Yoga mengangguk. Kebetulan dia memang lapar. Dirga berkomentar, "Kudengar, satai di kota ini sangat terkenal. Hari ini aku benar-benar beruntung."Pasar malam di kota ini merupakan yang terbesar di Provinsi Sadali. Banyak pekerja yang mengunjungi pasar malam ini. Untung saja, cuaca hari ini juga cukup bagus. Mereka memesan satai dan bir. Rasanya benar-benar menyenangkan.Saat mereka sedang makan dengan asyik, tiba-tiba seorang wanita dan 3 pria menghampiri mereka. Wanita yang berpakaian seksi berujar dengan antusias, "Widi, kebetulan sekali. Aku nggak menyangka bisa bertemu kamu di sini."Widi juga terkejut. Dia menanggapi, "Kak Diana, ternyata kamu juga datang ke sini. Apa kamu mau makan?"Diana adalah kolega Widi. Dia juga merupakan seorang penari tiang. Saat Widi baru mulai bekerja, Diana banyak membantunya. Bahkan, Diana yang mengajari Widi tari tiang. Diana menyahut, "Iya. Aku baru pulang kerja. Sekarang aku mau temani 3 tamu untuk minum-minum."Widi merasa gugup setelah melirik k
Yoga yang memahami maksud Dirga segera mencengkeram tangan pria buncit dan memelintirnya. Tangan pria buncit langsung patah dan dia berlutut di lantai. Pria buncit berteriak histeris sehingga menarik perhatian banyak orang. Pria buncit membentak, "Sialan! Beraninya kamu pukul aku! Aku akan menghajarmu habis-habisan!"Pria buncit memerintah, "Cepat maju!"Dua bawahan yang dibawa pria buncit langsung menyerang Yoga. Kemudian, Yoga menendang kedua bawahan itu dengan kuat hingga mereka tergeletak di lantai.Diana yang ketakutan berbicara dengan terbata-bata, "Widi ... teman ... temanmu terlalu gegabah ... dia pasti celaka. Sekarang Aliansi Keadilan sudah disingkirkan ... penyokong kita sudah tumbang ... nggak ada yang bisa melindungi kita lagi ...."Widi menghibur, "Kak Diana, nggak apa-apa. Yoga bisa menyelesaikannya sendiri."Yoga berucap, "Kak Widi, Kak Wani, kalian naik ke mobil dulu. Serahkan saja masalah ini kepadaku.""Oke," sahut Widi dan Wani. Kemudian, mereka memapah Diana ke mob
Emran berujar, "Siap!"Semua orang di tempat terperangah. Ternyata pria tua yang tampak ramah ini adalah Dirga! Kenapa orang yang bermartabat seperti Dirga bisa datang ke tempat seperti ini? Apa Dirga mau blusukan?Sementara itu, Diana yang duduk di dalam mobil juga terbengong-bengong. Dia menelan ludah, lalu bertanya, "Widi, gimana ... caranya kamu bisa kenal dengan tokoh hebat seperti mereka? Dulu aku nggak pernah dengar kamu menceritakannya. Kalau kamu begitu hebat, kenapa kamu takut kepada Irfan?"Widi tersenyum getir dan menyahut, "Ceritanya panjang. Nanti aku akan menceritakannya kepadamu."Setelah selesai makan, Yoga dan lainnya naik ke mobil. Kemudian, mereka pun pergi. Diana bertanya dengan gugup, "Pak Yoga, apa kamu punya tempat tinggal malam nanti?"Yoga menjawab, "Malam ini aku tidur bersama Paman Aiman saja."Aiman tampak ragu-ragu saat menjelaskan, "Yoga, tempat tinggalku sekarang agak kacau. Jadi, benar-benar nggak ada tempat untukmu .... Kalau nggak, aku pesan kamar hot
Yoga tampak meletakkan mantelnya di atas tubuh Diana. Wanita itu langsung tersipu malu, lalu berucap, "Pak Yoga, ternyata kamu suka hal yang menegangkan."Tiba-tiba, Yoga membuka mata wanita itu dengan tangannya dan mengamati dengan cermat. Diana yang kebingungan pun bertanya, "Pak Yoga, apa yang kamu lakukan?""Ternyata dugaanku benar," jawab Yoga dengan nada dingin.Diana tampak makin bingung sehingga bertanya lagi, "Pak Yoga, apa maksudmu?"Yoga segera berujar, "Sudahlah, jangan pura-pura lagi. Katakan, siapa yang suruh kamu melakukan ini?"Diana sontak merasa tidak nyaman. Napasnya bahkan menjadi berat ketika dia berucap, "Pak Yoga, ini kemauanku sendiri. Nggak ada hubungannya dengan orang lain."Yoga menimpali, "Kamu tahu aku nggak tanya tentang itu. Ada alat penyadap di piamamu dan itu ada di kamarku sekarang. Jadi, nggak ada lagi yang bisa mendengar omongan kita. Lebih baik kamu jujur padaku."Diana terlihat sangat gugup. Dia ingin segera pergi sehingga berucap, "Pak Yoga, aku n
Yoga tiba-tiba teringat dengan sesuatu sehingga segera berbalik. Di rumah seberang, ada dua bayangan hitam yang melarikan diri ke arah mobil sedan di kejauhan. Ternyata mereka bersembunyi di sana.Yoga segera memberi tahu Diana, "Tunggu aku di sini. Jangan ke mana-mana."Kemudian, Yoga langsung mengejar kedua orang itu. Dia berlari sangat cepat. Jarak di antara mereka segera menjadi pendek. Orang yang lebih tinggi menyadari situasi ini. Dia segera berhenti dan berbalik untuk menyerang Yoga, sementara orang yang lebih pendek terus melarikan diri.Yoga segera melemparkan jarum peraknya. Jarum tersebut tepat mengenai punggung dari orang yang pendek, tetapi itu tidak mengurangi kecepatannya untuk melarikan diri. Pada saat yang sama, orang yang lebih tinggi berhasil mengejar Yoga dan meninju ke arahnya.Yoga tanpa ragu langsung membalas tinju tersebut. Lawannya adalah seorang ahli bela diri tingkat agung master. Namun setelah beradu tinju dengan Yoga, dia langsung terpental. Begitu mendarat
Satu kalimat dari Yoga langsung membuat Martin terdiam. Sayangnya, Martin masih tidak ingin bekerja sama. Dia bahkan membatin, 'Kamu mungkin bisa menemukan data pribadiku, tapi belum tentu bisa menemukan Ibu.'Martin sudah menempatkan ibunya di luar negeri sejak lama. Sementara itu, Yoga tidak terburu-buru. Dia tentu bisa menebak pemikiran Martin. Yoga ingin menghancurkan setiap sisa harapan dalam pikirannya agar dia bersedia bekerja sama.Dalam waktu kurang dari satu menit, telepon Martin berdering. Itu adalah telepon dari ibunya yang berada di luar negeri. Martin sontak menegang. Dia segera mengangkat telepon, lalu bertanya, "Ibu, kenapa tiba-tiba telepon?"Ibunya menjawab, "Nak, tadi beberapa temanmu datang mencarimu. Ibu bilang kamu nggak ada di sini. Sebelumnya, Ibu juga nggak pernah melihat mereka."Raut wajah Martin langsung berubah. Jelas bahwa teman-teman yang disebutkan oleh ibunya adalah orang yang diatur Yoga. Dia segera bertanya, "Ibu, mereka nggak melakukan apa-apa, 'kan?
Wajah Lili tiba-tiba memerah. Dia membantah, "Kalian pasti salah ingat. Yang suka nangis sampai hidungnya berbusa itu kakakku.""Haha!" Semua orang sontak tertawa.Setelah memastikan keluarga Aiman aman, Yoga bergegas menuju Kota Sanda.Di sepanjang perjalanan, Yoga mempelajari informasi tentang Tetua Aula Haima di Kota Sanda secara sederhana. Orang itu bernama Jody. Awalnya, dia adalah bos dari Bank Cuci Uang Sanda. Setelah kekuatannya dihancurkan oleh anggota Keluarga Sumargo, bawahan andalannya, Fikri, berkhianat dan merebut posisinya sebagai bos bank cuci uang.Demi menyiksa Jody, Fikri bahkan memaksanya untuk membersihkan toilet. Nasib Jody tidak jauh berbeda dengan keluarga Aiman.Yoga segera tiba di Bank Cuci Uang Sanda. Bank cuci uang ini memiliki skala yang besar dan keamanan yang ketat. Begitu Yoga mendekat, dia dihalangi oleh satpam di pintu masuk. "Kamu mau apa?"Supaya tidak mencurigakan, Yoga menjawab, "Aku datang untuk pinjam uang."Satpam itu bertanya lagi, "Mau pinjam
Tulang rusuk Fikri sontak patah beberapa. Dia juga terus memuntahkan darah. Kini, emosi Fikri langsung membeludak. Pria itu segera memaki, "Sialan! Kamu sendiri yang cari mati. Jangan salahkan aku yang kejam." Dia mengambil pistol dari pinggangnya dan langsung menembakkannya ke arah pelipis Yoga.Di sisi lain, Yoga sama sekali tidak menghindar. Dia hanya mengulurkan tangannya ke depan pelipisnya. Semua orang tampak mengejek. Apakah dia ingin menangkap peluru dengan tangan kosong? Mungkinkah otaknya bermasalah?Begitu suara tembakan lenyap, Yoga masih berdiri tegak di tempatnya tanpa terluka sedikit pun. Semua orang pun tertegun. Apa yang terjadi? Dengan jarak yang begitu dekat, bisa-bisanya tembakan Fikri memeleset? Tidak mungkin. Apabila memeleset, kenapa pelurunya tidak terlihat? Jangan-jangan ....Semua orang menatap tangan Yoga dengan ketakutan. Saat ini, Yoga perlahan membuka telapak tangannya. Sebuah peluru muncul di tengah-tengah sana. Orang-orang itu tercengang melihatnya. Yog
Tak lama kemudian, semua orang segera bergerak kembali dan mengendalikan formasinya. Kali ini, benang-benangnya bergerak dengan makin kuat dan rapat, sehingga para Pelindung Kebenaran dan orang-orang empat keluarga besar yang terbelah menjadi dua bertambah makin banyak. Mereka semua menjadi korban mengenaskan dengan tubuh berserakan dan darah mengalir di mana-mana.Bahkan para penyintas dari kejadian itu pun merinding karena ketakutan. Mereka segera melarikan diri ke segala arah karena takut menjadi korban dari formasi ini.Tak lama kemudian, medan pertempuran menjadi kosong dan hanya tersisa sepuluh tetua serta lima jenderal besar yang mengepung Yoga. Benang-benang itu juga masih terus bergerak dan terus menghantam ke arahnya.Sebuah benang yang sangat tipis melayang karena tertiup angin dan langsung menyerang ke arah kening Yoga. Namun, dia tetap tenang dan hanya bergeser sedikit ke samping.Plak!Terdengar suara keras dan sebuah jurang yang dalam pun terbentuk di samping Yoga. Ini a
Dalam sekejap, seluruh tempat itu berubah menjadi seperti neraka dengan bau amis darah dan kekejaman di mana-mana. Terlihat sangat mengerikan saat satu per satu tubuh terpotong oleh benang hitam itu. Makin banyak benang yang bergerak dengan tidak teratur dan memotong ke segala arah, tidak ada seorang pun bisa menghindar. Meskipun dewa yang datang, mereka juga akan tewas.Di salah satu deretan bangunan, Winola dan Sutrisno sedang berdiri di depan jendela dan melihat pemandangan itu dengan ketakutan. Ekspresi mereka terlihat sangat muram dan wajah mereka pucat pasi. Tidak ada yang menyangka semuanya akan menjadi begitu mengerikan.Winola tiba-tiba berkata, "Aku akhirnya mengerti kenapa Tuan Bimo menyuruh kita datang ke sini."Sutrisno menambahkan, "Ternyata dia ingin melindungi kita. Kalau kita berada di medan perang, kita pasti sudah mati."Winola kembali berkata, "Harus diakui, Tuan Bimo memang bijak. Bukan hanya memperhatikan kita, dia juga ingin melindungi kita."Sutrisno menghela na
Yoga tersenyum sinis dan menatap kerumunan orang di depannya dengan dingin, lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi angkuh. Jubahnya yang berkibar meskipun tidak ada angin membuatnya terkesan santai, tetapi berwibawa. Aura kuat yang misterius tiba-tiba memancar dari tubuhnya, sehingga orang-orang di sekitarnya makin waspada dan mengawasi setiap gerakannya."Bimo, jangan kira kamu sudah menang karena membawa orang untuk menyerang kami.""Kami sudah mempersiapkan tempat ini sepenuhnya untuk menghadapi kemungkinan kamu datang ke sini.""Kamu ini sama saja mencari mati sendiri. Lihat saja bagaimana kami membunuhmu."Dalam sekejap, semua orang yang berada di sana menjadi sangat bersemangat dan tertawa terbahak-bahak.Saat ini, Yoga mengernyitkan alis dan mengamati sekelilingnya. Dia menyadari ada ancaman yang terus mendekat, seolah-olah memang ada yang tidak beres."Ayo mulai aktifkan formasi!" teriak seseorang dengan lantang.Sepuluh tetua dan lima jenderal itu pun langsung bergerak. Mer
"Benda berharga yang bisa diambil? Maksudnya, kami disuruh merampok?" tanya Sutrisno dengan ekspresi yang berubah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Benar, mana mungkin kami bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah seharusnya kita bertarung melawan musuh?" kata Winola yang terlihat bingung dan sangat penasaran.Keduanya menatap Yoga dengan tajam karena ingin tahu dengan jawabannya.Namun, Yoga sebenarnya mengatakan itu hanya demi menyingkirkan keduanya, mana mungkin ada jawaban untuk pertanyaan mereka. Pada akhirnya, dia mengernyitkan alis dan berkata setelah berpikir sejenak, "Mungkin saja dia memperhatikan kalian, jadi ingin memberi kalian kesempatan untuk berprestasi."Mendengar perkataan itu, ekspresi Sutrisno dan Winola terlihat sangat terkejut. Kemungkinan untuk berprestasi ini bukannya mustahil.Winola langsung berkata, "Benar. Tuan Bimo pasti melihat potensi kita, jadi ingin membimbing kita."Sutrisno menambahkan, "Memang ada kemungkinannya. Kalau begitu, kita harus b
"Di mana Tuan Bimo sekarang?" tanya seseorang dengan segera saat Yoga memberikan perintah."Tuan Bimo selalu bertindak dengan hati-hati, teliti, dan sulit untuk ditebak. Aku juga nggak tahu dia ada di mana sekarang," jawab Yoga dengan tenang.Semua orang saling memandang dengan ekspresi tak berdaya, hanya bisa mulai bergerak.Winola bertanya, "Tuan Bimo ... kapan dia berbicara denganmu?"Sutrisno juga bertanya, "Benar. Bukankah tadi kamu selalu bersama kami?"Keduanya maju dengan ekspresi bingung dan memperhatikan Yoga. Mereka sudah bersama dengan Yoga sejak tadi, tetapi tidak terlihat sosok Bimo di sekitar."Tuan Bimo punya kemampuan transmisi suara sejauh ribuan mil, jadi wajar saja kalian nggak mendengarnya," jawab Yoga sambil menunjuk kepalanya, lalu menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Dia merasa kedua orang ini benar-benar terlalu santai.Pada saat itu, orang-orang dari empat keluarga besar sudah berpencar dan mengelilingi Gunung Lorta. Setelah itu, mereka bergerak mendekat k
Yoga kembali menyerang. Dia langsung menghabisi dua jenderal yang tersisa. Tubuh mereka terjatuh ke tanah. Darah mengalir deras dan mewarnai tanah dengan warna merah pekat.Suasana di tempat itu berubah menjadi sangat sunyi hingga hanya keheningan yang tersisa. Semua orang menatap Yoga dengan kagum sekaligus gentar. Sorot mata mereka penuh semangat juang yang berkobar."Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!"Dalam sekejap, mereka dipenuhi semangat yang meluap-luap. Orang-orang itu berteriak dengan penuh kegembiraan. Semua Pelindung Kebenaran telah dihabisi tanpa tersisa.Menurut mereka, Bimo benar-benar mengubah situasi pertempuran dengan begitu mendominasi. Pada momen ini, semua orang merasakan tekanan yang sangat kuat darinya."Ayo, pergi ke Gunung Lorta! Hancurkan markas Pelindung Kebenaran!" Dengan hanya satu kalimat dari Yoga, semua orang di tempat itu menjadi sangat bersemangat. Mereka mengangguk penuh antusias dan percaya diri.Di mata mereka, Bimo begitu kuat h
Suasana di medan perang mendadak menjadi sangat sunyi. Tatapan dingin Yoga tertuju pada tiga jenderal yang tersisa. Ketiganya merasakan ketakutan yang luar biasa, seolah-olah mereka berdiri di tepi jurang maut.Mencabik tangan dan kaki? Apa Yoga berniat menyiksa mereka sampai mati? Pikiran ini membuat mereka makin cemas. Ketiga jenderal itu tidak lagi tenang. Mereka ingin berbicara, tetapi ketakutan mengunci mulut mereka."Dimulai dari kamu," ujar Yoga tiba-tiba sambil menunjuk salah satu dari mereka."Aku?" Jenderal yang ditunjuk itu gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, sementara bibirnya bergetar tanpa henti.Yoga menatapnya dengan ekspresi yang datar. Dia bertanya dengan nada penuh tekanan, "Katakan, di mana markas kalian?"Jenderal itu menjawab dengan suara penuh ketegangan, "Aku ... aku bakal kasih tahu kamu! Markas kami ada di dalam Gunung Lorta!""Kamu bisa-bisanya berkhianat? Cari mati!"Dua jenderal lainnya memelotot penuh amarah. Mereka sulit percaya bahwa salah satu dari mere
Saat ini, energi yang dilepaskan Yoga makin mengamuk. Kekuatan yang dia miliki terus meningkat dan mencapai level yang luar biasa. Kilatan petir tiba-tiba menyambar, seolah-olah merespons kekuatannya dan langsung menghantam tubuh Yoga.Suara ledakan yang menggema membuat semua orang secara refleks menutup telinga dan mata mereka. Serangan ini membuat mereka merasakan teror yang luar biasa. Bahkan tanah di bawah mereka bergetar hebat, seolah-olah seluruh gunung bergoncang.Dari kejauhan, Winola dan Sutrisno mengarahkan pandangan tajam mereka ke arah sana. Alis mereka berkerut dalam-dalam. Mereka berdua bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa."Petir itu ... kenapa rasanya seperti Yoga?" tanya Winola dengan penasaran."Apa mungkin ... ini adalah ajaran dari Tuan Bimo pada Yoga?" ujar Sutrisno yang coba menebak kemungkinan lain."Mungkin saja ...." Winola akhirnya mengangguk dan menerima kemungkinan tersebut. Bagaimanapun, Bimo adalah sosok yang sangat kuat. Bukan hal aneh jika dia mengaj
Dalam sekejap, suasana di medan perang makin tegang. Rasa gelisah makin menjalar di antara semua orang. Bagaimanapun juga, tidak ada yang ingin mati.Mereka datang ke sini hanya untuk membantu Bimo membasmi para Pelindung Kebenaran. Namun sekarang, mereka justru dihadapkan pada situasi yang begitu mencekam."Bunuh!" Para Pelindung Kebenaran makin bersemangat bertarung. Semangat juang mereka sudah makin membara. Pada saat itu, hampir semua orang bisa melihat betapa brutal dan nekatnya para Pelindung Kebenaran.Yoga memandang semua itu dengan tenang. Dia menyaksikan perubahan di medan perang. Tatapannya tajam, tetapi sikapnya tetap acuh tak acuh."Bimo, kamu mulai takut, 'kan? Ini adalah Formasi Domain Darah!""Begitu formasi ini diaktifkan, bahkan kamu yang legendaris 1.000 tahun lalu pun nggak akan mampu mengatasinya!""Formasi kuno ini diciptakan khusus untuk melawan para ahli hebat seperti dirimu. Kamu nggak akan punya peluang kali ini!"Kelima jenderal itu berbicara dengan sombong.