit memerintah, "Cepat maju!"Dua bawahan yang dibawa pria buncit langsung menyerang Yoga. Kemudian, Yoga menendang kedua bawahan itu dengan kuat hingga mereka tergeletak di lantai.Diana yang ketakutan berbicara dengan terbata-bata, "Widi ... teman ... temanmu terlalu gegabah ... dia pasti celaka. Sekarang Aliansi Keadilan sudah disingkirkan ... penyokong kita sudah tumbang ... nggak ada yang bisa melindungi kita lagi ...."Widi menghibur, "Kak Diana, nggak apa-apa. Yoga bisa menyelesaikannya sendiri."Yoga berucap, "Kak Widi, Kak Wani, kalian naik ke mobil dulu. Serahkan saja masalah ini kepadaku.""Oke," sahut Widi dan Wani. Kemudian, mereka memapah Diana ke mob
Emran berujar, "Siap!"Semua orang di tempat terperangah. Ternyata pria tua yang tampak ramah ini adalah Dirga! Kenapa orang yang bermartabat seperti Dirga bisa datang ke tempat seperti ini? Apa Dirga mau blusukan?Sementara itu, Diana yang duduk di dalam mobil juga terbengong-bengong. Dia menelan ludah, lalu bertanya, "Widi, gimana ... caranya kamu bisa kenal dengan tokoh hebat seperti mereka? Dulu aku nggak pernah dengar kamu menceritakannya. Kalau kamu begitu hebat, kenapa kamu takut kepada Irfan?"Widi tersenyum getir dan menyahut, "Ceritanya panjang. Nanti aku akan menceritakannya kepadamu."Setelah selesai makan, Yoga dan lainnya naik ke mobil. Kemudian, mereka pun pergi. Diana bertanya dengan gugup, "Pak Yoga, apa kamu punya tempat tinggal malam nanti?"Yoga menjawab, "Malam ini aku tidur bersama Paman Aiman saja."Aiman tampak ragu-ragu saat menjelaskan, "Yoga, tempat tinggalku sekarang agak kacau. Jadi, benar-benar nggak ada tempat untukmu .... Kalau nggak, aku pesan kamar hot
Yoga tampak meletakkan mantelnya di atas tubuh Diana. Wanita itu langsung tersipu malu, lalu berucap, "Pak Yoga, ternyata kamu suka hal yang menegangkan."Tiba-tiba, Yoga membuka mata wanita itu dengan tangannya dan mengamati dengan cermat. Diana yang kebingungan pun bertanya, "Pak Yoga, apa yang kamu lakukan?""Ternyata dugaanku benar," jawab Yoga dengan nada dingin.Diana tampak makin bingung sehingga bertanya lagi, "Pak Yoga, apa maksudmu?"Yoga segera berujar, "Sudahlah, jangan pura-pura lagi. Katakan, siapa yang suruh kamu melakukan ini?"Diana sontak merasa tidak nyaman. Napasnya bahkan menjadi berat ketika dia berucap, "Pak Yoga, ini kemauanku sendiri. Nggak ada hubungannya dengan orang lain."Yoga menimpali, "Kamu tahu aku nggak tanya tentang itu. Ada alat penyadap di piamamu dan itu ada di kamarku sekarang. Jadi, nggak ada lagi yang bisa mendengar omongan kita. Lebih baik kamu jujur padaku."Diana terlihat sangat gugup. Dia ingin segera pergi sehingga berucap, "Pak Yoga, aku n
Yoga tiba-tiba teringat dengan sesuatu sehingga segera berbalik. Di rumah seberang, ada dua bayangan hitam yang melarikan diri ke arah mobil sedan di kejauhan. Ternyata mereka bersembunyi di sana.Yoga segera memberi tahu Diana, "Tunggu aku di sini. Jangan ke mana-mana."Kemudian, Yoga langsung mengejar kedua orang itu. Dia berlari sangat cepat. Jarak di antara mereka segera menjadi pendek. Orang yang lebih tinggi menyadari situasi ini. Dia segera berhenti dan berbalik untuk menyerang Yoga, sementara orang yang lebih pendek terus melarikan diri.Yoga segera melemparkan jarum peraknya. Jarum tersebut tepat mengenai punggung dari orang yang pendek, tetapi itu tidak mengurangi kecepatannya untuk melarikan diri. Pada saat yang sama, orang yang lebih tinggi berhasil mengejar Yoga dan meninju ke arahnya.Yoga tanpa ragu langsung membalas tinju tersebut. Lawannya adalah seorang ahli bela diri tingkat agung master. Namun setelah beradu tinju dengan Yoga, dia langsung terpental. Begitu mendarat
Satu kalimat dari Yoga langsung membuat Martin terdiam. Sayangnya, Martin masih tidak ingin bekerja sama. Dia bahkan membatin, 'Kamu mungkin bisa menemukan data pribadiku, tapi belum tentu bisa menemukan Ibu.'Martin sudah menempatkan ibunya di luar negeri sejak lama. Sementara itu, Yoga tidak terburu-buru. Dia tentu bisa menebak pemikiran Martin. Yoga ingin menghancurkan setiap sisa harapan dalam pikirannya agar dia bersedia bekerja sama.Dalam waktu kurang dari satu menit, telepon Martin berdering. Itu adalah telepon dari ibunya yang berada di luar negeri. Martin sontak menegang. Dia segera mengangkat telepon, lalu bertanya, "Ibu, kenapa tiba-tiba telepon?"Ibunya menjawab, "Nak, tadi beberapa temanmu datang mencarimu. Ibu bilang kamu nggak ada di sini. Sebelumnya, Ibu juga nggak pernah melihat mereka."Raut wajah Martin langsung berubah. Jelas bahwa teman-teman yang disebutkan oleh ibunya adalah orang yang diatur Yoga. Dia segera bertanya, "Ibu, mereka nggak melakukan apa-apa, 'kan?